Waspadai Pembajakan Potensi Pemuda Dibalik Arus Ekonomi Digital
Oleh : Lilis Holisah, S.Pd.I
(DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Provinsi Banten)
Pertumbuhan e-commerce demikian pesat berkembang di Indonesia di tengah perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir. Industri e-commerce menjadi semakin bersinar bahkan disinyalir bisa menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut data analisis Ernst & Young, pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di tanah air setiap tahun meningkat 40 persen. Perilaku konsumtif dari puluhan juta orang kelas menengah di Indonesia menjadi alasan mengapa e-commerce di Indonesia akan terus berkembang.
Dengan pertumbuhan pengguna internet 19 persen pertahun, Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Hal tersebut terungkap dari riset yang dilakukan Google bersama Temasek untuk melihat peluang di Asia Tenggara dari enam negara dengan tema "e-conomy SEA: Unlocking the $200 billion opportunity in Southeast Asia".
Indonesia sebagai salah satu populasi pengguna Internet yang pesat berkembang di dunia, diproyeksikan akan mencapai 215 juta sebelum 2020, dari sebelumnya hanya 92 juta di tahun 2015.
Dalam riset ini disebutkan, pasar online Indonesia diprediksi akan meledak dalam 10 tahun, mencapai 81 miliar dollar AS sebelum 2025. Dari total tersebut, e-commerce menyumbang peranan sebesar 57 persen atau 46 miliar dollar AS.
Setelah kunjungan ke Silicon valley – ekosistem digital Amerika Serikat – Jokowi mantap untuk mewujudkan konsep ekonomi digital dan menempatkan Indonesia sebagai Negara Digital Economy terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Selain adanya E-commerce Roadmap, pemerintah menargetkan dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis USD 10 miliar.
Ekonomi digital didefinisikan oleh Amir Hartman sebagai “the virtual arena in which business actually is conducted, value is created and exchanged, transactions occur, and one-to-one relationship mature by using any internet initiative as medium of exchange” (Hartman, 2000). Keberadaan ekonomi digital ditandai dengan semakin maraknya berkembang bisnis atau transaksi perdagangan yang memanfaatkan internet sebagai medium komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi antar perusahaan atau pun antar individu. Kita bisa melihat bagaimana maraknya perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang terjun ke dalam format bisnis elektronik e-business dan e-commerce.
Don Tapscott menemukan dua belas karakteristik penting dari ekonomi digital yaitu: Knowledge, Digitazion, Virtualization, Molecularization, Internetworking, Disintermediation, Convergence, Innoavation, Prosumption, Immediacy, Globlization, dan Discordance (Tapscott, 1996).
Arus ekonomi digital mengguncang kemapanan korporasi yang lama dinikmati oleh segelintir elit kapitalis. Arus ekonomi digital tak terbendung. Arus ini memunculkan konglomerat baru dari kalangan anak muda.
Mark Zuckerberg (pendiri Facebook) dan Evan Spiegel (pendiri Snapchat) masuk ke jajaran orang terkaya dunia dan mereka terhitung masih muda di ranah bisnis, yakni di rentang usia 20 hingga 30 tahun. Anak-anak muda ini hanya butuh dua hingga tiga tahun untuk memanen buah hasil kreasinya.
Amerika Serikat telah sukses membangun ekosistem digital di Silicon Valley yang melahirkan banyak perusahaan global, seperti Google, Facebook, Netflix, dan e-Bay. Mereka memberikan sumbangsih besar bagi perekonomian AS.
Bagaimanapun, Indonesia dengan jumlah penduduk 252 juta jiwa membutuhkan sebuah sistem yang memudahkan akses informasi dan ekonomi. Maka era komputerisasi sekarang dinilai sangat membantu dan memudahkan dalam kehidupan.
Era ekonomi digital di tengah wacana bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada rentang tahun 2020-2030, memberi peluang pasar lebih besar, karena penduduk Indonesia usia produktif -dengan rentang usia 15-35 tahun- akan membanjiri Indonesia. Dalam rentang usia tersebut rata-rata mereka sudah melek internet.
Trend internet melalui jejaring media sosial dianggap sebagai peluang pasar kompetitif bagi para pelaku bisnis. Tren bisnis ini membutuhkan regulasi agar diberikan ruang untuk bisa berkembang dengan cepat dan pesat. Sehingga pemerintah harus memfasilitasi agar ada regulasi yang mengatur dan memberikan jalan bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor ekonomi digital.
Pertemuan ASEAN-US Summit tanggal 15-17 Februari 2016 di Interactive Gallery, Sunnylands Center & Gardens, California menjelaskan banyak hal akan arti penting kemitraan pemerintah dengan swasta dalam bentuk PPP (Public Private Partnership) dan memandang penting regulatory environment. Dalam pertemuan tersebut, Presiden AS Barrack Obama mengundang tiga CEO ekonomi digital di AS, yakni CEO Micosoft Satya Nadella, CEO IBM Ginni Rometty, dan CEO CISCO Chuck Robbins. Ketiga CEO tersebut menekankan agar pemerintah di ASEAN segera untuk melakukan kerja sama dengan swasta dan membuat regulasinya.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menyesuaikan diri dalam menyusun kebijakan agar sejalan dengan kebutuhan baru tersebut. Termasuk didalamnya mempersiapkan skema PPP. Saat ini pemerintah dan para pemangku kepentingan bekerja lebih erat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital ini. Untuk itu pemerintah mulai meningkatkan penyelenggaraan infrastruktur broadband, termasuk broadband tetap dan bergerak, dan penerapan teknologi empat generasi (4G). Target RPI (Rencana Pitalebar Indonesia) adalah untuk mentransformasi sebanyak 135 kota dan kabupaten pada tahun 2019. Hal ini akan semakin mendorong pertumbuhan Indonesia sebagai negara digital.
Melihat bagaimana AS berkepentingan terhadap ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi dengan ekonomi global –terlebih dengan era pasar bebas MEA- ekonomi digital ini adalah salah satu mesin pencetak uang yang tengah dikembangkan Barat di negara-negara ASEAN. Ekonomi digital adalah cara baru untuk menembus pasar secara online dengan melewati batas-batas negara. Jadi perdagangan bebas yang sulit direalisasikan di darat akan terjadi secara online melalui media sosial. Maka semakin jelas pulalah bahwa pihak yang paling diuntungkan untuk ekonomi digital ini bukanlah konsumen seperti negara Indonesia ini. Tetapi para penguasa kapitalis asing (AS).
Ekonomi digital dikembangkan Barat hanya karena besarnya keuntungan materi bagi para pemilik modal disamping keunggulannya dalam mengarahkan opini umum di negara-negara berkembang. Perlu disadari bahwa ekonomi digital ini akan membajak potensi pemuda dimana potensi pemuda akan dialihkan kepada gadget mutakhir dengan segala fitur dan aplikasinya.
”Setiap 60 detik, terdapat sekitar 700000 pencarian di Google, 695000 status baru di Facebook, 98000 status twitter, 1500 tulisan blog, 600 lebih video diunggah ke Youtube, dan statistik mencengangkan lainnya” – Go-Globe.com
Informasi yang mengalir deras melalui internet diakses setiap detiknya oleh pemuda muslim. Serbuan informasi ini semakin mengisi pikiran pemuda muslim dan berpotensi besar menyapu bersih pikiran mereka. Banjir informasi ini dapat melumpuhkan “saraf berfikir dan bertindak” dan menyibukkan pemuda muslim dengan hanya sekedar like, share, atau komentar singkat tak berisi dalam menanggapi suatu isu. Bahkan arus informasi melalui digital ini diserap habis tanpa filter, yang pada akhirnya mengalahkan pemikiran Islam yang sejatinya harus diemban pemuda muslim. Alhasil pembajakan intelektual tengah berlangsung di tengah arus informasi digital yang tak bisa dibendung seperti saat ini.
Padahal pemuda adalah aset segala bangsa. Kelangsungan bangsa akan dilanjutkan oleh pemuda masa kini. Mereka adalah calon pemimpin masa depan. Maju mundurnya bangsa ini ke depan, ditentukan oleh pemuda yang saat ini beranjak menuju transformasinya. Jika para pemuda disibukkan dengan gadget-gadget mutakhir dengan segala fitur dan aplikasinya, kapan ada kesempatan pemuda untuk berjuang mewujudkan sebuah peradaban yang mulia dan gemilang?
Terlebih pemuda muslim yang memiliki kewajiban untuk mewujudkan kebangkitan Islam. Sejatinya pemuda muslim harus bijak dalam menyikapi arus ekonomi digital. Pemuda muslim harus menyadari bahwa ada agenda besar Barat dibalik ekonomi digital yang dikembangkan di kawasan ASEAN. Maka, arus ekonomi digital semestinya digunakan sebagai ajang untuk menyebarkan dakwah Islam. Dakwah Islam akan menyebar melintasi ruang dan waktu, menembus batas-batas negara secara online dengan bantuan gadget canggih, bukan terlena dengan berbagai fitur menarik dan aplikasinya.
Kita harus mewaspadai terhadap pembajakan potensi pemuda dibalik arus ekonomi digital. Pemuda muslim harus bersegera menyingsingkan lengan bajunya untuk memberikan perlawanan dengan sigap. Pemuda muslim harus menggencarkan opini Islam dengan berbagai cara dan sarananya, termasuk melalui media online. [VM]
Posting Komentar untuk "Waspadai Pembajakan Potensi Pemuda Dibalik Arus Ekonomi Digital"