Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Awas Neo-PKI!


Oleh : Umar Syarifudin 
(Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri) 

Menjelang reformasi kita mendapatkan data buku harian seorang kader Gerwani Muda, yang bernama Dita Indah sari tertanggal 16 April 1996 yang berisi : “Partai sudah berdiri, Well, 31 tahun terkubur, dibantai dihina, dibunuh, dilarang, diawasi dikhianati, sekarang dibangun lagi”. Kalimat 31 tahun,… menyiratkan bahwa tahun 1965 adalah PKI. Peristiwa 27 Juli 1996 merupakan aksi pertama yang monumental dari kader PRD/PKI untuk mengeksiskan dirinya sehingga mereka merasa percaya diri untuk ikut pemilu pada tahun 1999. Peluncuran buku : “Aku Bangga Jadi Anak PKI” digedung YTKI Jalan Gatot Subroto Jakarta, pada 1 Oktober 2002. Disusul dengan buku Anak PKI masuk Parlemen, September 2005, dan menyusuri jalan perubahan/PKI Juli 2012.

Salah satu isu yang masih booming dua tahun ini adalah wacana permintaan maaf Pemerintah Republik Indonesia terhadap eks anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Permintaan maaf tersebut didasarkan atas status eks PKI sebagai korban pembantaian di era orde baru. Mengingat pada saat itu, pemerintahan Presiden Soeharto, membuat Ketetapan MPRS No. XX tahun 1966 tentang pembubaran PKI. Sekaligus, pembersihan anggota PKI yang gencar dilakukan, karena berstatus partai terlarang.

Pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang terkesan membela oknum penjual kaus lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) Disayangkan. Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat Anton Tabah Digdoyo pun mempertanyakan sikap Luhut yang notabene merupakan mantan prajurit TNI.

Sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan meminta aparat bisa selektif menindak penggunaan logo palu arit. Sebelumnya, sejumlah orang yang menjual dan menggunakan kaos berlogo palu arit ditangkap aparat. Luhut menilai hal tersebut berlebihan. "Kalau ada satu atau dua kasus, ini juga bisa jadi tren anak muda juga. Lihat-lihatlah, jangan berlebihan," kata Luhut, (9/5).

Sebagai seorang purnawirawan, kata Anton, Luhut seharusnya mengetahui persis sepak terjang PKI yang dogma dasarnya atheis dan memaksakan kehendak dengan  bengis. "Pemberontakan PKI 48 membuat ribuan santri, kiai dan ulama yang disembelih. PKI kalah dan diampuni. Pemberontakan PKI 65, jendral-jendral dibunuh juga dengan bengis. PKI kalah lagi. Ini bangsa Indonesia tanpa ampun,"kata Anton kepada Republika.co.id, (11/5).

Pensiunan jenderal yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat itu mengatakan, pelaku peristiwa G30S adalah PKI. Namun, pemerintah selalu memberikan ampunan padahal PKI telah membrontak pada tahun 1948. Oleh karena itu semua pihak harus melihatnya secara luas dengan prolog dan epilognya terkait keberadaan PKI yang selalu berlaku bengis dan beringat untuk mewujudkan cita-citanya. 

"Ketetapan negara sudah jelas dan tegas. Tap MPRS XXV/1966 dengan fakta bukti saksi yang terang benderang," paparnya. 

Lebih dari itu kata Ketua Badan Koordinasi Penanggulangan Penodaan Agama ini menyampaikan, fakta dan sejarah sudah jelas terkait pemberontakan PKI yang selalu gagal. Namun dalam pernyataan Luhut yang terkesan memberi ruang terhadap geliat PKI. Pemerintah sepertinya ragu terhadap PKI karena saat ini ada wacana pemerintah akan meminta maaf kepada PKI dan keluarganya.

 Menanggapi Isu kebangkitan PKI politisi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad beranggapan adanya isu terkait bangkitnya PKI patut dicurigai sebagai operasi intelejen swasta untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kasus-kasus mega korupsi seperti kasus sumber waras dan reklamasi.

Dasco menduga pelaku operasi intelejen tersebut bukanlah BIN atau badan intelejen negara lainnya, tetapi kekuatan politik yang merasa terganggu jika kasus-kasus mega korupsi tersebut diusut. “Isu bangkitnya PKI memang sangat mudah untuk dijadikan pengalihan, terlebih elemen-elemen yang saat ini paling aktif menuntut pengusutan kasus megakorupsi tersebut adalah pihak yang punya tradisi berhadapan head to head dengan kelompok kiri,” tukasnya dalam rilisnya pada Selasa, kabar24.com (10/5/2016).

Pergulatan Politik

Seperti diketahui, Komunitas Korban 1965 menggelar Pengadilan Rakyat Internasional soal Kejahatan Kemanusiaan di Indonesia pada periode 1965 (International People’s Tribunal 1965) mulai digelar di Den Haag, Belanda. Acara berlangsung selama 10-13 November 2015.

Dalam IPT 1965, negara Indonesia didudukkan sebagai terdakwa. Indonesia dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penyiksaan, penganiayaan, penghilangan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda. Semua tindakan tersebut dituding merupakan bagian dari serangan meluas dan sistematis yang ditujukan kepada Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisannya.

Beberapa catatan kegiatan PKI yang menjadi indikasi kuat akan keseriusan kaum PKI untuk hidup kembali baik secara idiologi maupun secara kelembagaan Partai Politik dengan nama PKI atau menunggangi partai tertentu untuk eksisnya idiologi dan kader PKI, sebagaimana yang terungkap adalah sebagai berikut : 

Temu raya eks napol/tapol di cempaka putih 2003, Rapat tertutup dikawasan perkemahan wisata koppeng Kabupten semarang Jawa Tengah 24 Mei 2003, Amandemen UU Pemilu no 12 tahun 2003 pasal 60 G, Harian Sore Sinar Harapan kamis 18 Maret 2004 Ribka Tjiptaning mengatakan hanya Front nasakom yang bias keluarkan bangsa ini dari krisis, dibebaskannya 475 kader PKI dari Pulau Buru oleh SBY tahun 2005, Deklarasi Papernas (Partai Persatuan Nasional) 2007, Peristiwa Pakis ruyung hari kamis 10 Juni 2010, LKS Pkn di SMU Sukabumi 2012 : “Indonesia mengembangkan sendiri Idiologi bangsa yang dinamakan Komunis”, Kostum Kotak-kotak yang digunakan oleh Jokowi merupakan seragam pemuda Partai Komunis Cina ( Lihat Koran Media Indonesia hari senin tanggal 17 September 2012 halaman 12 pojok kanan atas), penetapan 1 Mei sebagai hari Libur Nasional merupakan kemenangan gerakan buruh Komunis,dalam masa kampanye pilpres 2014 ada slogan yang mirip dengan slogan Nasakom adalah Kita, Ayo Kerja-kerja-kerja ! 

Pembacaan susunan Kabinet Indonesia Hebat tanggal 26 Oktober 2014 bersamaan dengan tanggal revolusi Komunis Stalin tanggal 26 Oktober 1917, pemutaran film senyap diberbagai daerah diawal tahun 2015, dikenakannya kaos belambang Palu Arit oleh Puteri Indonesia 2015, pertemuan kader PKI 24 Februari di solo dan pertemuan kader PKI yang dimotori oleh YPKP 65 dibukittinggi Sumatera Barat dan kongres PKI/PRD pada tanggal 24-26 Maret 2015 di Jakarta.Yang sangat mengejutkan adalah pada saat HUT RI ke 70 dibeberapa daerah seperti di Pamekasan Madura, di Jember Jawa Timur, di Payakumbuh Sumatera barat, di TMII Jakarta dan dibeberapa daerah dikibarkan bendera palu arit, foto-foto tokoh PKI serta graffiti ditembok-tembok diberbagai tempat, seperti ditembok kampus UNP (Universitas Negri Padang).

Menanggapi desakan kuat untuk proses rekonsiliasi dan pemutihan PKI, Prof. Dr. Amien Rais dalam acara Pengajian dan Silaturrahim Keluarga Besar Muhammadiyah Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menyatakan “Kalau PKI ingin Pemerintah meminta maaf, seharusnya PKI meminta maaf terlebih dahulu terhadap umat Islam. Karena pada tahun 1948, ada tragedi pembunuhan ulama’ dan santri yang dilakukan oleh PKI,” suaramuhammadiyah.com (9/5).

Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengingatkan agar pemerintah tidak mengambil tindakan ceroboh dengan meminta maaf kepada mereka yang terlibat PKI.Mantan Kaskostrad ini menilai permintaan maaf adalah kesalahan. Tindakan itu akan membuat PKI semakin merasa kuat. “Dampaknya mereka akan merasa tidak bersalah karena ada rehabilitasi dan kompensasi, mereka akan minta dihidupkan lagi PKI, karena tidak bersalah,”

Kivlan mengimbau agar masyarakat waspada terhadap munculnya simbol-simbol PKI. Gerakan dan tokoh-tokoh Islam harus bersatu. Sebab, lanjutnya, target utama mereka adalah ulama, kyai, pesantren, ormas Islam termasuk NU dan Muhammadiyah. Kivlan menyebut tanda-tanda kebangkitannya semakin jelas dengan muncul simbol PKI di Pamekasan, Jember, Payakumbuh, Salatiga dan di Jakarta beberapa waktu lalu.

“Termasuk pernyataan Ribka Tjiptaning, Ketua Komisi  IX DPR RI Fraksi PDIP yang menulis buku ‘Aku Bangga Jadi Anak PKI’ sendiri dan upaya Menkumham untuk minta maaf.” “Pejabat negara juga ada tokoh-tokoh yang terlibat…” ucapnya.

Kini, secara tersistematis oleh kaum kiri, rasa simpati terus menerus direproduksi terhadap PKI untuk menimbulkan rasa kasihan dan berempati karena terus dipojokkan. Bahkan menarik juga untuk mencermati bangkitnya perlawanan, yang distimulasi oleh rasa kasihan dan empati, sehingga memiliki spirit untuk melakukan counter balik untuk menjawab kewaspadaan itu. Jawaban dan langkah mereka sungguh di luar dugaan. Bukannya terkubur ideologi kiri itu, bahkan justru bangun dan merasa bangga dengan ideologi merah itu. “Aku bangga menjadi anak PKI” karya Ribka, merupakan salah satu contoh gerakan balik melawan proses pembusukan terhadap ideologi komunis mereka. Padahal jelas-jelas apa yang telah dilakukan gerakan PKI tidak hanya ingin mencelakakan kelompok beragama, dalam hal ini kaum santri, tetapi membahayakan Pancasila sebagai ideologi resmi negara Indonesia.

Korban sejarah yang paling merasakan kebiadaban PKI adalah umat Islam khususnya kalangan kelompok santri. Kelompok santri dimotori para kiai untuk bergerak melawan gerakan yang menentang agama ini. Oleh karena itu, korban kesadisan yang paling depan, yang tercatat dalam buku dan hasil penelitian, adalah para kiai, khususnya kiai-kiai NU yang berada di pesantren dan masjid serta surau-surau pedesaan.

Reaksi kelompok santri sangat wajar dalam melakukan perlawanan terhadap sepak terjang berdarah PKI ini. Hal itu disebabkan, perang urat syaraf yang dilakukan oleh kelompok PKI untuk membumihanguskan kelompok santri begitu terbuka. Dengan kuantitas yang masih minim saja, mereka sudah berani melakukan tekanan kepada kelompok Islam. Saat itu, gerakan PKI tidak hanya dilakukan pada tataran elite negara, tetapi mereka juga sudah menguasai elite desa. Kelompok santri terus memompa semangat masyarakat Islam untuk melakukan gerakan yang menolak eksistensi Tuhan itu.

Catatan di Situasi Rawan

Ramainya wacana komunisme saat ini setidaknya bisa menunjukkan sikap kelompok liberal pada komunisme. Dan yang pro-komunisme, pemikirannya sudah pasti tidak Islami, siapapun dia. Penegasan itu disampaikan pemikir Islam Ustadz Felix Siauw terkait polemik soal komunisme. “Saya nggak heran kaum liberalis pada belain komunis, ya mereka itu sama-sama nggak suka agama, hati-hati bahaya komunisme dan liberalisme,” tulis Felix Siauw di akun Twitter ‏@felixsiauw.

Felix Siauw juga menyoal sikap Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menyikapi isu kebangkitan komunisme. “Dan penguasa sekarang memang lucu, sila pertama KETUHANAN tapi fobia Islam, tapi ketika ada ancaman komunisme, dianggap enteng,” tegas @felixsiauw.

Pernyataan keras dilontarkan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Fahmi Salim terkait pro kontra “permintaan maaf” negara kepada keluarga Partai Komunis Indonesia (PKI). Fahmi Salim menegaskan bahwa Islam telah dijadikan sebagai ancaman dan sumber terorisme oleh propaganda komunis liberalis. “Setelah 50 tahun pemberontakan PKI yang ganas, kita dibuat lupa, lalu Islam dijadikan ancaman sumber terorisme oleh propaganda komunis liberalis,” tegas Fahmi di akun Twitter ‏@Fahmisalim2.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan kebangkitan PKI berdasarkan telaah  Drs. Alfian Tanjung M.Pd pada artikel yang berjudul Membaca PKI, sepak terjang kader PKI 1920-2015, karena jika didiamkan pada saatnya rakyat akan kesulitan menghadapi mereka:

Pertama, Keberadaan Kader Muda mereka, baik yang PKI Malam maupun PKI Siang, seperti sosok Wahyu Setiaji, Teguh Karyadi, Rudy HB Daman, Harry Sandi Ame dkk mereka lainnya. Harus dihentikan karena mereka seperti sel Kanker yang terus membelah, yang mereka kerjakan diantaranya : Menyusun kekuatan massa, Agitprop dan perlawanan bersenjata di semarang, temanggung, Malang dan Blitar Selatan, serta diluar jawa seperti di Sulawasi Tengah maupun di Sumatera utara.

Kedua, Penetapan 1 Mei sebagai Libur nasional sebagai unjuk kekuatan mereka dalam tiap tahunnya dan ini akan menjadi komando waktu untuk mereka pada tahun-tahun kedepan, karena pada tahun 2015 ini mereka telah menyusup dan mengibarkan bendera Palu Arit dalam bebeapa aksi di Jakarta maupun didaerah, 1 Mei Libur nasional merupakan program Partai Komunis Perancis 1916 sebagai bagian dari komunis Internasional (Komintern).

Ketiga, Hubungan Internasional, keberadaan Ibrarury Aidit (Perancis), Carmel Budiarjo (Inggris) secara berkala terkoneksi dengan kader komunis dari Eropa Timur, Korea Utara dan Cina dalam rangka membangun kekuatan PKI.

Keempat, Familiarisasi atau mengakrabkan dengan pola budaya, warna-warna, lagu dan life style yang selaras dengan paham Komunisme, seperti KTP tanpa kolom Agama, pelarangan berdoa diawal kegiatan PBM disekolah, pembolehan menikah sesama jenis, mempermainkan langgam qiroati cara membaca quran dan cara-cara penyelesaian masalah secara anarkis, terutama yang dimainkan oleh Pasukan Nasi Bungkus (Cyber Sekuler Komunis), memecah kekuatan anti PKI kasus PPP dan Golkar, melindungi yang membahayakan keutuhan NKRI dan melecehkan otensitas ajaran Agama Islam seperti Syiah, Ahmadiyah, LDII, Bahai dan aliran menyimpang lainnya.

Kelima, upaya-upaya konstitusional, yang harus diikuti adalah RUU KKR Jilid 2 hal ini merupakan upaya yang menguntungkan PKI dan membahayan keutuhan NKRI dan kedamaian dalam menjalankan ajaran Agama sesuai ajarannya masing-masing. Selain membangun opini secara terencana dan terukur yang mengarahkan bahwa PKI bukanlah pelaku tetapi PKI adalah korban dari berbagai peristiwa yang telah dlakukan oleh PKI sejak berdirinya sampai kerusuhan 27 Juli 1996 (PKI berkolaborasi dengan Serikat Jesuit, Gerakan katolik Radikal didikan Pater Beek, di Pusat kader mereka di Roleano di Klender Jakarta Timur).

Secercah Kesadaran 

Sungguh perkara bangkitnya PKI tersebut serius, tidak main-main, dan tidak boleh dianggap enteng. Bahkan di hadapan Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukminin perkara itu merupakan perkara besar. Argumentasi yang dikemukakan pembela PKI untuk permintaan maaf umat Islam Indonesia pada PKI merupakan argumentasi yang gugur dan terbantah. Umat Islam tidak amnesia historis terhadap siapa saja pihak yang memerangi umat Islam, sekaligus menjadi penabur ancaman dan pembantaian-pembantaian, umat Islam juga paham siapa saja yang menyuplai nutrisi dan merekayasa bangkitnya PKI. Umat Islam juga tidak amnesia siapa yang ada di belakang pembunuhan keji di tahun 1926-1927, 1948 dan 1965? Bukankah PKI?

Kisruh dan kerapuhan politik demokrasi di Indonesia menjadi sasaran invasi pemikiran kaum komunis. Yang tak kalah bahayanya lagi, kaum kafir imperialis AS dan sekutunya menggunakan perjanjian, pakta, berbagai penyesatan dan konspirasi di negeri ini, namun umat tidak merasa khawatir. Sehingga wilayah NKRI pun siap untuk terjadinya kekacauan, kelemahan, dan kemerosotan. Maka mudah bagi para penjajah menyerang Indonesia dan berikutnya negeri Islam diperintah oleh para antek pro-Barat.

Sejak hancurnya Khilafah hampir  seabad lalu, kekosongan politik pun melingkupi negeri dan penduduknya. Kaum kafir imperialis dan orang-orang yang terkooptasi dengan tsaqafah mereka pun sengaja melakukan perlawanan keras menggunakan senjata dan konspirasi terhadap upaya apapun dari kaum Muslimin untuk mengembalikan pemerintahan Islam.

Karena itu musuh-musuh Islam sengaja mendirikan rezim-rezim pemerintahan dengan warna sekuleristik, kapitalisme atau sosialisme, kediktatoran atau demokratis, dan kadang rezim campuran tanpa warna di seluruh negeri-negeri Islam. Maka di negeri-negeri muslim tersebar kezaliman, kejahatan, dan penindasan. Para penguasa itu meminta restu di depan Amerika dan Barat kafir, kemudian para penguasa itu menilainya sebagai kemenangan besar. [VM]

Posting Komentar untuk "Awas Neo-PKI!"

close