Rawajati Menangis: Gubernur Tukang Gusur Makin Berulah
Bukan sekali dua kali media memberitakan tentang penggusuran Rawajati yang dilakukan oleh Ahok. Jerit tangis kesakitan dan teriakan perlawanan mengiringi masuknya ratusan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta ke pemukiman warga di lingkungan Jalan Rawajati Barat, Rukun Tetangga (RT) 09/ Rukun Warga (RW) 04, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. (VIVA.co.id/02-09-2016).
Sebelumnya, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, Syarif, menilai penggusuran permukiman di RT 09 RW 04, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, sebagai tindakan ilegal. Ia menuding, petugas Satpol PP tidak punya surat tugas untuk melakukan penertiban.
"Penggusuran ilegal enggak ada surat perintah. SP-1-nya tahun lalu. Tadi di lapangan saya minta siapa yang bertanggung jawab, enggak ada," kata Syarif di lokasi penggusuran, Kamis (1/9/2016) pagi. (KOMPAS.com)
Tak kalah tragisnya lagi dengan nasib panti asuhan Yayasan Shohibul Al-Istiqomah juga termasuk salah satu bangunan yang digusur di Rawajati, Kamis (1/9/2016). Kini, anak asuh di panti tersebut harus pindah ke tempat baru di kawasan Cilitan, Jakarta Timur. (Posmetro.com)
Berbagai macam tindak kekerasan dihujamkan kepada penduduk yang tinggal di sepanjang jalur hijau. Baku pukul pun tak terhindarkan, banyak warga yang melakukan perlawanan diamankan, diseret dan dipukul petugas Satpol PP. Tak hanya itu, lemparan batu dan benda keras lainnya berterbangan di antara warga yang mempertahankan rumahnya.
Seperti inilah potret kerusakan dari dampak kedzoliman pemimpin saat ini. Penggusuran rawajati adalah bukti pemerintah berlaku dzolim kepada rakyat kecil. Dengan alasan menyediakan ruang hijau, namun ternyata yang dilakukan menyengsarakan rakyatnya. Tidak ada ganti rugi bagi warga yang tergusur rumahnya. Warga hanya mendapat kompensasi Rusun Marunda dan menempati jalur hijau sehingga tidak memiliki sertifikat.
Banyak warga yang terkena dampak penertiban, atau dicabut dari mata pencahariannya sehingga kesulitan dalam mencari pekerjaan. Hal ini juga membuktikan bahwa pemerintah lebih fokus ke arah kelas menengah ke atas daripada kelas menengah ke bawah. Padahal penting bagi seorang pemimpin untuk memikirkan nasib rakyatnya.
Masyarakat pun menilai Ahok sebagai pemimpin yang Arogan, banyak merugikan rakyat kecil dan justru lebih membela kepentingan kaum kapitalis. Ahok tega melakukan penggusuran terhadap warga Luar Batang dan Rawajati. Sebaliknya, Ahok melakukan reklamasi pantai yang menguntungkan kalangan investor dan para kapital (orang-orang kaya).
Jelas sekali, diangkatnya Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta bukan untuk memenuhi kepentingan rakyat, tetapi kepentingan asing baik barat maupun timur; juga para kepentingan kapitalis, rezim penguasa, golongan dan partai. Keberadaan Ahok akan semakin mengokohkan neo-liberalisme dan neo-imperialisme. Keduanya adalah ancaman besar bagi negeri ini dan penduduknya yang akan membuat rakyat semakin sengsara dan menderita.
Karena itu sudah saatnya semua itu harus ditinggalkan dan diganti dengan sistem Islam. Caranya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengharamkan utang berbasis bunga, mengharamkan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara dan mengharamkan privatisasi sumberdaya alam milik umum dan mewajibkan negara untuk mengelola sumberdaya alam milik umum untuk kepentingan rakyat. Penerapan sistem ekonomi Islam secara kaffah hanya akan terwujud jika Islam dan syariahnya kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bingkai Daulah Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallahu a’lam bi ash-shawab. [VM]
Pengirim : Oleh: Ulfiatul Khomariah (Mahasiswi S1 Sastra Indonesia FIB UNEJ, Penulis Media Kampus Jember)
Posting Komentar untuk "Rawajati Menangis: Gubernur Tukang Gusur Makin Berulah"