Demokrasi Itu Intoleransi


Oleh : Hanif Kristianto 
(Analis Politik dan Media)

Dikiranya umat Islam di Indonesia ini tak mampu memahami keberagaman dan perbedaan dalam kehidupan. Tak hentinya, orang-orang yang merasa peduli—hakikatnya menikam—pada Islam dan Umatnya, mencoba menawarkan gagasan baru. Survey dan penelitian pun dihasilkan. Ujungnya rekomendasi itu diberikan kepada penguasa yang memegang teguh status quo. Memang mudah melakukan survey dan penelitian, jika bersumber dari dana tak terbatas. Di samping itu, ketika lembaga penelitian itu berkolaborasi dengan lembaga asing dan pemerintahan.

Ada beberapa hal yang saat ini betul-betul dipantau oleh penguasa yaitu, intoleransi, radikalisme, demokrasi, dan penguatan wawasan kebangsaan. Hal tersebut dilakukan mengingat rezim Jokowi-JK saat ini digoyang dari beragam arah. Tak luput pula, beragam kepentingan melingkupi rezim yang sarat dengan traksaksional. Ibaratkan orang, maju kena mundur kena. Apes dan sial pada waktunya.

Karakter rezim Jokowi-JK, khususnya dalam sistem politik demokrasi, tak ubahnya akan senantiasa rapuh. Mengingat demokrasi di Indonesia dan seluruh dunia adalah gambaran buruk dari sistem pemerintahan yang ada. Kian hari kian ke mari, kebobrokan dan kebrutalan rezim demokrasi yang diterapkan di Indonesia menunjukan hasilnya. Payah dan kian parah. Rakyat yang hidup dalam alam demokrasi pun merasakan pil pahit yang harus ditelan mentah-mentah.  Giliran rakyat memiliki sistem politik lain, misalnya Politik Islam dan Khilafah, demokrasi mencoba membungkam dan menutupinya. Seolah-olah demokrasi adalah pilihan terbaik dan tidak ada pilihan lain, selain otoritarian, oligarki, sosialisme, dan liberalisme.

Umat Islam yang Tertuduh

Ujian terberat bagi umat Islam di Indonesia dan dunia adalah menghadapi kenyataan pahit dengan tuduhan satir dan negatif. Umat Islam dianggap intoleran, radikal,terbelakang, terorisme, dan un-demokratis. Tuduhan busuk itu diharapkan agar umat Islam sebagai yang tertuduh. Tujuannya umat Islam mau mengikuti sikap-sikap yang telah direkomendasikan oleh intelektual dan ulama’ yang terbeli. Serta ancaman-ancaman dari rezim status quo agar umat Islam diam, tertidur dan bermimpi. Rezim negeri ini pun sama, mencoba mengubur Islam dan ideologinya, serta menyuburkan ide-ide di luar Islam. Pantas mereka pun menyodorkan toleransi, HAM, dan demokrasi sebagai solusi. 

Untuk mengokohkah toleransi ala Barat, beragam acara dilakukan di negeri ini. Pertemuan skala internasional di helat besar-besaran. Demi menghasilkan rekomendasi yang menjadikan umat Islam tidak bangkit. Dewan legislatif didorong untuk merevisi UU yang bertentangan dengan semangat toleransi dan perdamaian. Mereka pun mendorong untuk menjebak kelompok yang berlatar belakang Islam, untuk memperkuat pengarunya dan memahamkan anggotanya terhadap nilai toleransi dan perdamaian.

Sesungguhnya umat harus paham bahwa toleransi ala Barat adalah upaya untuk mentoleransi pemahaman salah dari luar Islam. Selanjutnya umat Islam akan digiring ke arah pemahaman yang salah pada agamanya sendiri. Naifnya, umat Islam sedikit demi sedikit meninggalkan sumber Islam yang agung nan mulia ini. Bagi Umat Islam toleransi yang sesungguhnya sudah dijelaskan dalam makna LAKUM DIINUKUM WA LIYADDIN (bagimu agamamu dan bagiku agamaku). Umat Islam selama hidupnya tidak akan pernah mentolelir segala bentuk kemungkaran dan penistaan kepada Islam dan umatnya. Aqidah Islam menjadi sandarannya. Ketika umat Islam hidup mayoritas, serta merta mereka akan melindungi minoritas. Dalam lintasan sejarah di manapun berada, sikap umat islam demikian. Sebaliknya, sejak dahulu hingga sekarang, ketika umat Islam menjadi minoritas, mereka ditindas dan dihinakan agamnya. Sudah banyak bukti. Ketika umat Islam di Barat dianggap sumber radikalisme. Umat Islam Rohingnya di Myanmar diusir dan terkatung-katung di laut. 

Lantas, ketika umat Islam menuntut  haknya dianggap tak tahu diri. HAM(Hak Asasi Manusia) hanya dagangan untuk memuluskan penjajahan dan menjatuhkan martabat umat Islam. Barat yang mempropagandakan HAM justru menjadi pelanggar HAM terberat. HAM sesungguhnya bukan untuk Islam. Buktinya, berkali-kali harta, darah, jiwa, dan nyawa umat Islam ditumpahkan pejuang HAM tak pernah membela. Bahkan mereka pun menyerang syariah Islam yang agung dengan tuduhan keji dan tak manusiawi. Mereka bilang “Hanya Tuhan yang Berhak Menyabut Nyawa Manusia” ketika menyerang hukuman mati. Anehnya, mereka tak satu pun mengambil hukum Syariah Islam dalam kehidupan. Dualisme dan antagonisme dalam kehidupan. 

Umat islam sejatinya menyadari bahwa yang ada adalah Hak Asasi Syariah atas Manusia. Manusia hidup di alam semesta ini seharusnya diatur dari Allah Swt yang telah menciptakan manusia. Hukum-Nya tak pernah menyelisihi, bahkan paling adil dan bersih. Itulah wujud ketaatan dan kepatuhan atas dasar iman, bukan akal semata dan hawa nafsu. Justru ketika manusia diminta membuat hukum atas kedaulatan manusia, sebagaimana demokrasi, kerusakanlah yang terjadi.

Menarik sebagaimana ungkapan Plato, demokrasi yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin. Karena salah mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau anarki. Aristoteles pun menambahkan, demokrasi adalah pemerintahan dari orang-orang yang tidak tahu sama sekali tentang soal-soal pemerintahan.

Secara subtantif dan empiris, demokrasi menjadi alat masuk penjajahan. Demokrasi menjadi jargon bersama, seolah merupakan sistem terbaik. Padahal Plato dan Aristoteles menjelaskan demikian. Inilah bukti kesekiankalinya bahwa penerapan demokrasi dijadikan alasan untuk menjauhkan umat Islam dari politik Islam. Sayangnya, ada beberapa kalangan yang masih menganggap demokrasi itu Islami. Meski anggapan itu tidak secara keseluruhan. Terlalu naif jika menyamakan Islam dengan demokrasi sebatas pada syura (musyawarah).

Islam telah memiliki bentuk politiknya. Politik Islam inilah yang telah dijalankan sejak masa Rasulullah SAW, khulafa’ur rasyidin, hingga khalifah berikutnya. Umat Islam sesungguhnya mempunyai rumah besarnya, yakni KHILAFAH. Pada awalnya umat Islam tidak mengenal demokrasi. Seiring ketiadaan Khilafah dan upaya demokratisasi Barat di negeri jajahannya, demokrasi dipandang sebagai angin segar untuk lepas dari otoritarian dan dikatatorisme. Maka bagi umat Islam, Khilafahlah model negara terbaik yang mampu menyejahterahkan rakyatnya.

Bangkit Untuk Melawan

Wahai umat Islam, sesungguhnya agamamu ini telah diridhoi Allah SWT. Rasul Muhammad SAW merupakan utusan mulia. Kitab dan sunnahmu merupakan sumber kebaikan bagi seluruh alam. Sesungguhnya umat islam memiliki identitasnya sendiri, tanpa perlu diwarnai identitas lain. Sikap berpegang teguh kepada Islam, bukanlah sumber radikalisme dan intoleran. Justru sikap umat islam jelas bahwa yang haq itu benar, dan yang bathil itu salah.

Bangkit untuk melawan merupakan upaya nyata yang harus dilakukan umat Islam. Jangan mudah terbodohi dengan slogan murahan atas nama toleransi, HAM, dan Demokrasi ala Barat. Jangan ajari kami dengan ide-ide busuk itu. Sebaliknya yang harus dilakukan adalah membongkar segala kepalsuan dari ide-ide itu. Serta menjelaskan ketinggian Islam di atas segalanya. Perlunya upaya penyadaran di tengah-tengah umat harus terus dilakukan. Ketika layar perjuangan meninggikan Islam sudah terkembang, pantang surut bagi pejuang mundur ke belakang! [VM]

Posting Komentar untuk "Demokrasi Itu Intoleransi"