Stop Darurat Perceraian Dengan Islam!
Oleh : Istianah, S.E
(MHTI - Bondowoso)
Angka perceraian di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Pasifik, data menunjukan dalam satu jam terjadi 40 peerceraian. Angka perceraian tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu 372.557 kasus. Sedangkan menurut Anwar Sa’adi, Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kementrian Agama, menyampaikan bahwa perceraian semakin meningkat dari tahun ke tahun, meski kenaikannya tidak melonjak, ini cukup menghawatirkan. Pernyataan ini didasarkan pada data pada tahun 2009-2016, disana terlihat peningkatan angka perceraian mencapai 16 hingga 20 persen. Menurut data yang lain 90 persen percerian dilakukan oleh perempuan maksudnya perempuan melakukan gugat an terhadap suami dengan alasan suami tidak bertanggung jawab, hubungan tidak harmonis, kehadiran pihak ketiga dan masalah ekonomi (merdeka.com).
Jika kita lihat alasan perceraian menurut data di atas, maraknya kasus perceraian di Indonesia menunjukan ketidaksiapan pasangan suami istri untuk menikah, yaitu aspek psikologis atau penataan emosi dan adanya ide keadilan dan kesetaraan gender yang gencar diopinikan di Indonesia baik melalui seminar maupun dalam bentuk pemberdayaan ekonomi perempuan (pelatihan-pelatihan dan pinjaman modal).
Aspek psikologis atau kematangan emosi ini menjadi masalah karena dalam sistem pendidikan di Indonesia peserta didik atau siswa tidak diajarkan untuk menelola emosi dengan baik, mereka hanya diajarkan membaca, menulis, berhitung dan menghafal. Walaupun skarang sedang digencarkan pendidikan berkarakter, tetapi karakter seperti apa yang diinginkan oleh bangsa ini masih kabur, apakah karakter Islam, sekuler atau sosialis- komunis. Sehingga yang dihasilkan oleh siswa dari sekolah hanyalah nilai-nilai yang tertera dalam ijazah saja yang kemudian dijadikan modal untuk menjadi pekerja baik di instansi pemerintah maupun swasta. Jadi wajar pada saat menikah mereka masih bermasalah pada tanggung jawab, hubungan tidak harmonis dan adanya pihak ke tiga. Maslah seperti ini tidak didapati pada kehidupan yang diatur oleh Islam karena aqidah islam menekankan pada tanggungjawab yaitu setiap amal perbuatan manusia pada hari kiamat nanti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pemahaman seperti itu diberikan sejak anak masih usia dini, sehingga pada usia baligh pemahaman tentang tanggung jawab sudah sangat melekat dan dia sudah siap untuk menjalani kehidupan termasuk pernikahan.
Di dalam Islam menikah adalah salah satu Ibadah yaitu sunnah Rasulullah SAW disamping menikah juga merupakan solusi yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk memenuhi dorongan naluri melestarikan jenis (seksual) yang ada pada diri manusia. Jadi tujuan menikah dalam Islam adalah untuk melestaikan jenis mausia, sehingga sebelum menikah harus dipikirkan benar jenis manusia dengan kualitas seperti apa yang akan dicetak pada saat membentuk keluarga nantinya. Dengan pemahaman seperti ini maka akan berefek pada pemilihan kualitas calon suami atau istri, kualitas ini maksudnya adalah kualitas keimanan pada Allah dan pemahaman masing-masing tentang syari’at Islam. Ini sangat berbeda dengan fakta dalam kehidupan sekuler kapitalis materialis saat ini, kebanyakan sekarang seseorang menikah hanya dilatarbelakangi oleh keinginan menikah karena tuntutan lingkungan karena jika sudah usia menikah belum menikah,akan dianggap tidak laku, selain itu menikah dengan alasan cinta, kekayaan ataupun pekerjaan yang lebih parah lagi, menikah karena alasan sudah hamil duluan. Jika alasan atau motivasi-motivasi seperti itu yang digunakan untuk menikah maka wajar angka perceraian di Indonesia sangat tinggi.
Belum lagi ide keadilan dan kesetaraan gender sangat gencar diopinikan di Indonesia,ide ini sangat merasuk dalam diri masyarakat Indonesia sehingga ada pemahaman jika mempunyai anak perempuan yang sudah lulus sekolah atau kuliah kemudian memilih untuk tidak menjadi karyawan di instansi pemerintah maupun swasta atau memilih menjadi ibu rumah tangga, maka seakan anak itu tidak berguna, sehingga tidak bisa dibanggakan oleh keluarga, perempuan yang sukses adalah mereka yang bagus kariernya dan mandiri secara ekonomi walaupun kehidupam keluarganya memprihatinkan itu tidak menjadi perhatian. Sehingga saat ini banyak perempuan yang mengejar karier dengan alasan ekonomi maupun eksistensi diri. Ini sangat bertentangan dengan Islam, dalam Islam perempuan adalah ummun warabatul bait, dialah yang bertanggung jawab atas keluarganya. Selain itu perempuan atau ibu adalah madrasatul ula, maksudnya seorang ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya, guru pertama bagi anak-anaknya sebelum anak-anaknya masuk ke lembaga pendidikan atau sekolah, dia juga tempat bertanya yang pertama bagi anak-anaknya, sehingga perempuan atau seorang ibu dalam Islam harus cerdas dan mempunyai pengetahuan yang luas. Jadi dalam aturan Islam perempuan mempunyai peran yang sangat besar dalam menjaga kualitas keluarganya. Jadi wajar begitu ide keadilan dan kesetaraan gender masuk dalam diri perempuan maka rusaklah keluarga itu, walaupun Islam memperbolehkan perempuan bekerja.
Sedangkan masalah ekonomi yang menjadi salah satu penyebab perceraian ini karena sistem ekonomi negara kita memihak pada pemilik modal atau para kapitalis. Dimana semua kekayaan negeri ini bisa dikuasai atas nama investasi, dan sektor yang menguasai hajat hidup masyarakat (misalnya pendidikan, kesehatan,transportasi, telekomunikasi) di privatisasi dan BBM, Listrik, Air tidak disubsidi atas nama efisiensi. Sehingga mengakibatkan sektor yang menguasai hajat hidup masyarakat itu menjadi mahala.sedang masyarakat yang hanya di didik untuk menjadi tenaga kerja atau karyawan mendapatkan upah yang minim, yang menyebabkan mereka susah untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Masalah ini akhirnya menjadi pemicu konflik keluarga. Sangat berbeda dengan Islam,dalam sistem ekonomi Islam kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, masyarakat dan negara. Kepemilikan masyarakat tidak boleh dimiliki oleh individu dan negara, dari atuan ini maka terjamin kesejahteraan. Maka keluarga dalam kehidupan Islam tidak akan menghadapi masalah kesulitan ekonomi. Karena Islam memandang ,keluarga muslim merupakan institusi pertama dan berperan sangat penting dalam pembentukan generasi dalam masyarakat Islam. Oleh karena itu bangunan keluarga haruslah kuat,supaya menghasilkan generasi yang tangguh yang siap menyebarkan Islam keseluruh dunia. maka wajar dalam kehidupan yang diatur dengan sistem Islam tidaak ada cerita kenakalan remaja, seperti saat ini. Maka tunggu apalagi mari mengkaji Islam dan menyebarkannya, karena dengan cara seperti itu sistem Islam bisa terterapkan kembali dan tidak akan adalagi cerita Indonesia darurat peceraian. STOP DARURAT PERCERAIAN DENGAN ISLAM!. [VM]
Posting Komentar untuk "Stop Darurat Perceraian Dengan Islam!"