Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengangkat Pemimpin Kafir Jelas Haram!


Oleh : Pratiwi Dian Afrina 
(Pengajar Paud Aisyiyah 2 Ngadiluwih Kab. Kediri)

Empat belas abad yang lalu Baginda Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan umatnya: “Ada dua orang yang membinasakan umatku: orang berilmu yang durjana dan orang bodoh yang suka beribadah” (Al-Mawardi dalam Abad ad-Dunya wa ad-Din).

Beberapa waktu yang lalu, pernyataan yang mencengangkan salah seorang ulama besar ternama di Indonesia telah membuat kaum muslimin resah, yang mana dengan keilmuannya telah mentafsirkan salah satu ayat dari Al-Qur’an (QS.Al-Ma’idah:51) bahwa ayat tersebut tidaklah berdiri sendiri namun merupakan kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya. Yang mana dalam penjelasannya, jangan angkat mereka (yahudi-nasrani) yang sifatnya seperti dikemukakan pada ayat sebelumnya menjadi wali atau orang dekatmu, jika mereka enggan mengikuti tuntunan Allah dan hanya mau mengikuti tuntunan jahiliyah, seperti ayat yang lain. Maka yang dilarang hanyalah perbuatannya, bukannya kepribadian dan keyakinan. 

Allah SWT telah menyatakan keharaman orang kafir menjadi pemimpin bagi kaum Muslim:

Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin.” (TQS an-Nisa’ [04]: 141).

Ayat ini merupakan kalimat berita [kalam al-khabar] yang berisi larangan (nahy). Ini karena adanya huruf nafyu al-istimrâr “lan” yang bermakna “penafian untuk selamanya”. Artinya, Allah SWT melarang untuk selamanya orang kafir menguasai orang Mukmin. Karena itu, berdasarkan ayat ini semua ulama sepakat, bahwa haram mengangkat orang kafir menjadi pemimpin kaum Mukmin (Ibnu al-‘Arabi, Ahkâm al-Qur’ân, I/641).

Dalam nash lain dengan tegas Allah SWT melarang kita menjadikan orang kafir sebagai pemimpin::
  1. Al-Qur’an melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.  (QS.Ali-Imran:28 , QS.An-Nisaa’:144 , QS.Al-Ma’idah:57)
  2. Al-Qur’an melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin walau kerabat sendiri. (QS.At-Taubah:23 , QS.Al-Mujaadilah:22)
  3. Al-Qur’an melarang orang kafir sebagai teman setia. (QS.Ali-Imran:118 , QS.At-Taubah:16)
  4. Al-Qur’an melarang saling tolong dengan kafir yang akan merugikan umat islam.  (QS.Al-Qassahash:86 , QS.Al-Mumtahanaah:13)
  5. Al-Qur’an melarang mentaati orang kafir untuk menguasai muslim. (QS.Ali-Imran:149-150)
  6. Al-Qur’an melarang memberi peluang kepada orang kafir sehingga menguasai muslim. (Qs.An-Nisaa’:141)
  7. Al-Qur’an memvonis munafik kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin. (QS.An-Nisaa’:138-139)
  8. Al-Qur’an memvonis zalim kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin. (QS.Al-Maidah:51)
  9. Al-Qur’an memvonis fasiq kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin. (QS.Al-Maidah:80-81)
  10. Al-Qur’an memvonis sesat kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin. (QS.Al-Mumtahanah:1)
  11. Al-Qur’an mengancam azab, bagi yang menjadikan kafir sebagai pemimpin / teman setia. (QS.Al-Mujaadilah:14-15)
  12. Al-Qur’an mengajarkan do’a, agar muslim tidak menjadi sasaran fitnah kaum kafir. (QS.Al-Mumtahanah:5)

Jika penguasa Muslim yang telah menjadi kafir saja wajib diganti, maka larangan ini juga berlaku untuk mengangkat orang kafir menjadi penguasa kaum Muslim. Jika mempertahankan pemimpin Muslim yang berubah menjadi kafir dilarang, apalagi memilih orang kafir menjadi pemimpin.

Selain al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak. Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan, “Para ulama telah sepakat bahwa kepemimpinan itu tidak boleh diberikan kepada orang kafir. Kalau kemudian tampak kekufuran pada dirinya, maka dia wajib diganti.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, VI/315). 

Karena itu, Syaikh Wahhab Khallaf menyatakan, “Maka wajib menjadikan urusan kepemimpinan ini sebagai bagian dari agama dan taqarrub yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.” Bahkan, beliau menegaskan, “Mengurusi urusan umat manusia ini merupakan kewajiban agama yang paling agung. Bahkan, agama ini tidak akan tegak, kecuali dengannya.” 

Karena itu, semua konteks pembahasan para ulama’, baik ushul, fikih maupun tafsir, dalam kaitannya tentang wajibnya mengangkat imam, atau memilih pemimpin ini adalah dalam rangka menerapkan, menjaga dan mengemban Islam. Bukan asal pemimpin, apalagi pemimpin yang dipilih untuk menerapkan hukum Kufur. Karena, selain nas-nas yang memerintahkan ketaatan, juga ada nas-nas yang melarang ketaatan terhadap orang tertentu, dengan sifat dan perbuatan tertentu.

Walhasil, keberadaan Ahok menjadi gubernur Jakarta adalah haram. dalam pandangan Islam, haram hukumnya mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Baik dalam konteks pemimpin sebuah negara atau pun kepemimpinan dalam sebuah wilayah tertentu (kepala daerah). penolakan umat Islam kepada Ahok sebagai pemimpin di Jakarta adalah karena status dia yang non Muslim alias kafir. Karena sistem demokrasi menjadi sumber penyebab mengapa Ahok bisa menjadi pemimpin. meski sekarang Ahok ditolak, sangat mungkin akan muncul Ahok-Ahok lain. Karena di negeri ini tidak ada satu pun pasal yang melarang orang kafir menjadi pemimpin. Merevisi UU dengan mencantumkan syarat jadi pemimpin haruslah beragama Islam bisa dikatakan mustahil selama negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini berpegang pada patokan demokrasi. [VM]

Posting Komentar untuk "Mengangkat Pemimpin Kafir Jelas Haram!"

close