Rezim Perancis, Burkini, Islamophobia
Oleh : Fauzi Ihsan Jabir
(BKLDK Kota Bandung Raya)
Robert Chardon, Walikota Venelles, sebuah kota di selatan Perancis, pernah men-tweet: “Kita harus melarang Agama Islam di Perancis.” Dia menyerukan negara agar menghapus UU Sekularisme yang berlaku sejak tahun 1905 – dan kemudian “mempromosikan praktek Agama Kristen”. Chardon menambahkan, “Kami juga membutuhkan Marshall Plan untuk mengirim kaum Muslim ke negara-negara di mana agama itu dipraktekkan.”
Setelah PM Perancis Dituding Ciptakan ‘Suasana Ketakutan’ Dengan Serukan Larangan Hijab, kini perancis melarang burkini. Pengadilan Nice di Perancis memerintahkan penangguhan larangan pemakaian burkini di kota pesisir itu. Menurut pengadilan, alasan pemerintah kota menerapkan larangan itu tidak bisa diterima. Sebelumnya pemerintah kota Nice mengabaikan perintah dari Pengadilan Tinggi Perancis untuk menghapus larangan itu karena dinilai tidak berdasar. Pengabaian ini juga dilakukan oleh 30 kota lainnya yang menerapkan larangan tersebut. Nice adalah salah satu kota pertama yang menerapkan larangan pemakaian baju renang yang menutupi seluruh tubuh itu. Pemkot Nice beralasan, burkini mengancam keamanan dan akan memicu ekstremisme Islam menyusul serangan yang diduga oleh simpatisan ISIS di kota itu yang menewaskan 86 orang Juli lalu. Diberitakan AFP, pengadilan kota Nice pada Kamis (1/9), menyatakan alasan itu tidak berdasar dan tidak bisa dibenarkan. Menurut pengadilan, pemakaian burkini sama sekali "tidak akan memicu serangan teroris." Pengadilan juga mengatakan pemakaian burkini tidak berisiko mempengaruhi "kebersihan, kesopanan dan keselamatan saat berenang". Larangan burkini ini kian menuai kecaman setelah polisi kota Nice memaksa wanita Muslim di pantai untuk melepas jilbab yang dikenakannya. Sedikitnya 30 denda bagi pemakai burkini telah dikeluarkan di Nice sejak larangan diterapkan. Rupert Colville, juru bicara Komisi Tinggi HAM PBB, UNHCHR, mengatakan alasan keamanan tidak bisa diterima. Menurut dia, pelarangan pakaian renang wanita yang menutup seluruh tubuh itu merupakan pelanggaran kebebasan asasi dan justru memicu ancaman keamanan.
Pelarangan burkini ini menjadi simbol ketegangan mengenai posisi Islam di tengah masyarakat Prancis yang sekuler. Ada yang salah terhadap sudut pandang permasalahan ini dibenak mayoritas orang. Mereka beramai-ramai untuk menelaah dan menghakimi pelarangan burkini di pantai. Hingga isu Burkini mengambil alih posisi pemberitaan seolah pelarangan Burkini sama dengan pelarangan Islam dan syariatnya. Hingga HAM dunia pun angkat bicara mengenai permasalahan ini.
Pada titik ini banyak orang akan berbicara bahwa burkini lebih adab dari pada bikini atau pakaian renang lain yang mempertontonkan aurat maupun lekuk tubuh manusia. Memang adanya bikini dan pakaian renang lainnya yang dipakai dimuka umum dan dilihat banyak orang adalah lahir dari peradaban (Hadlarah) sekuler barat jadi tidak boleh dan haram hukumnya dipakai dan dipertontonkan di muka umum, karena memperlihatkan aurat maupun lekuk tubuh dan ini pun sudah clear pembahasan dalam Al’Qur’an dan Al-Hadits mengenai cara berpakaian umat muslim. Sedangkan burkini sama halnya baju baju pantai lain yang mempertontonkan lekuk tubuh jika dipakai dimuka umum yang terdapat antara pria dan wanita yang sedang bercampur baur (Ikhtilat). Cukuplah sampai disitu, titik masalah bukan berada pada titik dimana lebih adab mana? Melainkan apakah itu sesuai dengan syariat Islam?
Telaah
HAM yang didengungkan oleh Barat hanya mengekor pada kepentingan Individu dan strategi kongkalikong dalam melanggengkan ideologi Kapitalis-sekuler. Sekilas isu ini dapat menjebak masyarakat awam dan bergerak membela kepentingan yang justru dapat melecehkan umat Islam sendiri. Mungkin sebagian pembaca pernah bertanya, apakah boleh seorang wanita pergi ke kolam renang untuk berenang di sana? Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang wanita untuk mandi di hammaam (tempat pemandian umum di zaman Rasulullah)?
Ya, benar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang wanita untuk mandi di tempat pemandian umum. Beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُدْخِلْ حَلِيلَتَهُ الْحَمَّامَ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia memasukkan istrinya ke dalan hammaam (tempat pemandian umum).” (HR. At-Tirmidzi no.2801)
Di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam belum dikenal kamar mandi khusus di rumah masing-masing orang. Sehingga sebagian orang lebih mengutamakan mandi di hammaam, karena di sana berdekatan dengan sumur dan mudah untuk mengambil air darinya. Tempat pemandian umum (hammaam) di zaman Nabi, tidak bercampur baur antara laki-laki dan wanita. Akan tetapi, memang masih memungkinkan untuk terlihatnya aurat satu dengan yang lain, sehingga dapat menimbulkan fitnah. Wanita memungkinkan untuk melihat aurat wanita lain, demikian juga dengan laki-laki. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Maka jika kolam renang harus adanya pemisahan antara laki-laki dan perempuan dan memperhatikan tertutupinya aurat secara sempurna hingga tidak memperlihatkan lekuk tubuh.
Another Side
Perancis melarang Burkini. Banyak muslimah yang ditangkap dan didenda di tempat. Protes-protes pun berdatangan menolak pelarangan ini. Anehnya, ketika umat Islam dibantai dimana-mana, suara protes mereka tidak seheboh ini. Padahal masalah Burkini ini sama sekali bukan bagian dari Islam. Tapi lihatlah kita semua protes dan marah hanya karena sepotong pakaian hasil inovasi dengan tujuan agar umat Islam bisa membaur dan diterima oleh masyarakat. Memangnya Burkini mempunyai kedudukan penting dalam Islam? Ini juga dapat menjadi peluang bagi penggiat Islam liberal untuk berkoar-koar dan unjuk gigi behel.
Jika kita telisik dan cermati lebih mendalam ada fakta nyata bahwa isu WAR ON TERORISM yang dimuntahkan barat dan ditelan masyarakat adalah jelas menyudut umat muslim secara nyata, terlepas dari itu burkini atau burkeno model apapun. Terbukti bahwa hal-hal yang bersrempetan dengan Islam oleh kaum kapital langsung diteriaki dan diurus ijazah undang-undangnya. Bukti nyata lain biarawati yang juga memakai pakaian lebar tidak dikenakan hukum dan undang-undang burkini dan burkeno. Jalaslah semua ini proyeksi agar Islam lemah tak berdaya dan tunduk pada yang punya kepentingan.
Proyeksi dan ketakutan berlebih oleh negara-negara eropa terhadap islam semakin menyolok bahwa mereka jelas tidak menginginkan islam dalam kehidupan. Sungguh sangat berbeda dengan apa yang mereka gemborkan atas nama kebebasan! Justru ini dapat menjadi blunder bagi rezim-rezim dzolim negara Eropa bahwa akan semakin meningkatkan ketegangan dan menimbulkan isu baru yang subyektif terhadap Islam. Umat akan semakin terpampang jelas layaknya kotoran besar dihadapan mata yang harus segera dibersihkan dan dibuang. Penampakan ini akan meningkatkan perjuangan, pergerakan, dan revolusi di tengah-tengah umat untuk menegakkan kalimatul Haq. Membuang segala proyeksi jahat kapitalis dengan Syariat Islam yang Sempurna (Kaffah).
Sedikit demi sedikit para analis Islam akan membuka tabir sesungguhnya dan melanjutkan peradaban yang sempat berhenti hingga hidup akan tentram dalam naungan Islam dan munculnya fajar kejayaan Islam kembali di pagi hari nanti. Allahuakbar! [VM]
Posting Komentar untuk "Rezim Perancis, Burkini, Islamophobia"