Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kekayaan Alam Jatim Milik Rakyat, Bukan Korporat


Oleh : Umar Syarifudin 
(Departemen Politik Hizbut Tahrir Indonesia DPD Jawa Timur)

Ketahanan energi Indonesia memasuki zona rawan karena kegagalan menerapkan kedaulatan atas sumber daya minyak dan gas bumi serta pertambangan. Migas dan tambang yang seharusnya menjadi sumber daya strategis diperlakukan sebatas komoditas dengan nilai manfaat minimal bagi kesejahteraan rakyat. Eksploitasi sumber daya mineral strategis sebagai komoditas semakin tidak terkendali dengan penerapan otonomi daerah. Pemerintah mencatat ada 8.000 izin kuasa pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Kondisi itu semakin membuka peluang asing untuk menguasai langsung sumber daya batubara dan mineral.

Meski Indonesia memiliki laju pengurasan minyak yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara penghasil minyak dunia, ternyata pengurasan ini lebih banyak dilakukan perusahaan-perusahaan asing. Sementara itu, PT Pertamina (Persero), perusahaan BUMN minyak dan gas terbesar, belum bisa menjadi motor produksi minyak nasional.

Saat ini, minyak yang seharusnya dikelola negara untuk kemakmuran rakyat sekitar 84 persen sudah dikuasai asing. Sehingga ketika harga minyak dunia naik, asing yang diuntungkan dan rakyat yang merupakan pemilik hakiki migas tersebut dirugikan. Dari segi produksi (diluar data tidak resmi dan angka produksi yang mungkin disembunyikan) Indonesia masih terbilang kecil. Tetapi kualitas minyak kita yang sulfurnya rendah dan tergolong kualitas tertinggi di dunia, merupakan bahan bakar bagi persenjataan dan alat tempur militer yang handal.

Potensi SDA Jawa Timur

Jawa Timur ternyata memiliki kandungan SDA yang berlimpah. Tak banyak disadari oleh warga Jatim yang di bawah tempat tinggalnya tersimpan beragam SDA dan mineral. Masyarakat selama ini masih disibukan dengan kondisi kemiskinan struktural dan kehidupan keagamaan yang bersifat ritual-kultural. Masyarakat belum mampu mencerna dan memperdulikan pengelolaan SDA dan mineral di tempat dia tinggal. Warga yang tinggal di wilayah ekplorasi SDA dan mineral, sering gigit jari. Akibat keserakahan korporasi dalam mengeruk kekayaan SDA dan mineral.

Wilayah pantai utara Jawa Timur merupakan penghasil potensi minyak dan gas. Dari Bojonegoro hingga pulau Madura. Beragam pelabuhan berskala internasional dioperasikan di pantura Jatim demi kelancaran pengiriman barang dan SDA yang dieksplorasi. Wilayah selatan Jawa Timur menyimpan beragam mineral karena wilayahnya yang bergunung. Mengambil contoh pengelolaan SDA di Jawa Timur yang melimpah merupakan gambaran dari pengelolaan SDA secara nasional. Potensi SDA yang melimpah ini seharusnya memberikan berkah bagi rakyatnya. Faktanya jauh panggang daripada api. Hal inilah yang harus betul-betul difikirkan oleh penguasa daerah. Baik jajaran eksekutifnya maupun legislatifnya. Jangan sampai pengelolaan SDA menjadikan petaka.

Agar masyarakat Jawa Timur memiliki kesadaran terhadap kekayaan SDA-nya, perlu ada upaya pengingat dan penyadaran terus-menerus. Jangan sampai rakyat dijadikan tumbal. Bukankah peristiwa Lumpur Lapindo menjadi pelajaran berharga? Terbunuhnya Salim Kancil di Lumajang karena menolak penambangan pasir. Konflik warga dan pihak kepolisian di Tumpang Pitu Banyuwangi. Serta duka mendalam warga Bojonegoro akibat ekplorasi Blok Cepu. Serta wilayah lainnya yang tak terekspose media massa. LSM Lingkungan Hidup dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) tak hentinya mengungkap kebobrokan dan mengadvokasi warga.

Sebagai panduan berikut paparan kekayaan SDA dan mineral di Jawa Timur:

Minyak bumi

Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi terpadat di Indonesia, namun propinsi ini memiliki ladang minyak yang cukup melimpah. Jawa timur memiliki blok minyak utama yang sering disebut dengan blok minyak Cepu. Propinsi ini mampu menghasilkan 52.290 barel minyak mentah dan 326 barrel kondensat, atau bila di jumlahkan maka totalnya berkisar 52.616 barel per hari. Besarnya jumlah produksi migas tersebut diperoleh dari beberapa ladang minyak produksi yang dikelola oleh perusahan-perusahaan minyak luar negeri maupun dalam negeri. 

Daerah di Jawa Timur ini mampu menghasilkan minyak mentah sebanyak 52.290 barrel dan kondesat 326 barrel atau total sebanyak 52.616 barrel per hari. Daerah penghasil minyak di Provinsi Jawa Timur ini antara lain Kangean, Tuban, Cepu, Brantas, Madura Barat, Gresik, dan Bawean. Dimana pertambangan di daerah ini di kelola oleh berbagai perusahaan seperti Pertamina, Hess, Kodeco Energy, Total, Pertamina, Kangean Energy dan Petrochina. 

Blok West Madura di utara Bangkalan misalnya, setiap hari menghasilkan 14 ribu barel, atau senilai USD 1,4 juta. Belum lagi gas alam sebanyak 113 juta kaki-kubik dengan harga USD 2,8 per-meter/kubik. Hal ini belum termasuk hasil dari blok-blok lain. 

Batu Gamping, sebagai bahan mentah semen

Batu Gamping sebagai bahan mentah semen diambil dari daerah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Nganjuk, Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Gresik, dengan cadangan total 1.259.438.298 m3. 

Emas-Perak-Tembaga

Emas-Perak-Tembaga ternyata juga ada di Jawa Timur. Berdasarkan hasil kerjasama eksplorasi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang pada tahun 2003, ditemukan potensi yang layak diperhitungkan di daerah Pacitan, Malang, Lumajang, dan Banyuwangi. Bahkan khusus di Banyuwangi cadangannya sekitar 500 ton emas.

Bicara Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, selain ratusan bahkan ribuan penambang liar bekerja berkelompok, sebanyak 5-10 orang, di lubang-lubang galian beratapkan terpal. Sebagian penambang itu datang dari Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Ada juga penambang besar semisal seperti PT Indo Multi Niaga (IMN) dan mitranya asal Australia, Intrepid Mines Limited, juga melakukan pengeboran. Hasilnya luar biasa. Nilai tambangnya ditaksir sekitar Rp 50 miliar. Belakangan nama Edwin Soeryadjaya, Komisaris Utama PT Adaro Energy Tbk, juga masuk dalam IMN. Surya Paloh, pemilik Media Group, juga ikut terjun ke bisnis ini. Dia mendapat lima persen saham dari Intrepid. (laporan utama majalah Tempo edisi 22 Oktober 2012 berjudul “Sengketa Para Pendulang Emas”).

Pasir Besi

Jawa Timur punya kota Lumajang dengan Cadangan Pasir Besi terluas di Indonesia dengan luas 60 ribu hektar. Kadar besi nya berkisar antara 30-40 %. WOW, besar sekali bukan? Jawa Timur juga tidak perlu khawatir dalam pemenuhan kebutuhan bahan bangunan. Selain semen dan pasir besi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada: ·Ball Clay, digunakan sebagai bahan keramik, yang bisa ditemukan di Pacitan, Trenggalek, Blitar, Tuban, dan Lamongan, dengan cadangan total sebesar 31.519.886 m3 ·

Terbunuhnya Salim Kancil, kota Lumajang yang berlokasi di Jawa Timur sontak orang mulai tersadar dan muli menyoroti. Kisruh pertambangan liar yang sarat berbagai kepentingan para elit politik dan aparat keamanan di daerah, sontak menyadarkan kita bahwa Lumajang mengandung sumberdaya alam yang cukup kaya di bawah permukaan bumi. Punya nilai strategis secara geografis, dan kaya secara geo-kultural. 

Pasir di Lumajang menjadi incaran pengusaha lokal maupun internasional karena jumlah pasir yang melimpah dan kualitasnya dianggap paling bagus. Pemerintah Provinsi jawa Timur mendata ada sekitar 60 izin pertambangan di Lumajang yag diajukan masyarakat maupun perusahaan.

Andesit

Kegunaan andesit sebagai fondasi bangunan atau juga bisa hiasan, bisa ditemukan di Magetan, Ngawi, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Nganjuk, Tulungagung, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Situbondo, dan Banyuwangi, dengan cadangan total 99.265.267 m3 ·Marmer, digunakan sebagai ornamen bangunan, bisa ditemukan di Pacitan, Tulungagung, Probolinggo, Lumajang, dan Bojonegoro, dengan cadangan total 65.959.750 m3.

Selain yang sudah dijabarkan diatas masih ada juga mineral-mineral yang patut diperhitungkan meskipun belum secara jelas besar cadangannya, seperti mangan, iodium dan belerang. 

Problem Pengelolaan

Liberalisasi migas di Indonesia juga tidak lepas dari keberadaan Undang-undang (UU) 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UU tersebut, pemerintah justru melepas tanggung jawab dalam pengelolaan migas. Terlihat dari beberapa klausul dalam Pasal UU tersebut. Misalnya, pemerintah membuka peluang pengelolaan migas dan privatisasi perusahaan migas nasional.

Selain itu, pemerintah juga memberikan kewenangan kepada perusahaan asing maupun domestik untuk mengeksplorasi dan eksploitasi minyak. Lebih parahnya lagi, pemerintah membiarkan perusahaan asing dan domestik menetapkan harga sendiri. Sangat jelas bahwa UU tersebut sangat liberal. 

Pasir besi di Jawa Timur banyak diekspor ke luar negeri, disana diolah jadi perabotan logam, harga perabotan logamnya berkali-kali lipat harga pasir besi yang diekspor. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan UU No4 Tahun 2009, yang melarang ekspor bahan galian mentah mulai tahun 2014. Harapan pemerintah dengan dikeluarkannya UU ini, lapangan pekerjaan bertambah pada sektor pengolahan bahan galian bisa juga di Industri Material.

Sebagai contoh, di Jawa Timur sudah ada smelter di Gresik, smelter ini milik PT Smelter, perusahan pemurnian bongkahan emas-perak-tembaga kiriman dari PT Freeport di Papua dan PT Newmont di NTB. Namun, permasalahan lain muncul akibat diberlakukannya UU No 4 Tahun 2009. Perusahaan Pertambangan justru menggenjot produksi sekaligus meningkatkan ekspornya hingga 500-800%, bijih besi contohnya ekspornya menjadi 700%. Inilah yang melatarbelakangi keluarnya Permen ESDM No 7 Tahun 2012. Permen ESDM ini berisi ketentuan kewajiban pemilik usaha pertambangan agar melakukan pengolahan terhadap 14 bahan galian yang akan diekspor ke luar negeri. Bahan galian yang dilarang ekspor dalam bentuk bahan mentah itu adalah, tembaga, emas, perak, timah, timbal, kronium, molybdenum, platinum, bauksit, bijih besi, pasir besi, nikel, mangan, dan antimon. Rakyat dapat apa?

SDA Rakyat Untuk Rakyat

Jika benar Pemerintah, Pemprov. Jatim maupun Pemda seluruh Jatim serius ingin mewujudkan kemandirian propinsi, sekarang yang tepat membuktikan itu. Pemerintah mestinya bersikap tegas menghentikan dan mencabut kontrak karya swasta yang merugikan rakyat. Pemerintah mestinya segera mengambil-alih pengelolaan tambang, mineral dan minyak bumi untuk dikelola sendiri, hasilnya untuk kemakmuran rakyat.

Pengerukan kekayaan alam oleh swasta dan aliran kekayaan demi kesejahteraan asing bisa dihentikan dan kekayaan besar itu bisa diselamatkan. Selanjutnya kekayaan alam itu bisa dikelola langsung oleh negara. Dengan begitu, negara bukan hanya mendapat pemasukan dalam bentuk royalti, pajak, pembagian deviden dan pungutan lainnya. Akan tetapi, seluruh hasil pengelolaan tambang itu seratus persen akan masuk ke kas negara. Seluruh hasilnya itu bisa digunakan sepenuhnya demi kemaslahatan seluruh rakyat.

Dalam konsep Islam, migas dan SDA yang melimpah lainnya dalam pandangan Islam merupakan milik umum. Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi asing. Karena itu, kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir termasuk kebijakan harganya, maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas, dan kebijakan zalim dan khianat serupa harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai dengan syariah.

Syariah Islam sudah memberikan aturan dan panduan yang jelas dalam pengelolaan SDA. Dengan itu daulat atas negeri dan kemandirian otomatis terwujud. Kekayaan alam akan benar-benar menjadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat. Islam telah menetapkan kekayaan alam, di antaranya barang tambang yang melimpah, sebagai milik seluruh rakyat. Kekayaan alam itu tidak boleh diberikan atau dikuasakan kepada individu apalagi pihak asing. Abyadh bin Hamal al-Muzany ra. menuturkan:

Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. meminta (tambang) garam. Beliau lalu memberikan tambang itu. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepada dia? Sesungguhnya engkau telah memberi dia sesuatu yang bagaikan air mengalir.” Lalu ia (perawi) berkata: Kemudian Rasulullah saw. pun menarik kembali tambang itu dari dia (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Pengelolaan kekayaan alam yang melimpah itu harus dilakukan oleh negara mewakili rakyat. Seluruh hasilnya dikembalikan untuk rakyat. Jika dalam pengelolaan itu harus melibatkan swasta, maka statusnya hanya sebagai pihak yang dipekerjakan dengan upah tertentu, bukan sebagai pemegang konsesi atau kontrak karya.

Karena itu dalam kasus swasta dan lainnya yang terlanjur menguasai kekayaan alam di Jatim maupun seluruh negeri ini, yang mesti dilakukan bukan merundingkan ulang kontrak atau memperpanjang ijinnya. Negara justru harus mengambil-alih sekaligus mengelola kekayaan alam itu secara langsung dan seluruh hasilnya untuk rakyat. Hanya dengan pengelolaan sesuai aturan syariah seperti itulah, kekayaan alam itu akan benar-benar menjadi berkah buat negeri ini dan penduduknya. [VM]

Posting Komentar untuk "Kekayaan Alam Jatim Milik Rakyat, Bukan Korporat"

close