Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BKLDK Kota Bandung: Survei Membuktikan…


Oleh : Fauzi Ihsan Jabir 
(BKLDK Kota Bandung)

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) Yohana Susana Yembise dalam sebuah pernyataannya di media bahwa setiap hari 25 ribu anak Indonesia telah mengakses tanyangan porno. Jelas hal ini mempengaruhi kepribadian (Syakhsiyah) anak ingusan yang belum bisa melap ingusnya sendiri. Anak-anak kita juga diterpa angin ribut Kapitalistik yang mendorong mereka untuk menjadi pemimpin-pemimpin masa depan dengan berorientasi materi. Fatalnya banyak kasus di Indonesia berawal dari pergaulan liberal-kapitalistik yang bercokol di Indonesia.

Kota Bandung sebagai Kota dengan julukan Kota Pendidikan mempunyai permasalahan seks bebas sudah sangat memprihatinkan. Fakta yang terjadi adalah pemberitaan di media bahwa angka permasalahan seks bebas berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu 6 bulan, sebanyak 421 anak dan remaja di Kota Bandung melakukan hubungan seks beresiko (m.tempo.co,31/12/2015). Hasil survei dari Alfatih Studio yang disampaikan oleh Anggota DPRD Kota Bandung Salmiah Rambe ketika meminta Pemkot Bandung melakukan pencegahan perilaku seks bebas, menunjukkan bahwa 54% remaja di Kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan seksual dan pergaulan bebas tersebut kerap diiringi dengan perilaku kekerasan (m.tribunnews.com, 2/9/2015). Data tersebut bisa jadi merupakan data yang bersifat fenomena gunung es.

Permasalahan seks bebas umumnya terjadi pada kalangan remaja, dimana remaja seharusnya menjadi generasi penerus. Bahkan permasalahan sudah masuk pada ranah kampus. Kasus RN di UIN SGD Bandung dan beredarnya video mesum yang diduga mahasiswi ITB menjadi salah satu bukti dari permasalahan yang sudah menjadi rahasia umum di negeri ini. Ironis memang, ketika mahasiswa yang menjadi harapan masyarakat untuk perubahan ke arah yang lebih baik, justru menjadi bagian dari masalah. Hal tersebut menambah beban masyarakat, karena sebelum mengembalikan peran dan fungsi mahasiswa yang ideal, terlebih dahulu harus memisahkan mahasiswa dari permasalahan yang telah mengepung mereka. Pekerjaan menjadi dua kali lipat bagi mahasiswa yang telah memiliki kesadaran dan tengah memperjuangkan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.

Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) sebagai mahasiswa Intelektual muslim kota Bandung memandang hal ini adalah problem besar karena menyangkut generasi penerus yang akan memimpin pergerakan membangun peradaban Islam kedepan. Maka BKLDK melakukan survei terkait “Kontrol Sosial Mahasiswa Muslim Kota Bandung terhadap Masalah Seks Bebas”. Diantara hasilnya, 81% responden setuju pemerintah menetapkan aturan yang tegas agar pergaulan remaja tidak mengarah pada seks bebas. Berdasarkan hasil survei tersebut, BKLDK meminta Pemerintah Kota Bandung memberlakukan aturan yang tegas.

Dalam survei tersebut juga ditemukan 94% responden setuju agar orang tua lebih terbuka dan berkomunikasi dengan anaknya, 57% responden setuju untuk diterapkannya aturan pergaulan laki-laki dan perempuan oleh kampus, 71% responden setuju masyarakat ikut serta mengontrol pergaulan kalangan mahasiswa, 93% mahasiswa setuju agar dibekali pemahamaan agama supaya terhindar dari aktifitas seks bebas, dan 88% responden setuju kampus memfasilitasi pembinaan khusus untuk para mahasiswa. Sangat disayangkan dari kesadaran yang sudah mulai terbentuk di kalangan mahasiswa kontrol sosial terhadap seks bebas masih kurang. Aktivitas preventif mahasiswa juga masih kurang dalam mencegah terjadinya seks bebas. Hal ini ditandai dengan jawaban “kadang-kadang” yang mendominasi sekitar 40%-50%. Sedangkan untuk jawaban “sering” hanya berkisar di antara 20%-40% saja. Selain itu, mahasiswa jarang melakukan tindakan represif terhada para pelaku seks bebas.

Problematika ini selaras dengan konsep “bandung Barokah” untuk mengentaskan asap tebal liberalisme, yang digagas oleh HTI Bandung yang mana BKLDK di undang dalam acara  public expose konsep dan peta jalan Bandung  Barokah. Dikutip dari muslimbandung.id “Bandung dengan segala prestasi yang sudah diraih oleh Walikota Ridwan Kamil (RK) masih perlu pengawalan dan kontrol sosial. Dengan manajemen desentralisasi, inovasi, dan kolaborasi yang bertujuan untuk membangun kenyamanan (liveable) dan memiliki logika pasar (marketable), masih ada beberapa catatan strategis yang perlu ditinjau,” ujar Ketua Tim Perumus Konsep Bandung Barokah Yuana Ryan Tresna dalam rangka public expose konsep dan peta jalan Bandung Barokah (3/8) di RM. Sindang Reret Bandung.

Setidaknya ada sembilan hal yang disoroti oleh HTI Bandung, yaitu:
  1. Dengan konsep smart city (dan turunannya seperti Bandung Teknopolis), Bandung sedang membangun aspek materi (madaniyah) dan belum serius dalam pembangunan peradaban (hadharah) dari akar aqidah masyarakatnya.
  2. Inovasi sosial telah memberikan “kepuasaan” asumtif bagi warga dengan nilai kesenangan dan kesukacitaan yang relatif. Inovasi ini termasuk yang paling dipromosikan dan disambut baik oleh banyak kalangan.
  3. Kolaborasi telah membuka ruang kerjasama dengan banyak pihak termasuk swasta dalam membangun negara dengan konsep public private partnership (PPPs). Keterbatasan APBN/D dan kapasitas international network RK telah berhasil menarik banyak perusahaan (PPPs, investasi dan CSR) baik lokal maupun asing, sehingga makin terbukanya jalan bagi swasta untuk masuk dalam pembangunan infrastruktur layanan publik.
  4. Gagasan smart city bukan hanya berbicara ICT untuk public service yang bebas nilai, tetapi berpotensi membawa banyak nilai dari negara asalnya, paling tidak yang paling menonjol adalah perspektif bisnis dalam layanan publik.
  5. Impor happiness index tidak memberikan gambaran utuh tentang kebahagiaan dan bukan ukuran tiap individu. Kebahagiaan ditafsirkan dengan kesenangan dan kesukacitaannya (bukan ketenangan dan keridhoan). Ada pergeseran indikator pembangunan dari standar “sejahtera” menjadi “bahagia”; dan menggeser kebahagiaan dari yang hakiki menjadi kebahagiaan nisbi dan asumtif.
  6. Ada beberapa program yang baik (bantuan rakyat miskin, maghrib mengaji, dakwah di angkot, ayo membayar zakat, dll) tetapi belum menunjukan orientasi pembangunan, program tersebut belum komprehensif dan tidak kompatibel dengan keran kebebasan berekspresi yang justru diberikan ruang secara terbuka.
  7. Rencana program kurikulum “Bandung Masagi” masih perlu deskripsi, karena masih berupa gagasan filosofis. Bandung Masagi meliputi 4 basis: agama, bela negara, budaya sunda, dan cinta lingkungan.
  8. Walikota masuk dalam dikotomi Islam moderat-radikal, sehingga berpotensi memecah belah umat. Padahal Islam adalah satu model sebagaimana yang digambarkan dalam al-Qur’an. Pembedaan menjadi liberal, moderat, radikal, dst tidak dikenal dalam Islam.
  9. Bandung sesungguhnya masih banyak masalah (pergaulan bebas, prostitusi, miras, kriminalitas, kemacetan, transportasi publik, pemerataan pendapatan, banjir jalanan, dll).

Melek dan Berkicau

BKLDK juga mengkritisi terkait pembangunan fisik yang sudah dilakukan oleh Ridwan kamil hanya berorientasi pada pembangunan materi dan kesenangan yang memanjakan mata, tidak ada aturan khusus mengenai pergaulan. Maka sangat wajar jika bau bau liberalis selalu tercium di sudut-sudut taman nan indah kota kembang. Perbuatan mesum jelas sering terlihat karena umat difasilitasi untuk berbuat maksiat. Cobalah pemerintah berfikir menyeluruh (mustanir) berkaitan hal ini, agar tidak pembangunan tidak berdasarkan materi semata bahkan menguntungkan kaum borjuis-kapitalis aseng untuk menanamkan benih-benih modalnya.

Semakin dibukanya keran kebebasan dalam berekspresi di kota Bandung adalah pemicu yang melahirkan pemicu dikotomi pembangunan. Derasnya aliran liberalis juga semakin mengencangkan sabuk para kaum LGBT untuk berani tampil di muka umum. BKLDK selaku Intelektual muslim juga tidak berpangku tangan melihat proyeksi nakal yang mulai dibangun kaum terlaknat ini, berulang kali mengingatkan melalui opini dan aksi nyata di depan kantor walikota. Tak ayal jika pertarungan opini yang dibangun selalu berdampratan dengan kepentingan publik baik kepentingan proyeksi kapitalistik atau dalih hak asasi manusia.

Dari hal ini anak-anak kitalah sasaran tembak budaya pop gila yang hanya berorientasi fantasi belaka. Anak-anak tak lagi aman di luar sana, srigala-srigala pop-culture siap menerkam domba-domba labil pencari jati diri. Saat itu terjadi para orang tua sudah lupa apalah masalah mendasar dari sekelumit problem duka nestapa kejumudan manusia. Maka semua akan menyalahkan anak kembali sebagai sasaran tembak. Orang tua kaum proletar akan berfikir dua kali saat akan menyekolahkan buah hatinya untuk berangkat ke medan perang para intelektual di kota metro srigala pop. Memilih antara menguatkan iman dan memberangkatkan atau terkungkung untuk menjadi buruh murah di negeri sendiri. Lingkungan menjadi abnormal tatkala realitas ini dibenturkan dengan ekspektasi pragmatis yang di elu-elukan. Kaum opisisi lain yang bangkit atas dasar perutpun juga semakin merengsek masuk untuk mengambil hak suara. Kambali islam dibungkam atas dasar SARA...

Bukan Hanya Itu...

Fakta dilapangan pun mengatakan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota bandung belum merata secara aspek kesejahteraan sosial. Hal ini diungkapkan LDK KMM melalui data praktikum 1 Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun 2016 di 9 titik Kecamatan terdapat 21.731 orang dan keluarga dari 26 jenis Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial PMKS yang ada di kota Bandung. Problema lain terus mengintai dan menjelma menjadi perwujudan baru jika tak kunjung menemui solusi tuntas akar permasalahan. Di saat terlena umatlah imbas dari subculture budaya pop ini yang bergaung di Barat. Sudah tuntas semua lahir dari rahim demokrasi-liberalisme yang jelas dengan unsur sekuleristik bercokol kuat nan-dalam di tanah air. Maka hanya Islam yang mempunyai aturan menyeluruh dan secara nyata mampu mengatasi seluruh problematika hidup. Allah mengetahui manusia beserta kebutuhan dan permasalahannya dan sudah paket kompilt ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hanya orang-orang berfikiran kotor yang tak mau menjadikan itu sebagai solusi tuntas.

Harus diperhatikan pembangunan atau revolusi mental yang berdengung di kedua kuping ini hanya omong kosong dan big zero nol besar saat rezimnya masih berprilaku leberal-kapitalistik juga. aspek ruhiyah (spiritualitas), keimanan dan ketaatan kepada Allah harus ditancapkan kuat kepada generasi beserta umat secara menyeluruh. Menyatukan antara pembangunan materi (fisik) dan ruh (spiritual), sehingga bermakna-berpahala dan bernilai-bermanfaat. Pelaksanaan program dengan memberikan kemudahan dalam menjaga pergaulan dengan sistem pergaulan dalam Islam (An-Nizham Al-Ijtima’). Pembangunan juga harus berorientasi pada kemaslahatan publik dan keterikatan pada hukum syariah. Pemerintah juga harus memberikan perhatian serius pada masalah liberalisasi sosial budaya, seperti pergaulan bebas remaja dan perlindungan pada kehormatan perempuan dan keluarga, penyelamatan generasi, penguatan fungsi dan struktur keluarga, dan membangun budaya amar makruf nahi munkar. Menjadi sorotan utama bahwa hal ini adalah masalah bersama yang perlu dari berbagai pihak untuk mengentaskannya maka digagas khususnya oleh tim bandung barokah dan tim BKLDK Kota Bandung untuk membina para pemuda agar terhindar dari pergaulan bebas.

Maka hal ini akan berjalan dengan baik jika Islam diterapkan secara sempurna (Kaffah) hingga menyeluruh dalam sendi-sendi kehidupan dibawah sistem pemerintahan Khilafah yang mengikuti metode kenabian. [VM]

Posting Komentar untuk "BKLDK Kota Bandung: Survei Membuktikan…"

close