Setelah Aksi Sejuta Umat 411, Lalu Selesai?
Oleh : Aufa Ibnu Junaidi At-Thayibi
(Aktivis HTI Kota Kediri)
“Sebagian orang berpendapat, “hak untuk menghina” harus dilestarikan. Mereka berpendapat kita harus menjunjung tinggi nilai yang membolehkan orang-orang mengekspresikan diri mereka dengan cara-cara yang mungkin akan melanggar sensibilitas orang lain. Bisa disimpulkan, dalam demokrasi yang dipasarkan Barat ke seluruh dunia, Kebebasan berekspresi yang tidak terbatas adalah kebebasan untuk menghina, dan hak untuk bebas menghina keyakinan orang lain tidak bisa menghasilkan masyarakat yang harmonis dan saling menghargai.” Papar Ustadz Umar syarifudin Lajnah siyasiyah DPD HTI Jatim.
Aksi Bela Islam II yang digelar pada hari Jum’at, 4 November 2016, disebut sebagai aksi terbesar Umat Islam sepanjang sejarah Indonesia. Pasalnya, para tokoh nasional menilai aksi bermartabat tersebut, luar biasa dihadiri lebih dari satu juta Kaum Muslimin dari berbagai daerah di Indonesia. Aksi 411 lalu umat turun murni ditunggangi panggilan Islam. Karena keprihatinan hilangnya keadilan hukum di negara ini.
Dalam aksi tersebut, Kaum Muslimin dari kalangan tokoh nasional, para Ulama dan Habaib, bersatu padu menuntut keadilan kepada Presiden Joko Widodo, untuk memproses hukum Ahok, yang dinilai MUI telah menista Al-Qur’an dan para ulama. Namun sayangnya, Presiden RI Jokowi yang katanya gemar blusukan, justru enggan menemui para demonstran dan delegasi ulama yang ingin menyampaikan aspirasinya. Berikut ini pemandangan menakjubkan, lautan manusia yang memadati Kota Jakarta yang melakukan longmarch dan orasi dari mulai Masjid Istiqlal, hingga Istana Negara.
Masjid Istiqlal memang menjadi salah satu basis utama massa yang datang dari berbagai wilayah se-Indonesia. Sebagian massa peserta Aksi Bela Islam II tersebut sudah kembali ke daerah masing-masing. Sebagian masih bertahan di Istiqlal, setidaknya hingga Sabtu pagi.
Di medsos, kaum liberal berusaha mati-matian meredupkan semangat kaum muslim dengan sihir toleransi. Kalau disepakati bahwa makna dari toleransi adalah menahan perasaan tanpa protes, maka tampak jelas bahwa kalangan Liberal tidak konsisten dengan konsep mereka sendiri untuk ‘tidak protes’ terhadap pendapat yang berbeda dari pemikiran/konsep yang mereka bawa. Kaum Muslim dipaksa tunduk pada argumentasi mereka kendati itu menyalahi konsep mereka sendiri.
Bangsa ini pernah mengalami “masa kelam” dalam relasi Islam dan negara, masa pelibatan negara yang “setengah hati” terhadap Islam, kemudian masa ini kita wujudkan “cinta sejati” dalam relasi Islam dan negara. Uraian ini dapat menjadi refleksi untuk situasi sekarang. Temasuk refleksi terhadap Aksi damai menuntut keadilan terhadap “penistaan agama” pada 411 kemarin, sekitar 2 juta lebih masyarakat turut berjalan. Apakah ini akan menjadi tanda “titik nadir” relasi Islam dan negara dalam sejarah Indonesia? Atau dengan cepat direspon –belajar dari sejarah- agar kita segera melakukan “rekonsiliasi” kemudian negara memilih pendekatan “akomodasi” terhadap aspirasi politik umat Muslim.
Berulangnya penghinaan yang selalu dilakukan oleh musuh-musuh Islam tidak terlepas dari motif mereka untuk menciptakan pandangan yang negatif terhadap Islam. Islam mereka gambarkan penuh dengan segala hal yang seolah-olah jauh dari nilai-nilai kemanusian; Islam agama para teroris, bersifat mengekang kebebasan, penuh dengan kekerasan. Akibatnya, masyarakat awam yang tidak pernah mendapatkan penjelasan tentang Islam secara langsung dari sumbernya akan menyimpulkan bahwa Islam adalah sebuah agama yang sebagaimana digambarkan oleh mereka yang membenci Islam.
Tampak jelas bahwa kaum kuffar seluruhnya meremehkan kaum Muslim akibat tidak adanya Khilafah yang memimpin mereka, mempersatukan mereka, menjunjung tinggi kemuliaan mereka, dan mempersiapkan kekuatan yang membuat para musuh ketakutan, sehingga mereka tidak berani meremehkan kaum Muslim, apalagi sampai menyerang negeri mereka. Kaum kuffar memandang kaum Muslim dengan pandangan mata yang sempit bahwa mereka melihat kaum Muslim sebagai orang miskin, terbelakang, dan terpecah belah, tidak memiliki kemampuan dan kekuatan, apalagi mereka dikuasai oleh para antek jahat yang tunduk pada Barat, yang memerangi dan membenci kaum Muslim melebihi negara-negara Barat.
Saat ini kesadaran umat Islam akan tanggung jawab dan kewajiban mereka untuk menegakkan kembali syariah Islam secara kaffah melalui tegaknya institusi politiknya, yakni Khilafah Islamiyah, makin meluas dan membesar. Demikian pula kesadaran mereka terhadap berbagai macam kerusakan akibat penerapan sistem kapitalisme-demokrasi-sekular.
Hal ini tentu membuat musuh-musuh Islam berupaya kuat untuk membendung laju derasnya perjuangan tersebut. Salah satunya adalah dengan terus melakukan penghinaan dan stigmatisasi negative terhadap Islam, khususnya ide syariah dan Khilafah. Akibatnya, sebagian umat Islam enggan berupaya untuk kembali menerapkan syariah secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Padahal ketiadaan Khilafahlah yang menyebabkan umat Islam terus menerus dihina oleh musuh-musuh mereka.
Al-Imam al-Jalil Syaikh Izzuddin bin ‘Abdissalam yang dikenal dengan julukan Sulthân al-Ulamâ’ pernah mengatakan, “Jika Khilafah tiada, jalan-jalan tak kan aman bagi kita. Orang lemah jadi santapan orang kuat di antara kita.” Jauh sebelumnya, Hanzhalah bin Shaifi al-Katib, salah seorang sekretaris Nabi saw., pernah berkata saat ada fitnah untuk menggulingkan Khalifah Ustman bin Affan: “Aku heran dengan apa diobrolkan manusia. Mereka ingin Khilafah lenyap. Padahal jika Khilafah lenyap, kebaikan dari mereka pun lenyap. Setelah itu mereka akan hina-dina.”
Jadi, belumkah tiba saatnya umat Islam untuk sungguh-sungguh berjuang bagi tegaknya Khilafah Islam? Tanpa Khilafah umat menjadi sangat lemah. Ini bukti ke sekian kali, betapa penghinaan terhadap Islam, Nabi Muhammad saw. dan al-Quran menunjukkan bahwa umat Islam dewasa ini memang sangat lemah sehingga gampang diperlakukan secara semena-mena. Khilafah akan menyatukan umat. Dengan persatuan umat, Islam akan menjadi kuat kembali sehingga mampu menegakkan ’izzul Islam wal Muslimin; termasuk melindungi kehormatan ajaran Islam, al-Quran dan Nabi Muhammad saw yang mulia. [VM]
Posting Komentar untuk "Setelah Aksi Sejuta Umat 411, Lalu Selesai?"