Bendera Israel di Papua!
Oleh : Audito Fauzul Hendratama-Mahasiswa UNP Kediri
(Aktivis Gema Pembebasan kota Kediri)
Umar Syarifudin Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kediri yang juga pengamat dunia internasional menyampaikan “intervensi Israel memang nyata, mereka melakukan taktik pendekatan agama oleh Mossad serta agitasi propaganda di Papua. Namun tak kalah bahayanya, AS dan sekutunya yang berdalih melindungi HAM, hingga kini sedang menunggu-nunggu kesempatan melakukan operasi militer di Indonesia atas nama humanitarian intervention. Maka ini harus dicegah, tidak boleh ada pembiaran”.
Secara disengaja, pawai bendera Israel oleh warga Papua Sabtu (14/05/2016) digelar di depan markas Brimob namun tercatat, itu bukan kali pertama bendera penjajah berkibar di negeri yang menolak penjajahan ini. Selain kemarin, tercatat peristiwa terakhir berkibarnya bendera Papua di Tanah Papua pada 20 Juli 2015. Peristiwa itu bermula setelah ada salahsatu seminar internasional ditutup, tidak kurang 7.000 orang turun ke jalan pawai keliling merayakan kemenangan mereka sambil mengibarkan bendera Israel.
Terkait Maraknya bendera Israel di papua, Kapolda Papua Paulus Waterpauw mencoba mewajarkan dengan mengatakan pawai masyarakat Papua yang membawa bendera Israel hanya karena rasa keagungan masyarakat terhadap bani Israel. Pawai tersebut dilakukan oleh sekelompok kecil umat gereja pada Sabtu (14/5) di tanah Abepura, Jayapura, Papua.Melalui pawai tersebut sambungnya ada yang ingin mereka nyatakan bersama. Yaitu mereka yang mengagungkan peristiwa lahirnya manusia melalui bani Israel. "Begitu kira-kira, keturunan-keturunan adam itu, Bani Israel, itu saja tidak ada kepentingan lain," ungkapnya.
Ia menjelaskan kembali bahwa mereka memahami terhadap kebesaran tanah besar Israel. Artinya mereka tidak ada niatan untuk mengagungkan Israel dalam arti kekinian melainkan nabi Musa yang ditugaskan membawa bani Israel keluar dari Mesir.
Hal tersebut kata dia seperti yang telah tercantum dalam kitab perjanjian lama. Yaitu waktu peristiwa nabi Musa melewati sungai Yordania dan Tuhan yang memberikan mu'jijat perkasa nabi musa di laut merah itu.
Umar Syarifudin Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kediri menambahkan, “Tidak perlu heran bila gerakan zionis melakukan provokasi di basis-basis Kristen. di Jayapura dikenal dengan gerakan Zion Kids, gerakan yang kini berhasil menghimpun seperempat umat Kristen di Tanah Papua. Sebagian dari aktivis Papua Merdeka dan lebih banyak dari kaum moralis, Pdt/Pastor. Sementara di kubu Aktivis Papua Merdeka, mereka yakin hanya Israel yang mampu mengibarkan bintang Kejora di Papua Barat pada tahun 2010. karenanya, Mossad melalui agen intelijen dari Israel yang akhir-akhir ini massif melakukan kampanye sekaligus konsolidasi massa melalui agen-agennya yang sudah terekrut di Papua dalam format KKR dan Pelayanan Rohani dan lain-lain. Isu yang mereka suarakan mereka bahwa bila Papua Mau Merdeka, orang Papua Barat dan lebih khusus TPN/OPM harus memaafkan TNI/POLRI serta Pemerintah RI yang menindas rakyat Papua Barat.”
Propaganda dan pemutarbalikan fakta menjadi strategi untuk mendiskreditkan pemerintah. Isu pelanggaran HAM, represi atas kebebasan berserikat dan politik, stigma pemerintah Indonesia sebagai penjajah kolonial, dan integrasi Papua sebagai wilayah sah dan berdaulat NKRI merupakan bentuk aneksasi, ditebarkan untuk meraih simpati dalam negeri maupun komunitas internasional. Kelompok ini mencitrakan diri seolah civil society yang berjuang untuk kemanusiaan dan HAM, padahal di balik itu tak lebih adalah para aktivis yang menyebarluaskan kebencian terhadap NKRI dan baik langsung maupun tidak langsung dapat dikategorisasikan sebagai bentuk dukungan upaya subversif dan separatisme. pemerintah harus melawan upaya pembebasan Papua Barat. Merebaknya disintegrasi tidak bias dilepaskan dari ketidakadilan ekonomi akibat kapitalisme yang terus merongrong negeri ini.
Melihat pemerintah yang terkesan ragu-ragu dalam menghadapi upaya sparatisme Papua, KH Hasyim Muzadi angkat bicara. “Kita harus bersatu, terutama pemerintah dan masyarakatnya harus tegas tidak boleh nguler kambang (ragu-ragu, maju mundur),” ujar Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jokowi tersebut seperti dilansir tabloid Media Umat Edisi 169: Sparatis Papua Makin Nyata, Kenapa Dibiarkan Saja? Jum’at (4-17 Maret 2016).
Mantan Ketua Umum PBNU tersebut juga menegaskan untuk siap menghadapi apa pun yang akan terjadi dan tidak perlu kuatir dianggap melanggar HAM.
“Jadi tegas Papua milik Indonesia, kita akan hadapi apa pun yang akan terjadi. Begitu. Kalau ada upaya-upaya untuk melepaskan Papua dari Indonesia harus diberantas! Begitu, jangan HAM, HAM, HAM saja,” pungkasnya.
Semua pihak harus mewaspadai campur tangan asing dalam upaya pemisahan Papua. Semua pihak, khususnya Pemerintah, seharusnya paham, negara-negara imperialis tidak akan membiarkan Indonesia menjadi negara yang utuh dan kuat. Negara-negara imperialis ini akan selalu melakukan konspirasi untuk kepentingan ekonomi dan politik mereka.
Tidak boleh dilupakan, pada tahun 1998 pernah muncul rekomendasi dari Rand Corporation, lembaga kajian strategis yang sering memberikan rekomendasi kepada Kemenhan AS, bahwa Indonesia harus dibagi dalam 8 wilayah. Salah satu prioritas adalah memerdekakan Papua. Hal itu diugkap oleh Hendrajit dkk dalam buku Tangan-Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada 2010. Rekomendasi skenario “balkanisasi” Indonesia yang dikeluarkan saat Bill Clinton berkuasa itu tampaknya dijalankan meski dengan detil proses yang dimodifikasi.
Senjata ampuh yang digunakan dalam proses disintegrasi, belajar dari kasus Timtim, adalah demokrasi. Sebelumnya, nilai penting demokrasi, yaitu hak menentukan nasib sendiri, terbukti sukses memisahkan Timtim dari Indonesia. Seharusnya ini menjadi alasan kuat untuk menolak sistem demokrasi. Bayangkan, jika tiap wilayah di Indonesia, atas nama hak menentukan nasib sendiri, menuntut merdeka, dipastikan Indonesia akan terpecah menjadi beberapa negara kecil yang lemah tak berdaya.
Mulusnya upaya pemisahan Papua tidak bisa dilepaskan dari kegagalan Pemerintah rezim liberal untuk mensejahterakan rakyat Papua. Meskipun Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Pangkalnya adalah peerapan demokrasi-kapitalisme. Sistem demokrasi telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan perusahaan asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua.
Tak ada jalan lain untuk keluar dari persoalan ini, kecuali dengan mencampakkan sistem kapitalisme-demokrasi, lalu menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah Rasyidah. Syariah Islam akan menghentikan imperialisme Amerika, Inggris, Australia dan Barat. [VM]
Posting Komentar untuk "Bendera Israel di Papua!"