Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menuju Kemandirian Energi


Oleh : Lilis Holisah, S.Pd.I 
(DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Provinsi Banten)

Energi menjadi kebutuhan pokok saat ini. Betapa tidak, tanpa adanya energi, industri akan mati, yang pada akhirnya mematikan perekonomian bangsa. Selain itu, kehidupan akan semakin sulit untuk dijalani. 

Manusia butuh energi untuk mempermudah kehidupan. Setiap hari roda kehidupan ditopang oleh energi, baik listrik maupun migas. Namun cadangan energi Indonesia - sebagaimana yang diungkap oleh Kepala Humas SKK Migas, Taslim Z. Yunus - tidak cukup memenuhi kebutuhan jangka panjang. Oleh karenanya, lanjut Taslim, butuh adanya penemuan cadangan baru. Karena tanpa adanya penemuan cadangan baru dalam skala besar, Indonesia dibayangi gangguan kemandirian energi.

Namun masih menurut taslim, iklim investasi di sektor hulu migas masih lesu dan tidak ramah. Terlihat dari kurangnya penemuan cadangan baru yang signifikan. Padahal kebutuhan energi dalam negeri (minyak mentah  Indonesia) mencapai 1,4 juta barel per hari, sedangkan produksi nasional hanya sekitar 800 ribu barel per hari. Meskipun produksi gas meningkat, namun jika pengembangan beberapa proyek besar tertunda, produksi gas Indonesia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri terutama pada sektor kelistrikan. 

Persoalan energi ini selalu menjadi bahan perbincangan hangat dunia internasional. Dalam berbagai forum, diskusi tentang krisis energi, ketahanan energi menjadi fokus perbincangan negara-negara di dunia. 

Indonesia masuk dalam dua organisasi internasional yang bergerak di bidang energi, OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries atau Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi) - adalah organisasi yang bertujuan menegosiasikan masalah-masalah mengenai produksi, harga dan hak konsesi minyak bumi dengan perusahaan-perusahaan minyak-  juga masuk IEA (International Energy Agency) yang merupakan organisasi negara-negara penghasil energi terbarukan di bawah naungan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Persoalan ketahanan energi dihadapkan pada masalah ketersediaan energi fosil yang terus menurun namun belum serius dieksplorasi, disisi lain potensi energi terbarukan yang belum didukung penuh oleh pemerintah. Selain itu, keterjangkauan harga yang belum merata sehingga energi belum bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ketiga, tata ruang kota seperti Jakarta yang boros energi. Keempat, budaya masyarakat yang tidak hemat energi serta belum memasyarakatnya energi terbarukan.

Persoalan kemandirian atau ketahanan energi ini adalah persoalan sistemik. Persoalan yang sifatnya kebijakan makro-ekonomis dan ada yang teknis.  Yang makro-ekonomis adalah kenyataan bahwa selama ini, produksi energi nasional sesungguhnya masih lebih dari cukup, namun gas alam dan batubara mayoritas justru diekspor dengan harga jauh di bawah pasar internasional. Inilah salah satu yang menyebabkan terjadinya krisis energi.

Pada tataran teknis, siapapun mengetahui bahwa minyak, gas dan batubara suatu hari memang akan habis, karena merupakan energi yang tidak terbarukan. Terlebih pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi juga menaikkan kebutuhan akan energi.  Negara kaya minyak seperti Iran pun paham, bahwa suatu saat minyak mereka akan habis. Karena itu mereka mengembangkan nuklir untuk mensuplay kebutuhan energi dalam negeri mereka.

Sesungguhnya Indonesia bisa mengembangkan energi terbarukan untuk mensuplay kebutuhan energi dalam negeri. Energi terbarukan adalah energi yang di alam praktis tidak akan habis atau selalu diperbarui.  Sumber asal energi ini ada tiga, yaitu matahari (tenaga surya), magma (panas bumi, dan  efek pasang surut.

Indonesia adalah negeri yang kaya akan gunung api, ada sekitar 130 gunung api, yang berarti ada sekitar 130 lokasi berpotensi menghasilkan panas bumi.  Panas bumi yang tidak bisa diekspor ini seandainya digunakan untuk pembangkit listrik akan menghasilkan daya di kisaran 30 GW, atau setara dengan seluruh pembangkit PLN saat ini. Maka visi kelistrikan 30 megawatt Jokowi akan terwujud. 

Indonesia juga merupakan negeri maritim dengan garis pantai lebih dari 95.000 Km.  Banyak lokasi di sepanjang pantainya yang relatif curam dan sempit sehingga potensial untuk pembangkit listrik tenaga pasang surut. Dan Indonesia juga merupakan negeri katulistiwa yang kaya sinar surya.  Energi surya adalah energi yang terluas aplikasinya, baik langsung maupun tak langsung. Yang langsung adalah berupa panas (misal untuk menjemur pakaian atau hasil pertanian) atau dikonversi ke listrik melalui sel-surya (solar-cell) dan kebun-surya (solar-farm).  Sel-surya menggunakan silikon yang langsung mengubah cahaya menjadi listrik. Namun bahan ini relatif mahal karena produksinya perlu teknologi tinggi.  Efisiensinya juga masih rendah.  Sedangkan ladang-surya biasanya menggunakan satu lapangan cermin untuk memantulkan sinar surya ke fokus, yang di situ air dipanaskan sampai menguap, dan uap ini dipakai memutar generator listrik.

Sesungguhnya ketersediaan energi dipastikan aman jika dieksplorasi, diproduksi, didistribusikan, dikelola dan dibiayai oleh negara. Selain itu masalah distribusi SDA dan SDE dalam sistem kapitalis ditentukan oleh mekanisme harga. Artinya, siapa yang sanggup membayar harga tersebut, dia dapat. Bagi yang tidak sanggup, tentu tidak berhak mendapatkan bagian. Akan tetapi berbeda dengan itu, Islam menetapkan mekanisme distribusi bukan hanya dengan harga. Maka, bagi yang tidak mampu, karena kebutuhan akan SDA dan SDE merupakan kebutuhan dasar, maka kebutuhan ini dijamin oleh negara. 

Strategi ini bisa diwujudkan dengan dasar ketakwaan kepada Allah SWT. Budaya konsumsi masyarakat juga harus dibentuk dengan edukasi yang terintegrasi.

Akan tetapi strategi di atas akan terwujud sempurna jika sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, pertahanan, keamanan, sanksi hukum dan lain-lain bersistem Islam, yang dibangun berdasarkan akidah Islam. Lalu, para pemangku dan pelaksananya juga harus bertakwa kepada Allah SWT, amanah, jujur dan ikhlas semata untuk Allah. Mereka hanya menjalankan sistem Islam, bukan yang lain. Rakyatnya pun harus bertakwa kepada Allah SWT, amanah, jujur, taat dan ikhlas semata untuk Allah. Mereka pun menerapkan sistem Islam, bukan sistem yang lain.

Semestinya, demi kemandirian energi kita di masa depan, umat Islam juga harus bekerja keras menghemat energi sekaligus mengembangkan sumber energi terbarukan. [VM]

Posting Komentar untuk "Menuju Kemandirian Energi"

close