Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ahmad Habibi dan Ribuan Kasus yang Terluputkan, Apakah Ini Hanya Sekedar Berita Saja Tanpa Bersegera Wujudkan Perubahan Total?


Oleh : Ainun Dawaun Nufus
MHTI Kab. Kediri (Pengamat Sosial dan Pendidikan)

Setelah ramai kasus pengusaha tersohor di Kediri Sony Sandra yang diadili dalam persidangan putusan kedua di PN Kabupaten Kediri atas laporan empat orang korban. Terdakwa dinyatakan bersalah telah menyetubuhi para korban yang masih dibawah umur. Korban dibujuk melalui iming-iming uang dan diberi obat sebelum disetubuhi.

Kini menyentak perhatian publik kabar beritajatim.com (29/6/16) Ahmad Habibi (2) anak pasangan Adi Tri Wahono dan Ita, warga Kelurahan Burengan, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri bernasib tragis. Bungsu tiga bersaudara ini meninggal dunia setelah mengalami kekerasan seksual disertai penganiayaan berat.  “Ayahnya kaget saat melihat korban sudah dalam kondisi koma. Dari telinganya mengeluarkan darah. Korban langsung dibawa ke Puskesmas Balowerti. Tetapi, karena kondisi parah, akhirnya pihak puskesmas meruju ke Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Kediri, “ ujar Andi ditemui di rumah duka, Rabu (29/6/2016).

Pada saat berada di rumah sakit milik Polri itu, korban menjalani serangkaian pemeriksaan, diantaranya rotngen dan ct scan. Alangkah terkejutnya kedua orang tua korban setelah mengetahui hasil pemeriksaan, bahwa anaknya baru saja mengalami kekerasan fisik dan juga kekerasan seksual.  Korban akhirnya meninggal dunia dalam perawatan medis. Kejadian itu lalu dilaporkan ke pihak kepolisian. “Alhamdulillah kepolisian bertindak cepat. Pelaku akhirnya berhasil diamankan. Pelaku juga mengakui perbuatannya,” imbuhnya. 

Kapolres Kediri Kota AKBP Wibowo menjelaskan kronologis kekerasan yang dialami Ahmad habibi Adinata, batita usia 2 tahun, asal Kelurahan Burengan, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Korban meninggal dunia akibat dibanting ke lantai.

Ingat, pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di Tanah Air meningkat 100 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, angka korban pelecehan seksual terhadap anak semakin tinggi setiap tahun. "Dari 2013 ke 2014 itu naiknya 100 persen, baik itu mereka yang jadi korban atau pun pelaku," ujar Sekretaris KPAI Rita Pranawati kepada Liputan6.com di Kantor KPAI, Jakarta, Jumat (4/3/2016). 

Rita menjelaskan, modus pelecehan seksual semakin beragam dan aneh. Hal-hal yang tak terduga dapat terjadi. Selain kemajuan teknologi dan kurangnya pengetahuan orangtua dalam mengasuh dan mendidik anaknya, lingkungan pergaulan juga menjadi penyebabnya. "Semakin hari, semakin aneh-aneh yang akan kita dengar, di luar dugaan dan nalar kita. Sebab modus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak terjadi karena cara asuh yang salah, sehingga peluang pelaku kejahatan semakin lebar," papar dia.

Faktor lainnya, menurut Rita, kecenderungan orangtua mendidik anak hanya berorientasi pendidikan akademik. Bukan pendidikan mental dan persoalan sosial yang dihadapi anaknya. "60 Persen orangtua di Indonesia hanya menanyakan persoalan pendidikan akademik, seperti nilai, peringkat di kelas. Hanya 30 persen yang menanyakan persoalan sosial mereka, soal hobi, permasalahan dengan teman, status media sosial, bahkan soal reproduksi," tandas Rita.

Makin banyak kasus kekerasan terhadap anak menguatkan bukti bahwa sistem dan negara gagal melindungi anak. Kegagalan itu karena upaya yang dilakukan tidak pernah menyentuh faktor penyebab apalagi akar masalahnya. Negara juga telah dilucuti fungsinya sekadar sebagai pembuat regulasi (aturan) dan bukan sebagai penanggung jawab dalam perlindungan warganya, terutama anak-anak. Negara pun banyak melempar tanggung jawab penyelesaian pada peran keluarga dan keterlibatan masyarakat.

Kejahatan seksual memang akan terus menjadi momok di negara-negara kapitalis, termasuk di negeri-negeri muslim,  karena memang masalah tidak mungkin diselesaikan secara tuntas. Semua berawal dari penyangkalan mereka, bahwa kasus-kasus kekerasan seksual disebabkan perilaku mereka yang mendewakan syahwat.  Padahal perempuan yang mengumbar aurat dan ajakan berperilaku seks bebas menjadi fenomena yang terjadi setiap hari dan mengisi fantasi liar manusia-manusia yang tidak takut akan kehidupan sesuadah mati.  Lalu, bagaimana kebejatan seksual bisa dihentikan bila akar penyebab masalahnya tidak pernah disentuh dalam penanganan?

Berbagai kebijakan Pemerintah selama ini juga gagal. Banyak kebijakan bahkan saling bertabrakan. Pemerintah mengandalkan keluarga sebagai pemeran penting dalam pendidikan dan perlindungan anak. Namun, itu dinihilkan oleh kebijakan yang mengaruskan para ibu untuk memasuki dunia kerja demi kepentingan ekonomi dan mengejar eksistensi diri dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan. Akibatnya, ibu dipisahkan dari anak. Fungsi ibu dalam mendidik anak pun tak terlaksana. Pemerintah meminta keluarga agar menjadi pembina dan penjaga moral anak. Namun, Pemerintah pun memfasilitasi bisnis dan media yang menawarkan racun kepornoan. Berbagai pemicu hasrat seksual juga dibiarkan tersebar luas.

Namun dalam kondisi kapitalistik yang sekularis liberal begini, masyarakat tidak akan sanggup melawan kekuatan besar yang mengaruskan ide-ide rusak yang mengatasnamakan kebebasan : pornografi, pornoaksi, miras, narkoba dan pengabaian nilai-nilai agama serta moralitas. Faktor-faktor tersebut memberi andil besar dalam menciptakan kasus-kasus kejahatan seksual. Keuntungan luar biasa besar yang dihasilkan dari industri maksiat, membuat korporasi penyedia komoditi/jasa tersebut enggan mengubur tambang emasnya. Pemerintah pun tidak serius membuat regulasi yang tegas melarang bisnis-bisnis maksiat tersebut dan menegakkan sanksi keras atas kejahatan tersebut.  Lalu, masyarakat yang tidak memiliki kewenangan luas, diharapkan untuk mengatasi semua halangan itu? Sungguh tidak fair.  Yang mampu dilakukan masyarakat adalah menjadi kekuatan penekan secara politis untuk melawan kekuatan-kekuatan besar berwujud entitas internasional, pemerintah, korporasi, organisasi binaan asing  dan sebagainya.

Semua masalah terkait anak itu berakar pada sistem sekular kapitalis liberal yang diterapkan di berbagai lini kehidupan saat ini. Selama sistem sekular kapitalis liberal itu terus dipertahankan maka perlindungan terhadap anak akan terus menjadi problem. Maka, segera menerapkan syariah Islam secara total adalah solusi awal dan akhir. [VM]

Posting Komentar untuk "Ahmad Habibi dan Ribuan Kasus yang Terluputkan, Apakah Ini Hanya Sekedar Berita Saja Tanpa Bersegera Wujudkan Perubahan Total?"

close