Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Repotnasi dan Demokrasi


Oleh : Umar Syarifudin (Syabab HTI)

BPS menggunakan garis kemiskinann sebesar Rp344.809 per kapita per bulan per September 2015 untuk menghitung penduduk miskin. Garis kemiskinan itu meningkat 4,24 persen dari Rp330.776 per kapita per bulan per Maret 2015.

Hasil penelitian terakhir dari Organisasi Pangan Dunia (FAO), diperkirakan sebanyak 19,4 juta penduduk Indonesia masih mengalami kelaparan. Penyebab utamanya adalah kemiskinan. Masih banyak penduduk Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka, khususnya di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Papua, NTT dan Maluku.

"Kami memperkirakan di Indonesia masih ada 20 juta atau 19,4 juta orang yang kelaparan setiap hari. Ini artinya mereka tidak memiliki cukup makanan untuk di makan. Ini angka yang besar namun sudah jauh berkurang dibanding awal tahun 90-an saat kami mulai menghitung target pembangunan millennium," demikian ungkap Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Mark Smulders. 

Tidak hanya kelaparan, kekeringan juga melanda 39 desa di Kabupaten Nagekeo dan Timor Tengah Selatan, NTT, akibat fenomena El Nino di NTT, bahkan beberapa desa di Nagekeo mulai terancam kelaparan, karena warga makin sulit memperoleh air bersih untuk memasak. Kekeringan melanda Kabupaten Nagekeo sejak Maret 2016, namun, pemerintah setempat belum memberikan bantuan air bersih ke lokasi desa yang mengalami kekeringan. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nagekeo, Bernabas Lambar mengaku belum bisa memberikan bantuan, karena keterbatasan sarana dan anggaran.

Direktur Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat dari Millenium Challenge Account Indonesia, Minarto, menjelaskan 7,6 juta balita di Indonesia menderita stunting atau terhambat pertumbuhannya, akibat kekurangan gizi kronis. Kondisi ini dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan. MCA Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk menjalankan program kesehatan dan gizi berbasis masyarakat untuk mengurangi stunting.

Badan Pusat Statistik mencatat terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin secara tahunan menjadi 28,51 juta orang pada September 2015 atau bertambah 780 ribu orang dibanding September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang. Merujuk data BPS, inflasi periode September 2014 ke Maret 2015 terekam tinggi, sebesar 4,03 persen, dengan laju inflasi pedesaan periode September 2014-Maret 2015 sebesar 4,4 persen. Begitu juga dengan harga beras pada periode tersebut yang mengalami penigkatan 14,48 persen menjadi Rp 13.089 per kilogram pada Maret 2015. Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2015 juga melemah 1,34 persen dibanding September 2014.

"Peranan komoditas makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas non makanan," kata Kepala BPS Suryamin. Dari sisi geografis, jumlah penduduk miskin paling banyak mendominasi di pulau Jawa sebesar 15,31 juta jiwa. Sementara sisanya tersebar di Sumatera sebesar 6,31 juta jiwa, Bali dan Nusa Tenggara 2,18 juta jiwa, pulau Sulawesi 2,19 juta jiwa, Maluku sebanyak 1,53 juta jiwa, dan Kalimantan 0,99 juta jiwa.

Dalam Spektrum Global

Dua milyar manusia di Bumi menderita kelaparan terselubung alias kurang gizi. Perang saudara, pengusiran dan pengungsian berdampak dramatis pada situasi pangan global. Sedikitnya 800 juta manusia di 16 negara menderita kelaparan serius. Tambahan lagi sekitar 2 milyar lainnya di seluruh dunia menderita kurang gizi, sebuah bentuk kelaparan yang tidak kasat mata. Demikian laporan indeks kelaparan tahun lalu dari organisasi bantuan pangan Jerman "Welthungerhilfe".

Parameter terpenting penentu indeks kelaparan adalah, tingkat kematian balita, jumlah balita kurang gizi dengan bobot kurang dari normal serta persentase orang yang kekuarangan gizi dari seluruh populasi warga. Penyebab utama kelaparan adalah kemiskinan yang diperparah oleh konflik bersenjata lokal maupun regional.

"Konflik seperti di Suriah dan Irak serta Sudan Selatan makin memperparah situasi kurang pangan di negara-negara bersangkutan," ujar Bärbel Dieckmann, presiden Welthungerhilfe. Pengungsi menghadapi ancaman bahaya lebih tinggi untuk mengalami kekurangan pangan atau penyakit. 

Irak yang dilanda konflik berkepanjangan menunjukkan penurunan kualitas drastis, menempati posisi kedua terbawah indeks kelaparan dunia. Aksi kekerasan yang terus berlanjut, jumlah pengungsi domestik yang terus meningkat ditambah arus pengungsi dari Suriah, menyebabkan kuota warga kelaparan dan kurang gizi di Irak berlipat dua dibanding indeks tahun 1990.

Wabah penyakit ebola yang melanda beberapa negara di Afrika Barat seperti Sierra Leone dan Liberia juga diramalkan akan memperburuk penyediaan pangan dan meningkatkan ancaman bahaya kelaparan di bulan-bulan mendatang.

Di Afrika kemiskinan dan kelaparan masih menjadi penderitaan tak berujung. Bahkan di tahun 2016 ini, diprediksi kasus kelaparan atau malnutrisi atau gizi buruk masih akan membayangi negara-negara miskin di Afrika. Seperti yang dilansir National Geographic, UNICEF ( U.N. Children’s Fund) memprediksi bahwa negara-negara di Afrika sebelah timur dan Afrika sebelah selatan masih akan menghadapi gejolak kelaparan dan penyakit yang menerpa jutaan jiwa anak-anak akibat kasus gizi buruk. Bahkan UNICEF memperingatkan bencana alam yang diakibatkan oleh anomali cuaca di tahun 2016 bisa jadi akan semakin memperburuk kondisi kelaparan dan risiko gizi buruk.

Butuh Solusi

Kelaparan yang disebab kekeringan adalah merupakan kejadian alami di Indonesia, Afrika, dan seluruh dunia. Namun struktur politik-ekonomi kapitalistik dan campur tangan pihak asing telah memperparah masalah kemiskinan dan kelaparan di penjuru dunia.

Di Indonesia demokrasi selalu digembar-gemborkan. Setiap persoalan yang ada selalu saja penyelesaiannya didasarkan pada demokrasi. Bangsa ini sejatinya telah berganti-ganti pemimpin. Namun, kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat belum tercapai sebagaimana diharapkan. Mulai rezim Orde Lama disusul rezim Orde Baru sampai era reformasi, kemiskinan masih terus mendera rakyat banyak. Utang luar negeri terus menumpuk. Ironisnya, semasa reformasi perilaku korupsi serta manipulasi anggaran terus berlangsung di kalangan pejabat publik. Padahal janji kesejahteraan dan perbaikan negara ke arah lebih baik dari para calon pemimpin saat kampanye, berlangsung secara masif. Namun setelah terpilih sebagai pemimpin nomor satu, janji kesejahteraan dan perbaikan negeri ini tinggal slogan kosong.

Demokrasi yang ditegakkan di manapun akan selalu mensyaratkan sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan, dan pemisahan agama dari pemerintahan. Semangat liberalisme juga mendorong lahirnya berbagai undang-undang yang berpihak pada berbagai kepentingan asing, termasuk perusahaan raksasa transnasional. Lolosnya UU Migas, UU Perbankan, UU Sumberdaya Air, dll adalah sekian bukti bahwa DPR memang mengusung semangat liberalisme, bukan membela kepentingan rakyat.

Kelaparan di Indonesia dan seluruh dunia merupakan masalah bagi seluruh umat Islam di dunia. Solusi untuk masalah ini terletak pada Pemerintah. Reunifikasi negeri-negeri Muslim di bawah Pemerintah Khilafah Islam dibawah Syariah akan mengakhiri pemiskinan sistemik yang dilakukan kapitalisme demokrasi. [VM]

Posting Komentar untuk "Repotnasi dan Demokrasi"

close