Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kembalilah Ke Pergaulan Islami, Wahai Warga Lamongan!


Oleh : M Atekan 
(Departemen Politik Hizbut Tahrir Indonesia DPD Lamongan)

Tak dikira Lamongan yang dulu adem ayem dan ramah, kini membuat orang marah. Beragam persoalan kehidupan satu demi satu bermunculan dan kian komplek. Hal yang membuat marah sekaligus ‘mengelus dada’ adalah kasus pelecehan terhadap anak dan wanita. Mulai dari pemerkosaan, pencabulan, hingga pelecehan seksual. Pelakunya pun dari beragam usia. Dari SD hingga yang sudah dewasa. Pertanyaan besarnya adalah sudah separah itukah akhlak warga Lamongan? Dan sudah begitu parahkah pergaulan di Lamongan? Kondisi ini butuh solusi. Bukan untuk diratapi.

Kasus pemerkosaan massal yang dialami MF (15) di Desa Pajangan Kecamatan Sukodadi belum tuntas, kini muncul kasus serupa yang dialami AR (15).Parahnya, korban AR ini adik ipar pelaku yang semestinya dilindungi. "Kejadiannya Senin (7/11) sore kemarin,"ungkap Paur Subbag Humas, Ipda Raksan, Selasa (8/11/2016).

Kasus ini dilaporkan ZA, orang tua korban.  Sore saksi ZA pulang kerja dari menarik becak.Saat ZA tiba di rumah, ternyata ada orang hendak minta antar. Karena ZA seharian sudah keluar rumah dan saat itu waktunya istirahat, saksi memanggil sang menantu Wahyu Cahyono (35) untuk mengantarkan orang yang membutuhkan. ZA beberapakali memanggil Wahyu namun tidak ada respon. Sementara ZA tahu persis kalau Wahyu sedang berada di rumah.

Lantaran tidak ada respon, ZA kemudian berinisiatif mencari pelaku dan masuk rumah mengetuk salah satu kamar.Benar, pelaku ada dalam kamar. Namun bagai disambar petir ketika saksi mendapati pelaku sedang menindih korban AR. Saat itu pelaku hanya mengenakan celana dalam saat menindih korban. Pelaku hanya bisa terbengong, sementara korban langsung keluar kamar sembari menangis. (http://surabaya.tribunnews.com/2016/11/08/menantu-bejat-tega-menggauli-adik-ipar-di-depan-bapak-mertua)

Bencana Sosial
 
Dua peristiwa di atas menjadi contoh bahwa ketika manusia semakin jauh dari agama dan ketaqwaan, kehinaan akan didapatkan. Bencana sosial ini bisa menimpa siapa pun. Buktinya pelaku yang sering ditengarai dari orang-orang terdekat. Selain itu, bencana sosial ini juga diakibatkan sistem kehidupan sekular dan liberal. Mayoritas penduduk Lamongan adalah muslim. Sayangnya tidak mengetahui pergaulan dalam Islam.

Bagi warga Lamongan, Islam masih dianggap sebatas ritual keagamaan. Belum menyentuh pada aspek sosial kehidupan. Khususnya pergaulan hidup antara laki-laki dan perempuan. Ketidakpahaman terhadap pergaualan dalam Islam inilah yang mengakibatkan kerusakan dalam interekasi. Sudah banyak bukti, misalnya pacaran yang menjadi tren, kumpul kebo, perzinaan, dan tidak ada batasan dalam kehidupan umum dan khusus.

Untuk itulah, umat Islam baik di Lamongan dan tempat lainnya perlu memahami pergaulan hidup dalam Islam. Mengingat hanya Islamlah yang memiliki sistem pergaulan yang bermartabat dan memanusiakan manusia. Justru kemuliaan Islam akan tampak ketika sistem pergaulan dipraktikan dalam kehidupan.

Pemisahan Pria dan Wanita

Dalam kehidupan Islam, yaitu kehidupan kaum Muslim dalam segala kondisi mereka secara umum, telah ditetapkan di dalam sejumlah nash syariah, baik yang tercantum dalam al-Quran maupun as-Sunnah bahwa kehidupan kaum pria terpisah dari kaum wanita. Ketentuan ini berlaku dalam kehidupan khusus seperti di rumah-rumah dan yang sejenisnya, ataupun dalam kehidupan umum, seperti di pasar-pasar, di jalan-jalan umum, dan yang sejenisnya. Ketentuan tersebut merupakan ketetapan berdasarkan sekumpulan hukum Islam (majmu’ al-ahkam) yang berkaitan dengan pria, wanita, atau kedua-duanya; juga diambil dari seruan al-Quran kepada kaum wanita dalam kedudukannya sebagai wanita dan kepada kaum pria dalam kedudukannya sebagai pria. Dalam salah satu potongan ayat-Nya, Allah SWT berfirman:

“…laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar…” (TQS al-Ahzâb [33]: 35)

Adapun sekumpulan dalil al-Quran dan as-Sunnah yang mendasari pemisahan ini, dengan menelitinya akan didapati bahwa Allah SWT telah mewajibkan wanita memakai jilbab jika hendak keluar rumah. Allah telah menjadikan wanita seluruhnya adalah aurat selain wajah dan dua telapak tangannya. Allah mengharamkan wanita untuk memperlihatkan perhiasannya terhadap selain mahram-nya. Allah pun telah melarang kaum pria melihat aurat wanita, meskipun hanya sekadar rambutnya. Allah juga telah melarang para wanita bepergian, meskipun untuk haji, jika tidak disertai mahram. Di samping itu, akan ditemukan pula Allah telah melarang seseorang untuk memasuki rumah orang lain, kecuali dengan seizin penghuninya. Allah tidak mewajibkan kaum wanita melakukan shalat berjamaah, shalat Jumat, atau pun berjihad. Sebaliknya, Allah mewajibkan semua aktivitas tersebut bagi kaum pria. Allah juga telah mewajibkan kaum pria bekerja dan mencari penghidupan, tetapi Allah tidak mewajibkan hal itu atas kaum wanita.

Allah membolehkan adanya interaksi di antara keduanya, baik dalam kehidupan khusus maupun dalam kehidupan umum. Allah SWT, misalnya, telah membolehkan kaum wanita untuk melakukan jual-beli serta mengambil dan menerima barang; mewajibkan mereka untuk menunaikan ibadah haji; membolehkan mereka untuk hadir dalam shalat berjamaah, berjihad melawan orang-orang kafir, memiliki harta dan mengembangkannya, dan sejumlah aktivitas lain yang dibolehkan atas mereka. Semua aktivitas di atas yang dibolehkan atau diwajibkan oleh syariah Islam terhadap kaum wanita, harus dilihat dulu. Jika pelaksanaan berbagai aktvitas di atas menuntut interaksi/pertemuan (ijtima’) dengan kaum pria, boleh pada saat itu ada interaksi dalam batas-batas hukum syariah dan dalam batas aktivitas yang dibolehkan atas mereka. 

Ini misalnya aktivitas jual-beli, akad tenaga kerja (ijârah), belajar, kedokteran, paramedis, pertanian, industri, dan sebagainya. Sebab, dalil tentang kebolehan atau keharusan aktivitas itu berarti mencakup kebolehan interaksi karena adanya aktivitas-aktivitas itu. Namun, jika pelaksanaan berbagai aktvitas di atas tidak menuntut adanya interaksi di antara keduanya seperti berjalan bersama-sama di jalan-jalan umum; pergi bersama-sama ke masjid, ke pasar, mengunjungi sanak-famili, atau bertamasya; dan yang sejenisnya, tidak boleh seorang wanita melakukan interaksi dengan seorang pria. Sebab, dalil-dalil tentang keharusan pemisahan kaum pria dari kaum wanita bersifat umum. Tidak ada satu dalil yang membolehkan adanya interaksi di antara pria dan wanita dalam perkara-perkara di atas, dan interaksi itu pun tidak dituntut oleh perkara yang dibolehkan oleh syariah untuk dilakukan seorang wanita. 

Pemisahan keduanya dalam kehidupan khusus adalah pemisahan yang total, kecuali dalam perkara-perkara yang dibolehkan oleh syariah. Adapun dalam kehidupan umum, hukum asalnya adalah terpisah dan tidak boleh ada interaksi antara pria dan wanita. Kecuali pada perkara-perkara yang telah dibolehkan syariah, di mana syariah telah membolehkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan suatu aktivitas untuk wanita; serta pelaksanannya menuntut adanya interaksi dengan pria. Baik interaksi ini terjadi dengan tetap adanya pemisahan, seperti di dalam masjid, atau dengan adanya ikhtilâth (campur-baur),sebagaimana dalam aktivitas ibadah haji atau jual-beli. Subhanallah, sungguh indahnya pergaulan Islami. Mari warga Lamongan dan Umat Islam di manapun untuk kembali kepada Islam. Bukan yang lain! [VM]

Posting Komentar untuk "Kembalilah Ke Pergaulan Islami, Wahai Warga Lamongan!"

close