Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perubahan Besar Berawal dari Rumah Kita


Oleh : Mentik Puji Lestari 
(MHTI Jember)

Pernahkah kita melihat sebuah keluarga yang pondasinya materi semata? Asal sehat, bisa makan, punya pekerjaan, riba tetap jalan, sholat gak pernah, puasa apalagi. Jika ditanya apa agamanya? Islam katanya. Kalo ada masalah keluarga selalu diselesaikan dengan pertengkaran, tak jarang berujung dengan perceraian. Kebahagiaan dan ketenangan selalu diukur dengan materi semata. 

Hidup berumah tangga bukanlah jalan tol yang tanpa hambatan. Ujian, cobaan, dan hambatan akan datang silih berganti. Hal ini penting selalu disadari oleh setiap pasangan suami-istri. Janganlah mengira Rasulullah hidup penuh kelonggaran. Sudah dimaklumi, Rasulullah saw. hidup dalam kefakiran. Nabi kekasih Allah tersebut dan keluarganya sering tidak kenyang makan selama tiga hari berturut-turut. Hal ini beliau alami hingga pulang ke rahmatullah (HR al-Bukhari dan Muslim). Namun, beliau dan istri-istrinya tetap teguh dalam dakwah Islam.

Saat ini keluarga yang (idealnya) menjalankan delapan fungsi, namun hal ini sudah mulai mengalami disfungsi. yaitu fungsi reproduksi, fungsi edukasi, fungsi ekonomi, fungsi social, fungsi protektif, fungsi afektif, fungsi rekreatif, dan fungsi relijius. Fungsi dan peran keluarga saat ini goyah. Padahal keluarga adalah tempat bersemainya bibit-bibit generasi penerus, sudah selayaknya mendapat perhatian serius. Jika tidak, maka hilang ketenangan lahir dan batin.

Islam mewajibkan setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan, untuk menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, termasuk dalam kehidupan rumah tangga. Menjadikan akidah Islam sebagai asas rumah tangga berarti mendudukkan akidah sebagai penentu tujuan hidup dalam berumah tangga. Akidah Islam menetapkan bahwa tujuan hidup setiap manusia adalah menggapai ridha Allah Swt. melalui ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada-Nya (QS adz-Dzariyat [51]: 56).

Rumah tangga ideologis tidak menyerah dan takluk kepada kondisi keterpurukan kaum muslim. Sebaliknya terpacu untuk bersegera bangkit keluar dari kubangan sistem kufur dan bekerja keras mengubah sistim kufur menjadi system islam. Rumah tangga ini menjadikan maslah islam dan kaum muslim sebagai masalah utama meruntuhkan individualisme yang ditancapkan dalam masyarakat sekuler. Ideologi islam adalah petunjuk Allah bagi hamba-hamba-Nya yang menghendaki keselamatan dunia akhirat islam sebagai problem solver atas segala masalah yang terjadi dan sebagai landasan dalam membina isteri dan anak-anak. Mereka menjadikan islam sebagai ideologi yang wajib diperjuangkan untuk dianut sebagai ideology seluruh manusia di dunia islam diturunkan untuk seluruh manusia.

Rumah tangga yang dibentuk kaum mukmin adalah bukan sembarang rumah tangga, melainkan rumah tangga yang akan diboyong ke surga. Inilah perkara yang senantiasa diingatnya ketika menghadapi persoalan. Karenanya, ketika terjadi guncangan rumah tangga, mereka saling berpegangan, bukan justru saling berlepas tangan. Solusi dan prinsip dalam menyelesaikan persoalan pun senantiasa disandarkan pada akidah dan syariat Islam.Ketimpangan pemahaman Islam antara suami-istri. Adanya jurang pemahaman sepasang suami-istri dapat menghadapi keguncangan dalam rumah tangga. Dakwah pun akan terganggu. Persoalan ini perlu diselesaikan dengan cara menyamakan persepsi. Caranya adalah berdialog; bukan dialog seperti penguasa dengan rakyat, tetapi dialog antara dua sahabat yang dilandasi cinta dan kasih sayang. Jika dialog terasa sulit, maka suami akan meminta dan mendorong istrinya mengikuti proses pembinaan. Hal yang sama dilakukan juga oleh istri kepada suaminya. Rasulullah saw. sering berdialog dengan istri-istrinya.

Rumah tangga ideologis menghadapi tantangan dan ujian yang lebih berat daripada rumah tangga sekuler kapitalis. Ujian tidak selalu berupa kesengsaraan namun bisa berupa nikmat kebahagiaan yang lebih mudah melalaikan manusia dari kewajibannya. Misalnya kekayaan yang membuat sombong dan melunakan pemiliknya hingga terjebak membelokkan haluan rumah tangganya menjadi rumah tangga penikmat kekayaan materi saja atau kalaupun menjalankan kewajiban hanya sebagai selinga jika lagi mood.

Rumah tangga ideologis mensikapi ujian yang dialami bukan sebagai faktor pembatas ketaatan, namun berusaha keras mensiasati dan mengatasinya dengan bimbingan ideologi islam. Keyakinan yang kuat bahwa Allah akan menolong hamba-Nya ketika ia bekerja keras menolong agama Allah. Menumbuhkan optimisme menuju jalan keluar pasti ada tanpa mengurangi upaya pelaksanaan kewajiban rumah tangga maupun masyarakat.

Keselarasan menjalani kehidupan berkeluarga dgn aturan Islam yg ditetapkan Alloh SWT menjadi kunci diraihnya kebahagiaan dunia akherat dlm berkeluarga. Takwa menjadi landasannya. Terikat dgn hukum Syariah sebagai pedomannya.

Tidak mudah memang mewujudkannya, butuh mental ‘tangguh’ (Tanggung jawab dan Sungguh2). Kekurang finansial bukan kendala bagi rumah tangga ideologis untuk menyempurnakan kiprahnya mengemban ideologi islam. Hal ini disiasati dan diatas sesuai dengan ajaran islam. Bahu membahu suami istri mencermati peluang kerja tanpa mengharuskan diri menghamba kepada seseorang ataupun materi dengan penuh tawakal merajut usaha yang memungkinkan tercapai penghasilan tanpa mengabaikan dakwah.

Kesejahteraan keluarga juga akan diraih karena Islam juga menetapkan sistem ekonomi yang menjanjikan kesejahteraan tiap individu warga negaranya. Islam memiliki mekanisme penjaminan kesehateraan individu secara bertingkat  yang mengharuskan Negara untuk memenuhi kebutuhan mendasar setiap  individu rakyatnya. Karena itu akan terwujud masyarakat yang sejahtera dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyyah yang menjalankan apa yang diperintahkan Allah , tidak hanya dalam sistem ekonominya, namun juga  seluruh aspek kehidupan. [VM]

Posting Komentar untuk "Perubahan Besar Berawal dari Rumah Kita"

close