Betapa Tidak Amannya Praktik Kesehatan Di Indonesia
Dunia kesehatan Indonesia kembali tercoreng setelah meninggalnya Allya Siska Nadya, anak mantan pejabat PT PLN Persero Alfian Helmy Hasjim. Allya diduga menjadi korban malapraktik setelah mengikuti pengobatan di klinik Chiropractic First Pondok Indah Mall Jakarta.
Meninggalnya Allya membongkar fakta betapa klinik kesehatan ilegal begitu menjamur di DKI Jakarta. Lebih ironis lagi, klinik-klinik tersebut berdiri megah di tempat-tempat elite seperti pusat perbelanjaan dengan menjual jasa dokter-dokter asing yang ternyata tak memiliki sertifikat.
Parahnya lagi, Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mengetahui adanya praktik ilegal tersebut dan tak melakukan pengawasan terhadap klinik-klinik yang beroperasi secara ilegal. Wajar jika kemudian peluang terjadinya malapraktik begitu besar.
Kapitalisme Biang Keladi
Apa yang menimpa Allya akan bisa menimpa siapapun, jika pemerintah abai melakukan kontrol terhadap pelaku kesehatan, klinik, rumah sakit yang beroperasi di negeri ini.
Sungguh aneh, jika seorang dokter belum mendapat ijin praktik tapi bisa membuka praktik layaknya dokter ahli. Namun hal ini nyata terjadi di negeri ini.
Mengapa pemerintah abai? Sangatlah wajar sebenarnya dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme – neoliberalime, karena mindset yang dibangun adalah keuntungan. Artinya setiap pelayanan publik haruslah menguntungkan secara materi.
Ideologi kapitalisme membangun relasi antara pemerintah dan rakyatnya dengan relasi bisnis. Setiap apa yang diberikan kepada rakyat harus ada timbal baliknya kepada penguasa. Jika tidak, maka jangan harap akan ada pelayanan terbaik yang akan didapatkan oleh rakyat. Dalam hal ini termasuk layanan kesehatan.
Kontrol terhadap layanan kesehatan yang minim bisa dikarenakan pemerintah tidak mendapatkan keuntungan. Sehingga praktik-praktik ilegal kian marak. Di sisi lain juga karena ijin praktik sangat susah dan mahal. Alhasil, daripada harus mengeluarkan uang untuk biaya perijinan, lebih baik membuka praktik ilegal.
Kesehatan Dalam Islam
Sesungguhnya kesehatan merupakan kebutuhan pokok publik, baik muslim maupun non-muslim. Islam memandang bahwa negara lah pihak yang paling bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan publik rakyatnya, termasuk layanan kesehatan. Negara harus hadir dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, tidak menyerahkannya ke pasar. Oleh karena itu, haram hukumnya kesehatan dikapitalisasi dan diliberalisasi.
Islam mengharamkan menggunakan metode pengobatan yang membahayakan akidah, martabat, jiwa dan fisik pasien. Izin praktik hanya diberikan kepada dokter yang memiliki kompetensi keilmuan kedokteran dan berakhlak mulia. Obat dan bahan obat hanyalah yang halal dan baik saja. Islam juga melarang menggunakan lambang-lambang yang mengandung unsur kemusyrikan dan kekufuran.
Dalam sejarah Khilafah, kualitas layanan kesehatan gratis yang disediakan negara terlihat dari standar layanan yang diterapkan rumah sakit pemerintah. Tenaga medis yang diterima bertugas di rumah sakit, misalnya, hanyalah yang lulus pendidikan kedokteran dan mampu bekerja penuh untuk dua fungsi rumah sakit yaitu menyehatkan pasien berdasarkan tindakan kedokteran yang terbaharui (teruji) serta memberikan pendidikan kedokteran bagi calon dokter untuk menjadi para dokter yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pengobatan pasien atau bisa dikatakan harus menghasilkan dokter yang sama kualitasnya.
Layanan kesehatan yang aman dan gratis tidak akan mungkin bisa diwujudkan dalam sistem kapitalisme, sebagaimana yang terjadi saat ini. Untuk mewujudkan kesehatan yang berkualitas, aman dan gratis, maka umat Islam harus bahu membahu berjuang agar kehiduoan Islam bisa tegak dalam negara Khilafah. Wa Allahu ‘alam. [Lilis Holisah, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia] [VM]
Posting Komentar untuk "Betapa Tidak Amannya Praktik Kesehatan Di Indonesia"