Kurikulum Pendidikan Khilafah Akan Mewujudkan Generasi Islam Rahmatan Lil Alamin
Oleh : Iis Ernawati, S.Pd*
Pada Tanggal 2-6 Mei 2016 ada hal menarik di kalangan para pelajar, khususnya mereka yang tergabung di Rohis. Pada tanggal tersebut Rohis mengadakan perkemahan Rohis 2016 yang dalam pelaksanaannya telah menghasilkan “Piagam Cibubur”. Dari perkemahan yang telah berlangsung tersebut mendapat perhatian khusus dari Direktur Pendidikan Agama Islam, Amin Haedari. "Di masing-masing sekolah hendaknya melaksanakan apa yang sudah jadi kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Piagam Cibubur yaitu ingin menjadi pelopor keteladanan di bidang perdamaian, toleransi, persahabatan, termasuk juga menjadi pelopor dalam menghindari hal-hal yang yang negatif," tegasnya pada upacara penutupan Perkemahan Rohis II 2016 di lapangan utama Bumi Perkemahan Cibubur, Jumat (06/05) pagi.
Jika memperhatikan isi naskah “Piagam Cibubur” dan dikomparasikan dengan keadaan remaja saat ini, maka dapat dipahami bahwa upaya yang sedang dilakukan setelah Perkemahan tersebut dirasa kurang relevan dengan kondisi remaja saat ini. Remaja saat ini khususnya para pelajar sedang diilanda krisis moral yang sangat besar, bukan pada sisi mereka kurang toleransi atau kurang bersahabat. Dalam hampir sepekan publik selalu dihebohkan dengan pemberitaan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur. Selain korban merupakan anak di bawah umur, pelaku kekerasan tersebut juga dilakukan oleh anak-anak yang masih di bawah umur, bahkan sebagian masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Belum hilang ingatan tentang kasus kekerasan seksual yang menimpa Yuyun siswi SMP 5 Satu Atap Padang Ulak Tanding yang diperkosa oleh 14 remaja Bengkulu, baru-baru ini muncul lagi kasus serupa yang dilakukan 8 bocah Surabaya terhadap remaja yang berusia 13 tahun (http://nasional.news.viva.co.id/ 12 Mei 2016).
Krisis moral tidak hanya berhenti disitu, tetapi juga dalam hal perilaku para remaja yang tidak pantas dilakukan bahkan berani dipublikasikan di publik. Sebut saja Aksi para pelajar SMA yang merayakan kelulusannya dengan pawai, corat-coret seragam, hingga merobek roknya agar sebagian paha mereka terlihat (http://lampung.tribunnews.com/ 12 April 2016).
Dari fakta kondisi yang sedang melanda remaja tersebut seharusnya upaya yang perlu dilakukan adalah dengan memperbaiki kurikulum pendidikan yang ada, karena sedikit banyak kurikulum pendidikan mempunyai pengaruh yang besar untuk bisa mewujudkan generasi yang berkualitas dan memiliki moral yang tinggi.
Krisis Moral Pelajar Dampak dari Penerapan Kurikulum Sekuler
Krisis moral yang dilanda pelajar harus menjadi perhatian serius negara. Jika hal seperti ini dibiarkan, generasi masa depan bangsa ini akan benar-benar rusak. Pemerintah sudah sering menggonta-ganti kurikulum pendidikan yang ada, dari kurikulum 1947, 1964, 1968, 1973, 1984, 1994, 1997, 1994, 2004, 2006, hingga terakhir kurikulum 2013. Bahkan saat ini ada sekolah yang kembali lagi ke kurikulum 2006 (KTSP) yang selama lebih dari sepuluh dekade terbukti tidak mampu membawa perubahan yang lebih baik bagi output pendidikan. Bahkan moral generasi semakin merosot dan cara berfikir mereka semakin bebas dan sekuler.
Kondisi ini membuktikan bahwa pendidikan saat ini mengunakan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga wajar pelajar mengalami krisis moral, karena mereka tidak dibekali dengan pondasi agama yang kuat bahkan mereka dilanda serangan budaya asing yang semakin mengganas. Meskipun negara sudah mencantumkan tujuan pendidikan nasional diantaranya melahirkan perserta didik yang bertaqwa dan berakhlak mulia, namun rumusan ini seolah hanya di atas kertas. Sekalipun dalam kurikulum 2013 sudah ditambah jam pelajaran agama dari tiga hingga empat jam sepekan, tetap tidak mampu membawa kualitas generasi lebih baik lagi. Hal ini karena materi dan metode pengajaran agama Islam yang ada, didesain untuk menjadikan Islam sebagai pengetahuan belaka, bukan untuk diaplikasikan dan diamalkan dalm kehidupan sehari-hari. Para pelajar pun justru semakin dijauhkan dari pemahaman Islam yang sebenarnya ketika mereka dicekoki dengan paham deradikalisasi, toleransi yang kebabalasan, HAM, dan lain lain.
Allah SWT tetap dipahami sebatas gagasan kebaikan sebagaimana pandangan Barat terhadap konsep ketuhanan. Bukan Zat yang hakekatnya ada dengan segala sifat ketuhanan-Nya yang Maha Sempurna. Para pelajar tetap tidak akan sampai pada pemahaman konsep keridhoan Allah SWT sebagai kebahagiaan tertinggi yang harus diraih. Aspek kemashlahatan tetap menduduki posisi lebih tinggi daripada konsep halal haram dalam menstandarisasi aktivitas. Di samping itu, Islam hanya dipahami sebagai agama yang mengatur urusan akhirat, bukan sebagai sistem kehidupan yang mengatur dan memberikan solusi atas setiap persoalan kehidupan manusia. Padahal semua itu adalah prinsip-prinsip bagi terwujudnya akhlak mulia pada pelajar.
Yang terjadi saat ini adalah kemerosotan moral bangsa yang kian parah bahkan kerahmatan bagi bangsa ini semakin menjauh. Kurikulum sekuler ini ternyata didesain hanya untuk memenuhi tuntutan globalisasi (liberalisasi, neo imperialisme) sebagaimana dicanangkan WTO, ASEAN Community, APEC dan CAFTA yang dinyatakan pemerintah sebagai alasan pengembangan kurikulum (Kemendikbud, November 2012).
Sungguh berbeda jauh dengan kurikulum pendidikan berbasis Islam (dalam Institusi Khilafah) yang mampu menghasilkan generasi berkualitas dan mampu membawa perubahan bagi peradaban negara. Generasi output kurikulum Islam tidak hanya menjadikan pelajar fasih agama tetapi juga ahli dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Generasi Islam Rahmatan Lil Alamin dengan Kurikulum Pendidikan Khilafah
Islam mempunyai pandangan yang jernih dan menyeluruh terhadap kehidupan termasuk pendidikan. Landasan kehidupan dalam Islam adalah akidah Islam. Landasan ini juga menjadi pijakan dalam membuat kebijakan sistem pendidikan termasuk kurikulum. Kurikulum merupakan sistem untuk menjaga keseimbangan proses pendidikan dan penjabaran capaian tujuan pendidikan. Islam mempunyai kurikulum yang baku untuk mencapai tujuan pendidikan sehingga mampu menghasilkan output generasi yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Kurikulum pendidikan khilafah bertujuan mewujudkan pelajar berkepribadaian Islam, berpola pikir dan berpola sikap sesuai syariah Islam. Materi dan metode pendidikan didesain sedemikian rupa sehingga pelajar memahami dan meyakini eksistensi Allah SWT dengan segala sifat-sifat uluhiyah-Nya, kesadaran ini dimanivestasikan dengan memandang keridoan Allah SWT sebagai kebahagiaan tertinggi, dan keterikatan kepada syariah adalah hal yang mutlak. Disamping itu peserta didik memandang Islam sebagai sistem kehidupan satu-satunya yang layak bagi manusia. Prinsip-prinsip inilah yang akan menjadikan nilai-nilai akhlak mulia benar-benar menghiasi segenap aktivitas pelajar.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat suatu kaum (menuju kemuliaan) dengan Al Quran ini dan dengannya pula akan menjatuhkan kaum yang lain (menuju kehinaan)” (HR Muslim).
Sabda Rasul tersebut menjadi bukti betapa Islam dengan kurikulum pendidikannya telah mengangkat kaum muslim menjadi kaum yang terbaik dan mulia, ditakuti musuh dan disegani kawan. Hal ini terbukti dengan penerapan kurikulum pendidikan yang berlangsung dalam 14 abad lamanya, telah melahirkan orang-orang yang faqih fid din, diantaranya empat imam mahzab terkenal, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Hanafi, dan Imam Maliki. Tidak hanya melahirkan para ahli agama, tetapi juga mereka yang ahli dalam ilmu pengetauan dan teknologi seperti Ibnu Sina, AL Khawarizmi, Maryam As Turlabi, Ibnu Batutoh, dan cendikiawan-cendikiawan muslim lainnya.
Pada tataran inilah dipandang, satu-satunya kurikulum yang mampu mengatasi kemerosostan moral bangsa saat ini dan sekaligus melahirkan para pakar di berbagai bidang keilmuan yang dibutuhkan ummat dan mampu mewujudkan rahmatan lil alamin hanyalah kurikulum pendidikan Islam dalam Institusi Khilafah. [VM]
*) Penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Remaja, sekaligus Anggota Lajnah Khusus Sekolah MHTI Jember
Posting Komentar untuk "Kurikulum Pendidikan Khilafah Akan Mewujudkan Generasi Islam Rahmatan Lil Alamin"