Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kado Lebaran Pemerintah, Tarif Listrik Naik 140%


Oleh : Sri Indrianti 
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung)

Tahun ini, masyarakat akan mendapatkan kado istimewa dari pemerintah Presiden Joko Widodo saat lebaran nanti. Tarif listrik untuk golongan rumah tangga (R1) 900VA akan naik sebesar 140% mulai 1 Juli 2016. Sekitar 18 juta pelanggan dari 22 juta pelanggan  900 VA akan dikenakan tarif baru sebesar Rp1.400 per kWh. Kenaikan tersebut pasca dikuranginya subisidi listrik 2016. Saat ini tarif untuk golongan R1 900VA sebesar Rp565 per kWh.

"Berdasarkan perintah DPR, seharusnya kenaikan itu berlaku mulai 1 Januari 2016. Tapi karena data dari TNP2K belum lengkap, sehingga butuh waktu bagi PLN untuk memverifikasi pelanggan. Selambat-lambatnya 1 Juli diberlakukan (kenaikan tarif),"ujar Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) Benny Marbun,Minggu (10/4). 

Menurut Benny, kriteria pelanggan yang berhak menerima subsidi dan yang tidak berhak didasarkan pada data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan  Kemiskinan (TNP2K). Keputusan penggunaan data masyarakat miskin dari TNP2K dan bukan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI) maupun Bappenas dikarenakan hal tersebut sudah disepakati dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi VII DPR dan Menteri ESDM Sudirman Said. "Jadi penggunaan data TNP2K itu Perintah DPR," sebutnya. 

Saat ini, verifikasi sudah dilakukan kepada 4,1 juta pelanggan. "Masih ada 26 juta pelanggan lagi, dimana 18 juta pelanggan tidak berhak mendapatkan subsidi,"sebut Benny. Dengan demikian 18 juta pelanggan 900 VA tersebut akan membayar trarif listrik per kWh sama dengan pelanggan 1.300 VA. "Ada opsi jika pelanggan ingin menaikkan daya ke 1.300 VA biaya tambah daya  digratiskan," ujarnya. (sindonews.com, 10/4/2016)

Kenaikan tarif listrik ini tentunya akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian masyarakat. Bahkan, menurut Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Muhammad Sairi Hasbullah, hal ini akan berdampak pada ketimpangan perekonomian akibat semakin tingginya beban yang harus dibayarkan oleh masyarakat.

“Setiap ada kenaikan tarif seperti listrik, beban ekonomi rumah tangga masyarakat rendah akan meningkat dan berefek pada daya beli yang semakin rendah pula,” kata Sairi saat ditemui di kantor pusat BPS, Jakarta, Senin (18/4/2016).

Apabila kebijakan ini tetap ditetapkan, lanjutnya, maka bukan hal yang mustahil apabila gini ratio pada periode September 2015 hingga Maret 2016 semakin besar. Gini ratio pun dapat lebih tinggi dibandingkan periode Maret 2015 hingga September 2015 lalu yang mencapai 0,40.

“Jadi semakin tinggi tekanan yang diterima kelompok (masyarakat) bawah, pasti akan berpengaruh pada gini ratio. Karena bagaimanapun beban ekonomi rumah tangga akan meningkat,” Pungkas Sairi. (Hizbut-tahrir.or.id, 7/6/2016)

Indonesia dikenal sebagai negara kaya raya dengan segala potensi yang dimilikinya. Tidak ketinggalan potensi sumber energi yang melimpah ruah sebagai karunia dari Allah SWT. Sebut saja sumber energi fosil (minyak, gas dan batu bara).  Namun sayang sebagian besar sumber energi primer ini ternyata digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara lain. Menurut data Ditjen Migas tahun 2012  total produksi minyak bumi yang diekspor 56,84 %, gas bumi 59,3%, LNG 99,1% dan batu bara 65,4% (http://www.esdm.go.id/). Bahkan Direktur Utama PLN Nur Pamuji mengeluhkan batu bara RI diekspor untuk menerangi negara lain (detikFinance, 10/7/2014).

Ironisnya dibalik gencarnya ekspor migas dan batu bara,  Indonesia malah mengalami krisis listrik yang luar biasa.  Krisis listrik di Indonesia bukan lagi kasus  baru dan bersifat temporal, namun sudah  kronis. Sebagian besar rakyat sudah terbiasa dengan penderitaan pemadaman listrik. Pemadaman tidak hanya bergilir bahkan sudah menjadi agenda rutin.

Krisis listrik yang terus menerus terjadi dalam waktu yang sangat panjang tidak terlepas dari buah diterapkannya sistem ekonomi Kapitalis dan sistem politik Demokrasi yang mencengkeram saat ini. Sistem tersebut menyebabkan  liberalisasi pada tata kelola listrik, baik sumber energi primer maupun layanan listrik.

Khilafah memiliki aturan yang paripurna, karena mengadopsi sistem yang berasal dari Allah SWT yang menciptakan manusia dan semesta alam ini.  Dalam pandangan Islam listrik merupakan milik umum , dilihat dari  2 aspek :

1. Listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk dalam kategori ’api’ yang merupakan milik umum. Nabi saw bersabda: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Termasuk dalam kategori api tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.

2. Sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik baik oleh PT PLN maupun swasta sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar seperti migas dan batu bara merupakan juga milik umum.  Abyadh bin Hammal ra. bercerita:

Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam. Lalu Beliau memberikannya. Ketika ia pergi, seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda apa yang Anda berikan, tidak lain Anda memberinya laksana air yang terus mengalir.” Ia berkata: Rasul lalu menariknya dari Abyadh bin Hammal (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban, dll).

Riwayat ini berkaitan dengan barang tambang garam, bukan garam itu sendiri. Awalnya Rasul saw. memberikan tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, ketika beliau diberi tahu tambang itu seperti laksana air yang terus mengalir, maka Rasul menariknya kembali dari Abyadh. laksana air yang terus mengalir artinya cadangannya besar sekali. Sehingga menjadi milik umum. Karena milik umum bahan tambang seperti migas dan batu bara haram dikelola secara komersil baik oleh perusahaan milik negara maupun pihak swasta. Juga haram hukumnya mengkomersilkan hasil olahannya seperti listrik. (Hizbut-tahrir.or.id, 27/8/2014)

Dengan demikian,  listrik tidak boleh pengelolaannya diserahkan pada pihak swasta apapun alasannya. Negara bertanggung-jawab, sedemikian rupa sehingga setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan listriknya baik dari sisi kualitas maupun kuantitas dengan harga murah bahkan gratis  untuk seluruh rakyat baik kaya atau miskin, muslim maupun non muslim. Dengan prinsip-prinsip pengelolaan listrik inilah  , Indonesia dengan  sumber energi primer yang melimpah terhindar dari krisis listrik berkepanjangan  dan harga yang melangit. [VM]

Posting Komentar untuk "Kado Lebaran Pemerintah, Tarif Listrik Naik 140%"

close