Dibalik Satu Medali Emas Olimpiade
Oleh : Lilis Holisah, S.Pd.i
(DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Provinsi Banten)
Indonesia meraih medali emas satu-satunya dari cabang olahraga bulutangkis yang disumbangkan pasangan Tantowi Ahmad dan Liliyana pada olimpiade 2016 yang berlangsung di Rio de Jeneiro, Brasil. Perolehan medali Indonesia adalah satu emas dan dua perak. Kedatangan para atlet penyumbang medali tersebut disambut dengan meriah sesampainya di Indonesia. Perolehan medali tersebut menjadikan Indonesia berada di peringat ke 46. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia berada di bawah Thailand (peringkat 35) dan di atas Vietnam (48) dan Singapura (peringkat 54) yang juga meraih medali emas.
Medali emas yang tak seberapa nilainya itu -dibandingkan dengan gunung emas yang ada di Papua- diperebutkan dengan susah payah. Bahkan sepertinya pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga menaruh harapan besar terhadap medali emas olaharaga tertinggi dunia tersebut. Sementara di sisi lain, gunung emas Papua dibiarkan dirampok oleh PT Freeport – perusahaan asal Amerika Serikat. Satu medali emas tersebut menjadi kebanggaan Indonesia. Lebih bangga dibanding memiliki 3 gunung emas di ujung timur Indonesia – Papua. Ya, dibalik satu medali emas yang dibawa pulang Indonesia, ada jutaan ton emas Papua yang dibawa pergi dari Indonesia ke Amerika.
Ketika kehidupan manusia saat ini dipimpin oleh ideologi kapitalisme, dengan asas manfaat sebagai pandangan hidupnya, maka orientasi hidup manusia pun berhasil disesatkan. Mereka hidup untuk kesenangan duniawi dan materi.
Dalam ideologi kapitalisme, semua aset dikapitalisasi demi meraup keuntungan. Sumber daya air di kapitalisasi, barang tambang dikapitalisasi, minyak dan gas bumi dikapitalisasi, pendidikan dan kesehatan, dan olahraga pun akhirnya dikapitalisasi. Dunia olahraga disulap menjadi industri untuk mewujudkan ambisi materi, duniawi dan polularitas.
Selain itu, di dalam Kapitalisme, para olahragawan dan atlet pun telah menjelma menjadi selebritas, diburu oleh media dan penggemar. Kemudian diikuti dengan iklan dan pendapatan yang melimpah. Inilah industri olahraga yang telah keluar dari konteksnya untuk menjaga kebugaran tubuh agar tetap sehat dan melatih kekuatan fisik untuk persiapan berjihad di jalan Allah. Di negara-negara Barat, olahragawan dan atlet pun terlibat skandal seks, minuman keras, kecanduan obat dan moralitas.
Kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang saat ini diterapkan di banyak negara di dunia, sama sekali tidak mengindahkan kesejahteraan sosial, kepentingan bersama, kepemilikan bersama ataupun yang semacamnya. Maka, meski Indonesia memiliki emas yang nilainya jutaan ton, tidak menjadikan rakyatnya hidup dalam kesejahteraan. Bahkan penguasa negeri ini memberikan ijin perampokan besar-besaran kepada Freeport terhadap emas Papua.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan ijin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia hingga 11 Januari 2017. Izin ekspor konsentrat Freeport sebelumnya telah berakhir pada 8 Agustus 2016.
Surat Persetujuan Ekspor (SPE) konsentrat untuk Freeport telah dirilis Kementerian Perdagangan. Freeport mendapat kuota ekspor konsentrat sebanyak 1,4 juta metrik ton, dengan kewajiban membayar bea keluar sebesar 5%.
Menurut Kementerian ESDM, pemberian rekomendasi perpanjangan izin ekspor kepada Freeport karena disertai syarat dikenakan bea keluar sebesar 5% dari nilai ekspor. Selain itu, perpanjangan izin ekspor konsentrat diberikan agar tak terjadi penumpukan produksi.
Islam sebagai sebuah ideologi yang shahih –berasal dari Tuhan pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan- bukannya melarang manusia untuk melakukan olah raga. Namun Islam memiliki seperangkat aturan yang mengatur persoalan kehidupan secara totalitas, termasuk dalam persoalan olahraga dan perlombaan, sehingga kehidupan umat manusia bisa berjalan harmonis.
Dalam Islam, olahraga berguna untuk mempertahankan diri dan menyerang lawan. Karena Islam memerintahkan umatnya untuk berjihad. Jihad adalah ujung tombak Islam (dzarwah sanam al-Islam) dan cara yang disyariatkan oleh Allah untuk meraih kemuliaan di dunia dan akhirat. Jihad jelas membutuhkan persiapan, antara lain kebugaran badan. Kebugaran badan ini bisa diperoleh dengan berolahraga misalnya sepak bola, menembak, berenang, berlari dan lain-lain.
Hanya saja, olahraga tersebut bukan untuk olahraga itu sendiri, sehingga tidak untuk diperlombakan, sekaligus menjadi ajang pertunjukan, tontonan dan bisnis seperti halnya Olimpiade dan sejenisnya. Karena tradisi perlombaan seperti ini tidak ada dalam budaya Islam. Budaya ini merupakan budaya Yunani, dengan gimnasiumnya, dan ada sebelum Islam. Ketika Islam berkuasa, budaya dan tradisi seperti ini tidak pernah ditemukan dalam kehidupan Islam. Karena itu, apa yang kini berlangsung di tengah-tengah kaum Muslim, sesungguhnya bukan warisan budaya Islam dan bertentangan dengan cita-cita Islam.
Dimanapun manusia berada, ia selalu membawa fitrahnya sebagai manusia, menginginkan kehidupan yang sejahtera dan aman. Namun realitas tak selalu sesuai dengan harapan.
Realitas kekinian, ketika Ideologi kapitalisme yang diterapkan di tengah-tengah umat manusia, fitrah ingin hidup dengan sejahtera ibarat mimpi di siang bolong. Hidup sejahtera laksana menggantang asap. Kehidupan sejahtera hanya layak didapatkan oleh orang-orang berkantong tebal. Sementara rakyat miskin dibiarkan hidup dalam kemiskinannya.
Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia memiliki sebuah sistem kehidupan yang lengkap. Politik Pemeritahan Islam didedikasikan untuk melayani kepentingan masyarakat. Sebab, hakikat dari politik Islam adalah ri’ayah su’un al-ummah (pengurusan urusan umat) yang didasarkan pada syariah Islam. Karena itu, penguasa dalam Islam bagaikan penggembala (ra’in) dan pelayan umat (khadim al-ummah).
Dalam Islam, penguasa hadir untuk menerapkan hukum-hukum Islam; memastikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok setiap individu masyarakat seperti pangan, sandang dan papan; menjamin pendidikan yang bermutu tinggi dan kesehatan yang layak untuk masyarakat secara gratis; memastikan hukum tegak dan keamaan rakyat terjaga.
Prinsip kedaulatan di tangan syariah akan menjamin pelayanan masyarakat ini berjalan baik karena masyarakat diurus berdasarkan syariah Islam. Kedaulatan syariah ini akan menutup intervensi manusia untuk membuat kebijakan hukum maupun politik yang didasarkan pada kepentingan kelompok, hawa nafsu, atau kekuatan modalnya seperti dalam sistem demokrasi yang meletakkan kedaulatan di tangan manusia.
Islam yang diterapkan dalam sebuah negara akan mengatur permasalahan ekonomi umat. Sistem ekonomi negara dibangun atas pondasi akidah Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, negara harus mengeluarkan kebijakan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok setiap individu rakyat (sandang, pangan dan papan). Rakyat didorong untuk bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan itu semua. Jika belum terpenuhi, keluarganya wajib membantu. Jika masih belum cukup, negara akan turun tangan. Tidak boleh ada individu rakyat yang mati kelaparan, atau hidup dalam kedingingan karena tidak memiliki pakaian dan rumah.
Pembiayaan kebutuhan negara berdasarkan Syariah, dibiayai dari harta kekayaan yang melimpah yang dimiliki seperti tambang emas Freeport, Blok gas di Mahakam Kaltim, Blok Cepu, Natuna, Newmont, dan lainnya. Maka tak semestinya Indonesia mengemis ‘recehan’ emas olimpiade sementara gunung emas dijarah habis-habisan oleh Amerika. Kembalikan kewibawaan Indonesia dengan kembali kepada Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. [VM]
Posting Komentar untuk "Dibalik Satu Medali Emas Olimpiade"