Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dibalik May Day Sudah Saatnya Menyuarakan Syariah


Oleh : Nola Dwi Naya Sari
(Mahasiswi UPI Bandung)

Tahun 2016 sudah memasuki bulan Mei. Banyak peringatan peristiwa didalamnya. Mulai dari peringatan yang tidak selalu tetap ada di bulan Mei, seperti  kenaikan Isa Al Masih (05/05) dan Isra’ Mi’raj(06/05), karena memang bukan mengikuti kalender masehi. Ada juga peringatan peristiwa yang selalu tetap, seperti setiap tanggal 01 Mei diperingatinya hari Buruh Sedunia (Internasional) dan hari pembebasan Irian Barat, Hari Pendidikan Nasional (02/05), Hari Bidan (05/05), Hari Kebangkitan Nasional (20/05), dan lain sebagainya.

Berawal dari 01 Mei 2016 yang nyatanya memang  dari kalangan buruh menggelar demonstrasi yang secara nasionalnya telah dilakukan di Bundaran Hotel Indonesia ke seberang Istana Kepresidenan. Adanya demonstrasi ini pastinya memiliki maksud dan tujuan yang ingin disampaikan ke pihak pemerintah. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSPI), Said Iqbal, mengatakan aksi kali ini menyuarakan penolakan terhadap outsourcing serta upah murah terhadap buruh. Selanjutnya, Said menyerukan penghentian kriminalisasi buruh dan aktivis sosial dan penghentian Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) (bbc.com). Selain itu, akan dideklarasikan dua organisasi massa yang diharapkan menjadi partai politik berbasis buruh.

Tuntutan demi tuntutan yang disuarakan menggambarkan bagaimana kalangan buruh yang berada dalam nasib yang terus menekan kehidupan mereka. Lihat saja dari tuntutan pertama terkait upah, Sekalipun, kebijakan penguasa negeri ini pernah mengabulkan permintaan  dalam menaikkan Upah Minimum Pekerja(UPM) di tahun 2016 ini, namun kenaikannya tidak seginifikan yang sesuai dengan harapan buruh. Harapan  ini disesuaikan dengan jam kerja dalam keseharian mereka. Waktu kerja yang mengaruskan dari kalangan buruh perempuan harus pintar-pintar membagi waktunya dalam menjalankan perannya sebagai seorang istri dan ibu. Bahkan tak jarang mengorbankan anak-anaknya tidak mendapatkan didikan secara langsung dari orangtuanya. Padahal hal ini menjadi salah satu pemicu rusaknya tatanan kehidupan ini dalam masyarakat. 

Tak cukup sampai disitu, rusaknya tatanan kehidupan masyarakat terlihat dari tuntutan kedua yaitu kriminalisasi buruh dan aktivis sosial serta penghentian PHK. Bagaimana buruh merasa tidak dijamin keamanannya. Bahkan untuk buruh perempuan banyak kabar berita yang memberitakan terkait pelecehan seksual yang dilakukan oleh para “bos”. Hal ini tak terlepas dari bagaimana sistem kehidupan saat ini yang kapitalis, memandang bahwa orang yang memiliki modal dapat membeli apapun termasuk dalam “membeli kehormatan” seseorang. PHK yang memutus rantai pencaharian mereka tak segan-segan mencekik. Sampai pada tuntutan membentuk partai politik pun yang sejatinya sejak zaman Soeharto pun sudah ada atau Partai Buruh Nasional yang mungkin kita kenal pun tak mampu memberikan perubahan. 

Sungguh, tuntutan ini akan membuahkan hasil ketika kehidupan ini sesuai dengan syariat Islam. Islam menjadi solusi atas permasalahan manusia. Penerapan hukum Islam secara keseluruhan yang dijalankan oleh seorang khalifah yang paham akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Dalam masalah pekerjaan, Islam menjamin enam hal bagi rakyatnya. Jaminan secara tidak langsung dalam aspek sandang, pangan dan papan melalui penyediaan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya dan mewajibkan kepada setiap laki-laki selaku suami/kepala negara untuk bekerja dalam menafkahkan keluarganya. Sedangkan untuk kaum perempuan tidak ada kewajibannya untuk bekerja. Sehingga tidak ada istilah buruh yang di dominasi oleh perempuan. Syariah mengaruskan peran perempuan dalam mencetak generasi bangsa dan menjadi ibu rumah tangga. Dan kehormatannya sangat ditinggikan. Adapun dalam masalah gaji, Syariah Islam akan menyesuaikan gaji para buruh sesuai dengan pekerjaannya. Sekaligus menanamkan konsep rezeki dan terus bekerja keras karena ALLAH. 

Maka dari itu, Wahai para buruh dan seluruh elemen masyarakat, ayo kita lakukan perubahan dengan melirik bagaimana Syariah mengatur. Sungguh sudah ada jaminan yang pasti ketika syariah itu diterapkan. Sebagaimana Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam  karena Islam itu adalah Rahmatan Lil ‘Alamin. 

Wahai kaum buruh dan seluruh rakyat yang menuntut akan haknya, sudah saatnya menyuarakan syariah dalam mencari solusi. Segala tuntutan yang tak akan terulang kembali, yang tak hanya sebatas seremonial tanpa memberikan perubahan hakiki, karena syariah adalah pasti. Dan pasti pelaksanaannya ketika umat ini diatur dalam institusi kehidupan Islam secara kaffah. Wallah a’lam bi ash-shawab. [VM]

Posting Komentar untuk "Dibalik May Day Sudah Saatnya Menyuarakan Syariah"

close