QUO VADIS Idealisme Mahasiswa: Tekanan Birokrasi, Kebiri Kesadaran Politik
Oleh: Jihan Ali Basymel, SP.*
Mahasiswa berpolitik? “Sudah ndak usah aneh-aneh, politik itu urusan yang di atas, urusan mahasiswa cuma belajar dan lulus cepat dengan nilai bagus. Ngurusi praktikum sama tugas saja susah apalagi ngurusi negara”. Demikianlah pendapat sebagian besar mahasiswa, jika ditanya terkait terlibatnya mahasiswa dalam politik.
Kini kehadiran mahasiswa di tengah-tengah masyarakat tidak lagi menjadi suatu hal yang istimewa. Berbeda dengan masa sebelum tahun 2000, mahasiswa dipandang sebagai elemen penting dalam masyarakat yang membawa sebuah idealisme dan membawa angin segar perubahan. Walaupun pasca runtuhnya orde baru yang digawangi oleh mahasiswa, tidak dirasakan perubahan besar yang signifikan, tetapi kehadiran mereka cukup menjadi elemen penting yang dapat menjembatani aspirasi masyarakat kepada penguasa dan menyuarakan perubahan dan kebenaran. Singkatnya, mahasiswa benar-benar menjadi agent of change di tengah-tengah masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, media sosial menjadi marak, lembaga-lembaga pengaduan dan pelayanan masyarakat semakin beragam. Sehingga akses masyarakat dengan penguasa juga semakin mudah dalam penyampaian aspirasinya. Alhasil, peran mahasiswa, terlebih aktivis sebagai agent of change kian lama kian pudar. Mahasiswa tak lagi punya tempat di hati masyarakat. Mahasiswa tak lagi menjadi penyambung lidah kegundahan dan pengungkap perasaan rakyat. Aktivis tak lagi punya aktivitas untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. Lebih parah lagi, mahasiswa kehilangan idealime dan visi yang benar.
Setelah hampir 18 tahun masa reformasi, muncul banyak kekawatiran terhadap idealisme mahasiswa dan pergerakan mahasiswa. Mitos mahasiswa sebagai agent of change semakin jauh dari realita. Sebagian besar mahasiswa terjebak pada gaya hidup hedonis yang menjadikannya terbius dan jauh dari melihat kehidupan nyata rakyat kecil dan sekitarnya. Di antara mahasiswa justru mencemooh setiap kegiatan yang berbau kritik terhadap pemerintah, dengan beragam ungkapan, seperti orang kurang kerjaan, sia-sia dan seolah tak patut dilakukan oleh mahasiswa. Mereka lebih terobsesi pada nilai, wirausaha, penyelenggara acara band, pentas seni, colour run, festival dan segala hal yang berorientasikan materi, semakin menunjukkan bahwa idealisme mahasiswa sebagai agent of change (agen/subjek perubahan), iron stock (cadangan masa depan) dan moral force (kekuatan moral) rela ditukar dan digadaikan dengan iming-iming materi.
Quo Vadis Idealisme Mahasiswa
Quo vadis berasal dari bahasa Latin yang sering digunakan oleh media, yang maknanya mau dibawa kemana arahnya. Quo vadis idealisme mahasiswa alias mau dibawa ke mana arah idealisme mahasiswa menjadi pertanyaan penting bagi mahasiswa, masyarakat dan negara. Kekaburan idealisme mahasiswa kian nyata, lebih-lebih saat diaruskannya World Class University (WCU). Selain pemampatan waktu studi yang menuntut mahasiswa banting tulang untuk segera menyelesaikan studinya dalam waktu singkat, peningkatan kualitas (peningkatan tuntutan- penj) kampus dengan tidak dibarengi peningkatan sarana dan prasarana kampus menjadikan mahasiswa kebingungan dalam menghadapi kehidupan kampusnya. Pergeseran visi dan pandangan hidup juga menjadikan mahasiswa menjalani statusnya hanya demi mempermudah meraih kerja yang layak, sehingga orientasinya hanya untuk materi.
Hilangnya idealisme mahasiswa dan pergerakan mahasiswa membawa dampak buruk bagi perkembangan masyarakat dan percaturan politik di Indonesia. Menguatnya cara pandang pragmatisme di tengah-tengah masyarakat menyebabkan mereka menghalalkan segala cara untuk mencapai kepentingannya. Alhasil saat ini kita dapat melihat banyak kasus pembunuhan, korupsi, pemerkosaan, penganiayaan, penjualan aset negara dan tindakan kriminal lain yang dilakukan oleh masyarakat, terlebih elit politik di jajaran pemerintahan. Dan mahasiswa seolah tak mampu bersuara, hilang ditelan setumpuk laporan dan tugas-tugas kuliahnya. Belum lagi atas nama tantangan dan tekanan birokrasi, mahasiswa dan pergerakan mahasiswa menjadi terkebiri jika lantang menyuarakan kebenaran, hingga menjadikannya tumpul, sebab jika kebijakan kampus telah melarang mahasiswa untuk vokal, kritis dan ikut campur dalam urusan politik, dan ancamannya DO (Drop Out), tentu ini akan merong-rong idealisme mereka. Kebanyakan dari mereka terjerat kesadaran palsu dan ketakutan terhadap perjuangan politik. Miris!
Reideologi Mahasiswa
Sebagai elemen penting dalam masyarakat, mahasiswa harus segera sadar dan bangkit menyelesaikan konflik yang menjerat idealismenya. Cara pandang yang pragmatis dan apolitis harus segera dibersihkan dari benaknya. Bagaimana dapat memperjuangkan kebenaran jika cara berpikir agen perubahnya tercampuri kepentingan pribadi dan kelompoknya?
Visi yang jelas, pemikiran yang jelas dan ide dasar yang jernih dan bersih lah yang harus dimiliki oleh mahasiswa untuk membangkitkan masyarakat. Jika orientasinya hanya sekedar eksistensi diri, batu loncatan meraih kepentingan, maka bisa dipastikan keberadaan mahasiswa beserta pergerakan mahasiswa hanya akan semakin memperkeruh kondisi perpolitikan yang sudah kacau balau.
Metode perjuangan mahasiswa dan pergerakannya yang jelas, tegas, benar dan konsistenlah yang akan dapat mewujudkan kebangkitan masyarakat. Bukan sekedar aksi tambal sulam, anarkis, dan apolitis.
Dan yang tak kalah penting, mahasiswa dan pergerakan mahasiswa harus menyadari akar masalah dari segudang problematika di tengah masyarakat adalah keberadaan sistem yang rusak. Bukan sekedar pelaksananya yang tidak becus. Sehingga tak perlu berkali-kali reformasi untuk mengganti rezim yang pada kemudiannya rakyat kembali dikecewakan lagi dan lagi.
Seruan Perjuangan
Aktivis mahasiswa..
Kami rindu suara lantangmu meneriakkan kebenaran.
Kami nanti aksi strategis dan cerdasmu.
Kami cari, goresan pena kritismu.
Jangan lengah dengan opini.
Tetap melangkah maju menjadi sebenar-benarnya agen perubahan.
Jangan pernah gadaikan idealisme oleh apapun.
Satukan langkah menuju pada perubahan dan kebangkitan masyarakat dengan lisan dan tangan kita.
Kembali memegang teguh idealisme
Berjuang untuk kebenaran, perubahan serta kebangkitan yang hakiki. [VM]
*Penulis adalah tim kontak intelektual MHTI, praktisi pendidikan dan pengamat politik
Posting Komentar untuk "QUO VADIS Idealisme Mahasiswa: Tekanan Birokrasi, Kebiri Kesadaran Politik"