Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

13 Tahun Vaksin Palsu dan Ruang Gelap Kesehatan Rakyat


Oleh : Umar Syarifudin
 (Syabab HTI Kota Kediri) 

Pemerintah dinilai telah membuat masyarakat resah dengan adanya peredaran vaksin palsu untuk anak-anak. Keresahan masyarakat dipicu akibat tidak ketatnya pengawasan pengadaan vaksin tersebut oleh pemerintah. Selain itu, keresahan masyarakat juga muncul akibat ketidakberdayaan mereka dalam memilih vaksinasi.

Selain di Banten, hingga kemarin, polisi sudah berhasil menemukan vaksin campak, polio, dan hepatitis B, tetanus, dan BCG (Bacille Calmette-Guerin) palsu itu beredar di lima daerah lainnya. "Peredarannya di Medan (Sumut), Yogyakarta, Semarang (Jateng), Jakarta, dan Jawa Barat," ujar Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Mabes Polri Brigjen Agung Setya seperti dilansir Detikcom. 

Peredaran vaksin palsu awalnya terungkap dari laporan sebuah rumah sakit di Bogor yang curiga dengan vaksin yang dikirimkan sebuah distributor. Setelah dicek di laboratorium ternyata palsu. Bareskrim lalu menggerebek CV Azka Medical di Bekasi pada 16 Juni 2016, disusul rumah di Puri Bintaro, Kemang Pratama Regency, dsb. Polisi telah menangkap 15 orang dalam kasus ini. Antara lain mereka ditangkap di Jakarta, Bekasi, Tangsel, dan Semarang. 

Mereka berperan sebagai produsen, distributor, dan pembuat/pencetak label dan logo vaksin. Harga vaksin palsu lebih miring Rp 200 ribu-400 ribu dibandingkan harga vaksin asli yang mencapai Rp 900 ribu. Pembuat vaksin palsu meraup keuntungan hingga ratusan juta per bulan.

Produsen vaksin palsu sudah menjalankan bisnisnya sejak 2003. Mereka dapat leluasa melakukan sindikat tersebut karena efek dari vaksin ini tidak langsung dirasakan. Barang-barang pembuatan vaksin palsu seperi botol bekas dan cairan didapat pelaku dari sejumlah rumah sakit. Perlengkapan itu merupakan barang bekas pakai yang sudah menjadi sampah. Vaksin palsu itu menggunakan botol bekas vaksin yang kemudian diisi dengan antibiotik Gentacimin yang dioplos dengan cairan infus, lalu diberi label. Cairan lainnya yang dipakai sebagai oplosan adalah cairan infus dengan vaksin tetanus.

Pelaksana Tugas BPOM Bahdar Johan mengatakan, pihaknya menemukan 28 fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) yang menggunakan vaksin dari sumber yang tidak resmi. Fasyankes tersebut terdapat di sembilan wilayah di Indonesia, yakni Pekanbaru, Serang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Mataram, Palu, Surabaya, dan Batam.

Berikut daftar vaksin yang dipalsukan:

1. Vaksin engerix B
2. Vaksin pediacel
3. Vaksin eruvax B
4. Vaksin tripacel
5. Vaksin PPDRT23
6. Vaksin penta-bio
7. Vaksin TT
8. Vaksin campak
9. Vaksin hepatitis B
10. Vaksin polio bOPV
11. Vaksin BCG
12. Vaksin harvix

Bahdar menyebut vaksin yang diperoleh dari sumber tidak resmi belum dapat dipastikan keasliannya. Penggunaan vaksin tersebut pun dihentikan sementara dan akan dilakukan uji sampel untuk memastikan vaksin yang digunakan asli atau palsu.

Sejauh ini, BPOM menemukan 12 jenis vaksin yang dipalsukan. Pelaku memalsukan vaksin yang diproduksi oleh PT. Biofarma, PT. Sanofi Grup, PT Glaxo Smith Kline (GSK). Jaminan Kementerian Kesehatan menjamin keaslian vaksin yang ada di Posyandu, Puskesmas, dan Rumah Sakit Pemerintah. Sebab, fasyankes tersebut mendapat vaksin untuk program imunisasi dasar dari produsen dan distributor resmi.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi kepada kompas.com mengatakan, masyarakat hanya menerima vaksinasi yang diberikan oleh fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) melalui tenaga kesehatan. "Vaksinasi harus via tenaga kesehatan kan? Penggunaan vaksin tidak bisa langsung oleh masyarakat, tetapi melalui institusi dan tenaga kesehatan," kata Tulus.

Pemerintah tidak bisa mengimbau masyarakat memiliki tanggung jawab untuk berhati-hati terhadap peredaran vaksin palsu. Sebab, mereka hanyalah pihak penerima dari fasyankes. Menurut Tulus, ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah. Tulus menyatakan lamanya praktik pemalsuan vaksin sebagai wujud Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak menjalankan fungsinya sesuai kapasitas.

"Tidak cukup hanya pelakunya yang diberikan sanksi pidana. Namun, pemerintah sebagai regulator juga harus bertanggung jawab dan dikenai sanksi," ucap Tulus. Tak hanya pemerintah, lanjut Tulus, institusi kesehatan yang telah memberikan vaksin palsu pun harus dimintai pertanggungjawaban. Sulit dibedakan Marius mengatakan, obat dan vaksin palsu sulit dibedakan dengan yang asli. Pernyataan Kemenkes yang mengimbau masyarakat untuk teliti dinilai sebagai pernyataan yang keliru.

Reaksi kemarahan publik tentu akan lain ketika mereka memahami dan menyadari bahwa layanan kesehatan adalah hak rakyat, baik yang miskin maupun yang kaya tanpa terkecuali. Pemerintah juga memahami dan bertanggung jawab memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak pelayanan kesehatan publik, termasuk masalah vaksin ini. Artinya ketika negara teledor 13 tahun (mungkin bisa lebih) vaksin palsu beredar, salah satu bukti negara telah lalai terhadap hak-hak rakyat.

Solusi Praktis 

Pemerintah harus meninggalkan logika dan konsep neoliberal yang selama ini telah menjauhkannya dari tugas mulia dan tanggungjawabnya. Konsep-konsep batil negara hanya sebagai regulator dan pengelolaan pelayanan kesehatan harus diserahkan pada swasta serta berbagai pandangan yang bersumber dari reinventing government (ReGom)/Good Governance (GG) lainnya sudah saatnya untuk dicampakan. Karena inilah satu-satunya jalan agar kesehatan terlepas dari cengkraman komersialisasi dan liberalisasi.

Seiring dengan itu, negara wajib menggunakan konsep anggaran yang bersifat mutlak dalam pembiayaan pelayanan kesehatan, dan meninggalkan konsep anggaran berbasis kinerja. Dikatakan bersifat mutlak karena negara wajib mengadakan sejumlah biaya yang dibutuhkan baik ada maupun tidak ada kekayaan negara pada pos pembiayaan kesehatan. Negara wajib men-support berapapun biaya yang dibutuhkan rumah sakit untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat. Karena penundaannnya dapat berakibat dhoror (penderitaan) masyarakat meski hanya satu orang.

Jaminan layanan kesehatan yang aman yang pernah ada dalam sejarah dengan  kualitas terbaik dan mewujudkan keadilan, jaminan yang diberikan seluruh rakyat secara merata ketika negara khilafah diterapkan. [VM]

Posting Komentar untuk "13 Tahun Vaksin Palsu dan Ruang Gelap Kesehatan Rakyat"

close