Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demokrasi Menyuburkan Rasisme dan Anti Muslim di Eropa


Oleh : Taufik Setia Permana 
(Aktivis Islam Universitas Negeri Malang)

Perkembangan Islam di Eropa menunjukan angka pertumbuhan yang luas biasa. Peningkatan angka pertumbuhan secara konstan naik setiap tahunnya dan ini berdampak pada peningkatan jumlah penduduk muslim di Eropa. Kekhawatiran akan peningkatan jumlah penduduk muslim inilah yang mendorong sebagian masyarakat di Inggris untuk mendukung agar Inggris keluar dari Uni Eropa. Sebenarnya para pemimpin Eropa semakin khawatir dengan semakin pesatnya perkembangan Islam disana setelah tahun 1980-an lalu. Bahkan di Perancis, jumlah umat Islam mencapai 8 juta orang dengan 2.000 masjid di seantero negeri. 

Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Perancis mencapai 8 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Perancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian Jerman sekitar 4 juta jiwa dan Inggris sekitar 3 juta jiwa.

Peran imigran Muslim yang cukup luas dengan mendirikan berbagai organisasi membuat pemerintah Perancis khawatir, sehingga pintu keimigrasian bagi buruh beragama Islam pun makin dipersempit. Meski demikian, arus pengungsi dari negara-negara konflik di Timur Tengah tetap meningkat.

Fakta di Eropa menunjukkan, menguatnya kelompok Katolik dan Kristen fundamentalis di Eropa, sementara kelompok moderatnya semakin tersingkir. Mereka mengeneralisir kalau serangan itu dilakukan oleh umat Islam padahal hanya oleh segelintir oknum, sehingga kebencian kelompok fundamentalis Kristen dan Katolik semakin meningkat bahkan mereka siap mengusir umat Islam dari daratan Eropa sebagaimana pernah terjadi di Andalusia (Spanyol) pada abad ke 15 lalu.Kebencian yang semakin hari semakin menggelora didalam hati masyarakat Prancis diakibatkan oleh beberapa kejadian penyerangan beberapa lusa yang tanpa ada angin badai langsung dituduhkan kepada umat muslim. Peristiwa kebencian terhadap Islam dilaporkan meningkat tajam pada tahun lalu menjadi 429 dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya sebanyak 133 kejadian. Dilansir oleh BBC (04/0516)
Gerakan anti-Islam makin disuarakan Front Nasional. Marine Le Pan, pemimpin Front Nasional menyatakan aksi teror yang meningkat terkait fundametalisme Islam merupakan fakta yang tidak dapat dibantahkan. Le Pen menyatakan, orang-orang Perancis "tidak lagi aman" dan menyerukan untuk mengendalikan wilayah perbatasan.

Deskriminasi sosial yang dialami kaum muslim kian nyata ketika kebijakan pemerintah melarang umat muslim untuk menjalankan syariatnya. Pelarangan menutup aurat bagi muslimah menjadi hal yang menjadi sorotan, seolah-olah pemerintah Prancis lebih menghargai wanita telanjang daripada wanita yang mencoba untuk menutupi kehormatannya. Baru saja pemerintah Prancis menurunkan kebijakan baru memberikan sanksi muslimah untuk menggunakan pakain burkini atau baju renang tertutup. Dalam ketetapan di Cannes (Salah satu kota di Prancis), siapa pun yang tertangkap melanggar larangan burkini, diancam denda sebesar €38 (sekitar Rp550.000). Namun mulanya mereka akan diminta untuk mengganti burkini mereka dengan kostum renang lain atau pergi dari pantai, dilansir oleh BBC (14/08/16).

Peran media massa yang ditunggangi beberapa kepentingan berperan sangat vital untuk menyebarkan pemberitaan yang menyudutkan kaum muslimin. Charlie Hebdo, media rasis tersebut sering menyudutkan kaum muslimin dengan karikatoor yang kontroversi. Namun media-media tersebut tidak lain hanya untuk memancing amarah kaum muslimin untuk bertindak arogan sehingga dari tindakan tersebut akan di blow up bahwa Islam agama yang mengajarkan kekerasan. Pemaksaan untuk melabeli kaum muslimin sebagai agama radikal semakin terlihat nyata dengan peristiwa penyerangan yang disutradarai oleh para pejabat yang kawatir akan kebangkitan Islam.

Lihatlah pernyataan mereka terhadap kekawatiran mereka atas kebangkitan Islam. Perdana Menteri Inggris (1906), Henry Bennerman mengungkapkan“Ada sebuah negara (Khilafah Islamiyah) yang mengendalikan kawasan kaya akan sumber daya alam. Mereka mendominasi pada persilangan jalur perdagangan dunia. Tanah mereka adalah tempat lahirnya peradaban dan agama-agama. Bangsa ini memiliki keyakinan, suatu bahasa, sejarah dan aspirasi sama. Tidak ada batas alam yang memisahkan mereka satu sama lainnya. Jika suatu saat bangsa ini menyatukan diri dalam suatu negara; maka nasib dunia akan di tangan mereka dan mereka bisa memisahkan Eropa dari bagian dunia lainnya (Asia dan Afrika). Dengan mempertimbangkan hal ini secara seksama, sebuah “organ asing” harus ditanamkan ke jantung bangsa tersebut, guna mencegah terkembangnya sayap mereka. Sehingga dapat menjerumuskan mereka dalam pertikaian tak kunjung henti. “Organ” itu juga dapat difungsikan oleh Barat untuk mendapatkan objek-objek diinginkan”.

Hal ini membuktikan umat Islam tanpa adanya khilafah tidak akan memiliki kewibawaan dimata orang-orang kafir yang memusuhi Islam. Kesalah pahaman mereka terhadap Khilafah yang mereka anggap sebagai negara yang kaku dan keras menyebabkan mereka enggan diatur dengan syariat Islam. [VM]

Posting Komentar untuk "Demokrasi Menyuburkan Rasisme dan Anti Muslim di Eropa"

close