Mencermati Efektifitas Kresek Berbayar Terhadap Usaha Melindungi Lingkungan


Masalah lingkungan hidup dewasa ini telah menjadi isu global karena menyangkut berbagai sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini terbukti dengan munculnya isu-isu kerusakan lingkungan yang semakin santer terdengar. Diantaranya isu efek rumah kaca, lapisan ozon yang menipis, kenaiakan suhu udara, mencairnya es di kutub, menumpuknya jumlah sampah, dll. Mungkin sebagian besar orang baru menyadari dan merasakan akan dampak tingkah lakunya di masa lampau yang terlalu berlebihan mengeksploitasi alam secara berlebihan maupun gaya konsumtif tinggi yang tidak diimbangi sistem pengelolaan lingkungan yang memadai.

Adapun isu menarik yangs sedang menghangat saat ini adalah kasus sampah plastik yang jumlahnya telah sangat mengkhawatirkan. Sementara sampah plastik adalah sampah yang sulit terurai di tanah. Butuh waktu belasan bahkan puluhan tahun untuk menguraikannya. Berbagai LSM dan gerakan – gerakan cinta Lingkungan berusaha mengupayakan adanya program pemerintah untuk menanganinya. Sehingga pemerintah mulai menguji coba penerapan kantong plastik berbayar di ritel modern di Indonesia pada minggu ini, 21 Februari 2016. Ujicoba tersebut serempak dilakukan di 17 kota seluruh Indonesia. Nantinya saat berbelanja, konsumen akan dikenakan pembayaran sebesar Rp 200,- per kantong plastik (liputan6.com)

Kebijakan plastik berbayar ini mendapat sambutan beragam dari berbagai kalangan. Pro dan kontra terjadi. Kalau kita melihat sepintas, kebijakan ini adalah hal baik yang dilakukan pemerintah untuk berusaha mengurangi sampah plastik yang akan terjadi. Masyarakat diprediksikan akan enggan membeli dan membawa kantong belanja sendiri. Hanya saja ada hal yang perlu kita telaah kembali, seberapa banyak sampah plastik yang bisa dikurangi dengan kebijakan ini?  Mampukah kebijakan ini mengurangi secara signifikan jumlah plastik yang beredar di masyarakat? Karena plastik berbayar tidak menyentuh produsen/pabrik plastik sama sekali. Artinya produksi jalan terus setiap saat.

Selain itu realitas masyarakat indonesia juga perlu untuk dijadikan pertimbangan. Belum adanya proses penyadaran terhadap mereka dengan sosialisasi massif, akan menyebabkan masyarakat yang pragmatis memilih membeli plastik (sekalipun berbayar) daripada membawa tas dari rumah, demikan pula kalangan menengah keatas. Dan yang akan membawa plastik dari rumah mungkin dilakukan oleh orang-orang yang tidak mampu, atau orang-orang yang mau berhemat karena alasan kondisi keuangan. Jika demikian, bisa diprediksi sampah plastik akan tetap banyak. Sehingga plastik berbayar tak berarti sama sekali bagi pengurangan limbah plastik.

Dari sini, pihak yang pro dan kontra harus bersama – sama berpikir solusi lanjutan yang lebih solutif. Artinya, tidak meninggalkan masalah baru di masyarakat. karena jika hanya berhenti di program plastik berbayar, yang terkesan hanya akan semakin menambah beban bagi masyarakat. Belum lagi urusan jumlah uang yang berhasil dikumpulkan oleh ritel – ritel mitra pemerintah itu. Benarkah semua untuk usaha konversi lingkungan? Karena sistem seperti ini (pengumpulan uang masyarakat), sangat rentan dengan korupsi oleh pihak – pihak terkait. 

Kalau mau serius mengelola lingkungan, negara harus serius di banyak aspek perbaikan. Program pendidikan kepada rakyat untuk menjaga lingkungan dan menerapkan kebijakan yang menjamin lingkungan yang sehat dan bersih perlu diambil. Teknologi pengolahan sampah harus serius dianggarkan. Sudah banyak kita membaca hasil penelitian banyak kalangan, bahwa sampah bisa diolah menjadi hal yang bermanfaat jika ada usaha serius ke arah sana. Sampah plastik pun bisa diubah untuk bahan energi dan aspal jalan. Dorongan ke arah ini sangat penting diambil oleh pemerintah.

Disisi lain pemerintah juga serius membuat kebijakan kepada produsen/pabrik plastik berupa aturan harus memproduksi plastik yang ramah lingkungan dan mudah terurai. Jika tak ada lagi produsen “plastik tak ramah” maka berikutnya seluruh rakyat tak akan dapat mencemari lingkungan dengan plastik-plastik tersebut, karena plastik tersebut memang sudah tidak ada lagi, karena tidak diproduksi oleh pabrik-pabrik itu.

Bagi muslim, sambil menunggu solusi solutif dari pemerintah, perlu mengupayakan untuk selalu peduli lingkungan. Pengolahan sampah sederhana dan usaha mengurangi produksi sampah perlu dilakukan. Usaha reduce, reuse, recycle, perlu dilaksanakan. Bukankah Allah juga manjanjikan kebahagiaan akhirat bagi orang yang tidak berbuat kerusakan. Seharunya umat islam menjaga lingkungannya sesuai dengan firman Allah SWT :

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”( QS Al-Araf: 56 )

Wallahu a’lam bi ash showab. [VM]

Oleh : Ririn Umi Hanif, Pemerhati Ibu dan Anak – Gresik

Posting Komentar untuk "Mencermati Efektifitas Kresek Berbayar Terhadap Usaha Melindungi Lingkungan"