Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengampunan Pajak Bagi Pengemplang Pajak


Oleh : Nina Marina, A.Md

Pada tanggal 18 Juli 2016 yang lalu, Pemerintahan Jokowi mulai memberlakukan pengampunan pajak atau tax amnesty. Peraturan ini tertuang pada Undang-undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang diundangkan pada 1 Juli 2016. Tax amnesty ini diperuntukkan bagi para pengusaha atau konglomerat yang sudah lama tidak membayar pajak dan menyimpan uang/hartanya di luar negeri. Menurut UU itu, pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. 

Adapun latar belakang Pemerintah mengusulkan RUU Tax Amnesty ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, yaitu (1) banyaknya wajib pajak yang belum melaporkan hartanya di dalam dan luar negeri serta belum dikenai pajak di Indonesia, (2) rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakan, dan (3) menurutnya, aturan tax amnesty dibutuhkan karena DJP memiliki kewenangan yang terbatas pada akses data perbankan. Selain itu, menurut Pemerintah tax amnesty ini bertujuan mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta seperti perbaikan nilai rupiah, penurunan suku bunga, dan penigkatan investasi. 

Benarkah dibalik  tax amnesty ini hanya sekedar motif ekonomi, ataukah ada motif yang lain? Beberapa pengamat atau kalangan menilai ada hal lain yang tak terungkap dari alasan keluarnya kebijakan tax amnesty ini. Di antara mereka menuding ada kepentingan lain di luar faktor ekonomi semata untuk meningkatkan penerimaan pajak. Kepentingan itu adalah kepentingan balas jasa kepada para konglomerat hitam yang dulu telah berjasa mengantarkan rezim ini ke tampuk kekuasaan. Lebih jauh lagi, menurut Salamudin Daeng, Kepala Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno, tax amnesty ini menguntungkan para pengemplang pajak, diantaranya  (1) pengemplang BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), (2) orang-orang yang melakukan kejahatan pajak (manipulator pajak) di dalam negeri dan (3) orang-orang yang melakukan bisnis ilegal, seperti prostitusi, judi, narkoba, money laundring, dll. 

Sungguh hal ini merupakan kedzaliman atau ketidakadilan bagi rakyat karena selama ini rakyat dipaksa untuk membayar pajak, dan dikenakan denda jika tak membayar pajak. Sementara penguasa berpihak kepada para pengusaha yang jelas-jelas sebelumnya tidak ikut andil membiayai pembangunan. Namun inilah dampak penerapan sistem kapitalisme. Kekayaan negara diserahkan kepada asing. Sementara negara tak memiliki pendapatan. Akhirnya rakyat jadi andalan. Jadilah negara memeras rakyat melalui pajak. Dan pajak menjadi pilar utama pendapatan negara. Kondisi ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Sebab, pajak bukanlah pendapatan tetap negara. Pajak hanya dipungut pada waktu tertentu ketika kas negara kosong, dan khusus hanya diambil dari orang kaya saja. Sementara pendapatan negara berasal dari sumber-sumber lain yang ditetapkan oleh syara'. [VM]

Posting Komentar untuk "Pengampunan Pajak Bagi Pengemplang Pajak "

close