Agar Toleransi Tidak Salah Kaprah


Oleh : Nadiyah el Haq

Islam adalah agama yang toleran. Toleransi Islam terhadap agama lain dapat dilihat dari fiman Allah Swt pada QS al-Baqarah ayat 256 yang artinya “Tidak ada paksaan dalam agama ini…” , demikian pula dalam QS al-Kafirun ayat 6 yang artinya “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada paksaan untuk menganut agama Islam. Yang artinya bahwa Islam menghormati agama yang lain. Dapat pula diartikan bahwa Islam memberikan kebebasan kepada umat beragama lain untuk menjalankan aktivitas ibadahnya. Demikian pula melalui ayat tersebut Allah menyeru kepada umat agama lain untuk menghormati umat Islam, memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk beribadah dan melaksanakan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. 

Sebelum membahas lebih jauh dan supaya tidak salah memaknai toleransi penting  untuk diketahui terlebih dahulu definisi toleransi. Secara bahasa toleransi berasal dari kata tolerance. Maknanya adalah menahan perasaan tanpa protes (to endure without protest). Kemudian kata ini diadopsi oleh ke dalam bahasa Indonesia menjadi istilah toleran. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia toleran memiliki arti  bersikap atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya. 

Dengan definisi tersebut di atas maka praktek toleransi dalam kehidupan keseharian seharusnya seperti apa? Hal ini harus jelas sehingga umat Islam tidak salah bersikap demikian pula umat agama yang lain. 

Bagi seorang muslim hukum asal perbuatan dia adalah terikat dengan hukum syara’. Sehingga sebelum melakukan perbuatan seorang muslim harus mengetahui terlebih dahulu hukum syara atas perbuatan yang akan dilakukannya. Jangan sampai karena ingin bersikap toleran kepada umat beragama yang lain malah ternyata perbuatannya tersebut melanggar syariat Islam.

Rasulullah saw dalam hadistnya bersabda, “Barangsiapa menyerupai (meniru-niru) tingkah-laku suatu kaum maka dia tergolong dari mereka” (HR. Abu Dawud). Dari hadist ini dapat diketahui bahwa Islam melarang umatnya ikut-ikutan atau melakukan aktivitas ritual umat agama lain. Misalnya, menggunakan simbol keagamaan mereka, mengikuti ibadah mereka, demikian pula ikut merayakan hari raya mereka, ini semua hal yang tidak diperbolehkan. Keikutsertaan dalam contoh kegiatan tersebut secara aqidah bisa dimaknai sebagai pengakuan, pembenaran atas agama dan Tuhan mereka. Padahal Allah telah berfirman “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya” (QS. Ali Imron: 19).

Dengan demikian umat Islam harus bersikap tegas dalam bersikap sehingga umat agama lain memahaminya dan tidak menuduh Islam intoleran gara-gara melaksanakan syariat Islam. Malah umat non Islam yang intoleran jika menghalang-halangi umat Islam menerapkan perintah agamanya. Sehingga gerakan liberalisme yang mengatakan bahwa semua agama adalah benar, maka kemudian dilakukan dialog antar umat beragama untuk mencari titik kesamaanya maka jelaslah bahwa tindakan ini tidak dibenarkan karena secara aqidah, Islam sudah berbeda dengan agama lainnya dan hanya Islam yang benar.   

Dan jangan pula atas nama toleransi kemudian secara terpaksa atau sukarela umat Islam menggunakan simbol-simbol keagamaan non muslim. Ini bukan bagian dari toleransi, tetapi penyimpangan aqidah, sehingga umat Islam harus menjauhinya. Dari uraian ini dapatlah disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang toleran. Islam tidak menghalang-halangi umat non muslim untuk melaksanakan ketentuan agama mereka. Dan jadilah penganut agama lain juga toleran terhadap Islam dengan memberikan kebebasan bagi umat Islam untuk mengaktualisasikan syariat Islam dalam kehidupannya. Lakum diinukum waliyadiin. Wallahu a’lam. [VM]

Posting Komentar untuk "Agar Toleransi Tidak Salah Kaprah"