Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dibalik Timbunan Utang Negara: Indonesia Disetir Negara Donor


Oleh: Ulfiatul Khomariah
(Mahasiswi S1 Sastra Indonesia FIB Universitas Jember)

Berdasarkan data Kementrian Keuangan pada Juli 2016, utang pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya menembus angka Rp3.362,74 triliun. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017, posisi defisit keseimbangan primer tercatat mencapai Rp111,4 triliun. Ini menandakan bahwa utang yang ditarik oleh pemerintah digunakan untuk membayar beban bunga utang (detikfinance.com).

Mari kita cermati posisi utang Indonesia. Pada September 2015, utang pemerintah tercatat Rp3.005,51 triliun. Posisi ini berarti naik hingga Rp94,1 triliun dari Agustus 2015. Menutup tahun 2015, utang pemerintah ada di angka Rp3.165 triliun. Jumlahnya terus meningkat hingga Mei 2016 menembus Rp3.323 triliun. Angka ini lebih kecil dari total aset pemerintah. Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), total aset pemerintah pusat mencapai Rp5.163 triliun. (tirto.id 11/07/2016)

Secara nasional, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia lebih besar lagi. Utang luar negeri ini mencakup utang pemerintah, Bank Indonesia (BI), serta swasta. Pada 2010, ULN Indonesia mencapai 202,413 miliar dolar. Jumlahnya kemudian meningkat secara berturut-turut: 225,375 miliar dolar (2011), $252,364 miliar dolar (2012), 266,109 miliar dolar (2013), 293,328 miliar dolar (2014), 309,935 miliar (2015), dan 318,979 miliar dolar (April 2016). (tirto.id 11/07/2016)

Utang merupakan konsekuensi dari APBN yang terus menerus mengalami defisit. Defisit muncul karena pembiayaan tidak sebanding dengan pengeluaran. Ibaratnya besar pasak daripada tiang. Melihat data angka utang Indonesia yang terus menerus membengkak, muncul beberapa pertanyaan di benak kita, ada apa dibalik timbunan utang negara? Mengapa pemerintah terus menerus berutang? Kalau kita simak pengalaman dan sejarah, betapa susahnya kita menentukan arah pembangunan yang di cita-citakan negeri ini. Penyebabnya adalah term and condition atau syarat yang ditetapkan oleh si rentenir (negara-negara donor). Terlihat jelas adanya indikator-indikator baku yang ditetapkan oleh Negera-negara donor, seperti arah pembangunan yang ditentukan. Baik motifnya politis maupun motif ekonomi itu sendiri. Misalnya kita ketahui bahwa di dalam CGI, selama ini Amerika Serikat dan Belanda dikenal sangat vokal saat menekankan sejumlah persyaratan kepada Indonesia. Padahal, jumlah pinjaman yang mereka kucurkan tak banyak, tak sebanding dengan kevokalannya. Sialnya, AS dan Belanda mampu memprovokasi anggota CGI lainnya untuk mengajukan syarat-syarat yang membebani Indonesia. 

Pada akhirnya arah pembangunan Indonesia memang penuh kompromi dan disetir, membuat Indonesia makin terjepit dan terbelenggu dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara donor. Hal ini sangat beralasan karena mereka sendiri harus menjaga, mengawasi dan memastikan bahwa pengembalian dari pinjaman tersebut plus keuntungan atas pinjaman, mampu dikembalikan. Alih-alih untuk memfokuskan kesejahteraan rakyat, pada akhirnya hanya sebatas konsep. Kebijakan tersebut juga membuat rakyat semakin terjepit karena pengembalian pinjaman diambil dari pendapatan negara yang seharusnya dikembalikan kepada rakyat yaitu kekayaan negara hasil bumi dan pajak.

Sampai saat ini kita tidak melihat adanya usaha yang serius dari pemerintah Indonesia untuk berinisiatif mendesak negara-negara donor, sekalipun hanya untuk merumuskan proposal pengurangan/penghapusan utang. Padahal bahaya langsung dari utang yaitu cicilan bunga yang semakin mencekik, dan dampak yang paling hakiki dari utang yaitu hilangnya kemandirian karena terbelenggu dengan arah pembangunan negeri, oleh si pemberi pinjaman/negara donor. 

Akar Sebab: Kapitalisme-Demokrasi

Pepatah mengatakan tidak akan ada asap jika tidak ada api, tidak akan ada akibat jika tidak ada sebab. Jika kita telaah lebih mendalam lagi, ideologi demokrasi dengan kapitalisme sebagai basis kekuatan yang dikembangkan dunia terutama Amerika, Eropa dan negara-negara maju, punya pengaruh yang kuat terhadap utang ini. Karena dalam alam demokrasi, utang telah menempati peran penting melalui mekanisme ekonomi kapitalis.

Dalam konsep kapitalisme yang sudah kita pelajari mulai kita sekolah sampai dengan tingkat praktisi, sudah diarahkan dan dibenamkan pemikiran kita bahwa utang mengambil peranan yang penting dari mulai penempatan modal awal yang akan digunakan untuk memulai suatu usaha sampai dengan ekspansi bisnis yang dilakukan oleh individu maupun perusahaan. Ini sudah menjadi jalan yang shohih dan sharih dalam kehidupan sekarang ini. Padahal tanpa terasa didalamnya mengandung riba karena adanya perhitungan time value of money. Kita bisa lihat hal ini dalam skala kecil industri menengah, multinasional, baik usaha biasa maupun di perusahaan di bursa hingga pemerintah.

Konsep tersebut diterapkan dengan asumsi bahwa baik individu mau pun perusahaan tidak akan memiliki cukup uang untuk melakukan rencana ekspansi/perluasan usaha, sehingga sudah menjadi hal yang lumrah untuk mencari pinjaman. Bukannya menunggu dari akumulasi keuntungan. Kalau kita telaah kiprah perbankan dalam 307 tahun terakhir, dimana sektor perbankan telah berkembang sampai memainkan peran kunci dalam kehidupan ekonomi, karena perbankan menjadi alat untuk mengumpulkan dana dari masyarakat kemudian diberdayagunakan dalam proses pinjam meminjam atau utang piutang.

Solusi Tuntas Utang Dalam Islam

Utang yang terkait dengan individu hukumnya mubah, untuk itu setiap individu boleh berutang kepada siapa saja yang dikehendaki, berapa yang diinginkan baik kepada sesama rakyat maupun kepada orang asing. seperti yang diungkapkan dari hadist :

Dari Rafi’ berkata, Nabi saw meminjam lembu muda, kemudian Nabi saw menerima unta yang bagus, lalu beliau menyuruhku melunasi utang lembu mudanya kepada orang itu. Aku berkata “Aku tidak mendapati pada unta itu selain unta yang ke empat kakinya bagus-bagus. Beliau bersabda berikan saja ia kepadanya, sebab sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling baik ketika melunasi utangnnya.

Hanya saja, apabila utang atau bantuan-bantuan tersebut membawa bahaya maka utang tersebut diharamkan. Hal ini mengacu kepada kaidah :

Apabila terjadi bahaya (kerusakan) akibat bagian diantaranya satuan-satuan yang mubah, maka satuan itu saja yang dilarang.

Adapun berutangnya negara, maka hal itu seharusnya tidak perlu dilakukan, kecuali untuk perkara-perkara yang urgen dan jika ditangguhkan dikhawatirkan terjadi kerusakan atau kebinasaan, maka ketika itu negara dapat berutang, kemudian orang-orang ditarik pajak dipakai untuk melunasinya. Atau kalau memungkinkan digunakan dari pendapatan negara yang lain. Status negara berutang itu mubah dalam satu keadaan saja, yaitu apabila di baitul mal tidak ada harta, dan kepentingan yang mengharuskan negara hendak berutang adalah termasuk perkara yang menjadi tanggung jawab kaum muslimin, dan apabila tertunda/ditunda dapat menimbulkan kerusakan. Inilah dibolehkannya negara berutang, sedangkan untuk kepentingan lainnya mutlak negara tidak boleh berutang.

Untuk proyek infrastruktur, tidak termasuk perkara yang menjadi tanggung jawab kaum muslimin, namun termasuk tanggung jawab baitul mal, yaitu termasuk tanggung jawab negara. Oleh karena itu negara tidak boleh berutang demi untuk kepentingan pembangunan proyek baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Sedangkan untuk pengelolaan dan penanaman modal asing diseluruh negara tidak dibolehkan termasuk larangan memberikan monopoli kepada pihak asing. Larangan seluruh kegiatan tersebut adalah karena aktivitas tersebut terkait langsung atau dapat menghantarkan pada perbuatan yang haram. Baik itu penanaman modal asing melalui bursa saham adalah haram sebab kegiatan dibursa saham adalah haram. Ataupun utang untuk investasi pembangunan. Karena pengelolaan modal dengan jalan utang dari pihak asing juga dilarang sebab terkait dengan aktivitas riba yang diharamkan.

Dengan demikian, utang luar negeri dengan segala bentuknya harus ditolak. Kita tidak lagi berpikir bisakah kita keluar dari jeratan utang atau tidak. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana upaya riil untuk menghentikan utang luar negeri yang eksploitatif itu.

Pertama, kesadaran akan bahaya utang luar negeri, bahwa utang yang dikucurkan negara-negara kapitalis akan berujung pada kesengsaraan. Selama ini, salah satu penghambat besar untuk keluar dari jerat utang adalah pemahaman yang salah tentang utang luar negeri. Utang luar negeri dianggap sebagai sumber pendapatan, dan oleh karenanya dimasukkan dalam pos pendapatan Negara. Kucuran utang dianggap sebagai bentuk kepercayaan luar negeri terhadap pemerintah. Sehingga, semakin banyak utang yang dikucurkan, semakin besar pula kepercayaan luar negeri terhadap pemerintahan di sini. Demikian juga pemahaman bahwa pembangunan tidak bisa dilakukan kecuali harus dengan utang luar negeri.

Kedua, keinginan dan tekad kuat untuk mandiri harus ditancapkan sehingga memunculkan ide-ide kreatif yang dapat menyelesaikan berbagai problem kehidupan, termasuk problem ekonomi. Sebaliknya mentalitas ketergantungan pada luar negeri harus dikikis habis. Sejumlah program yang dicanangkan negara donor berpotensi menambah jumlah kaum miskin. Program-program yang diajukan di bidang politik dan ekonomi antara lain : (1) standarisasi Gaji (juga upah buruh) sehingga kenaikannya dibatasi dapat diatur dengan undang-undang. Padahal ini akan kontradiktif dengan daya beli, karena situasi yang mengakibatkan harga membumbung sementara gaji mengalami pelambatan; (2) kebijakan di bidang kesehatan, dimana subsidi dikurangi yang mengakibatkan tarif layanan kesehatan RS milik pemerintah melonjak. Dan mengeluarkan kebijakan kartu miskin mampu menyelesaikan masalah, padahal masalah sebenarnya ada pada kum marginal, dimana tidak termasuk golongan masyarakat miskin; (3) Adanya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, yang mengakibatkan biaya pendidikan Perguruan Tinggi makin mahal dan makin tidak terjangka masyarakat miskin dan marginal; (4) Subsidi BBM harus dihilangkan; (5) Merosotnya nilai mata uang. Kondisi ini akan menyebabkan ekspor besar-besaran dan menurunnya konsumsi dalam negeri. Pasar dalam negeri akan mengalami kelangkaan barang akibat ekspor berlebihan. Langkanya barang, jelas dapat melambungkan harga; (6) Liberalisasi ekonomi terhadap pihak luar negeri. Kebijakan ini akan memberi kesempatan kepada perusahaan-perusahaan multinasional untuk melebarkan sayapnya di sini. Akibatnya, bukan saja keuntungan besar yang mengalir ke luar negeri, namun juga dapat mematikan perusahaan lokal. Tentu saja hal ini akan dapat memancing kerusuhan sosial yang ujung-ujungnya akan membuat rakyat menderita. Apalagi dalam penerapan kebijakan pemerintah ini, tak jarang dibarengi dengan politik represif atau kekuatan militer yang kejam (Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga: Menelaah Kegagalan Pembangunan di Negara Berkembang, hal. 99).

Ketiga, menekan segala bentuk pemborosan negara, baik oleh korupsi maupun anggaran yang memperkaya pribadi pejabat, yang bisa menyebabkan defisit anggaran. Proyek-proyek pembangunan ekonomi yang tidak strategis dalam jangka panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia, dan semakin menimbulkan kesenjangan sosial harus dihentikan.

Keempat, melakukan pengembangan dan pembangunan kemandirian dan ketahanan pangan. Dengan membangun sector pertanian khususnya produk-produk pertanian seperti beras, kacang, kedelai, tebu, kelapa sawit, peternakan dan perikanan yang masuk sembako. Dan memberdayakan lahan maupun barang milik negara dan umum (kaum muslimin) seperti laut, gunung, hutan, pantai, sungai, danau, pertambangan, emas, minyak, timah, tembaga, nikel, gas alam, batu bara dll.

Kelima, mengatur ekspor dan impor yang akan memperkuat ekonomi dalam negeri dengan memutuskan import atas barang-barang luar negeri yang diproduksi di dalam negeri dan membatasi import dalam bentuk bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan untuk industri dasar dan industri berat yang sarat dengan teknologi tinggi. Serta memperbesar ekspor untuk barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi, dengan catatan tidak mengganggu kebutuhan dalam negeri dan tidak memperkuat ekonomi dan eksistensi negara-negara Barat Imperialis.

Namun semua upaya ini hanya akan dapat berhasil dengan gemilang, tidak akan dapat mengantarkan umat menuju puncak keridhaan Allah SWT yang abadi, selain dengan menegakkan risalah Islam secara total dengan jalan menegakkan Khilafah Islamiyah sesuai metode kenabian yang bertanggung jawab menegakkan risalah Islam dan menyebarluaskan Islam ke seluruh pelosok dunia. Wallah a’lam bi ash shawab. [VM]

Posting Komentar untuk "Dibalik Timbunan Utang Negara: Indonesia Disetir Negara Donor"

close