Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hiruk Pikuk RAPERDA Poligami di Pamekasan


Oleh : Ibnu Rusdi 
(Departemen Politik HTI Madura Raya)

Pembicaraan yang senantiasa menarik untuk dibahas adalah politik dan poligami. Politik situasinya begitu cepat dan dinamis. Adapun poligami, marak diperbincangkan namun sedikit yang melakukan. Berlepas dari pro kontra, tetap saja dua topik itu menjadi ‘hot’ sepanjang masa. Tak lekang oleh zaman. Tak bosan untuk dijadikan bahan diskusi dan pembicaraan.

Tak jarang ditemui poligami dimasukan ke dalam raperda (rancangan peraturan daerah) di Pamekasan. Biasanya raperda berkaitan tentang urusan ekonomi dan kesejahteraan. Nyatanya ini di luar kebiasaan dan mendobrak keingintahuan seseorang. Poligami. Suatu hal yang dinanti lelaki, tapi tak disukai perempuan. Meski hal itu tidak bisa dielakkan faktanya.

Politik untuk Poligami

DPRD Pamekasan menyususun raperda poligami atas desakan ulama’. Tujuannya mengurangi angka praktik prostitusi dan perselingkuhan di Pamekasan yang marak. Sebenarnya ulama’ menginginkan Raperda Prostitusi, namun ditolak kalangan dewan. Rencana raperda poligami ini gagasannya dari Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan, Apik.

Di dalam raperda Poligami dilegalkan warga bukan sebatas PNS, tapi masyarakat umum juga boleh menikahi Pekerja Seks Komersial (PSK). Penyelamatan PSK itu demi mengurangi wanita yang bekerja tuna susila. Begitu pula angka perempuan yang belum kawin, bisa diatasi karena pria boleh menikahi wanita lebih dari satu.

Pro dan kontra pun mengiringi raperda Poligami. Ulama’ sebagai garda terdepan memberikan suara dukungan. Kondisi ulama’ Madura memang sensitif dengan aktifitas amar ma’ruf nahi munkar. Kepekaan politik yang dimiliki untuk mendatangi anggota Dewan dianggap sebagai langkah strategis. Ulama’ tidak ingin bertindak gegabah. Begitu pula Istri Bupati Pemekasan mendukung wacana raperda. 

Lain halnya dengan Wardatus Syarifah, Wakil Komisi I yang juga separtai dengan Apik dari NasDem, menolak wacana tersebut. Alasannya kemunculan gagasan itu tidak berdasar, sama halnya memperkenankan wanita masuk ke dalam rumah tangga wanita lain untuk menjadi bagiannya. Raperda Poligami bukan satu-satunya solusi dalam persoalan kemaksiatan di bumi Gerbang Salam, tapi banyak solusi lain. Misalnya, memberikan pelatihan kegamaan, keperempuanan, dan lainnya. Ia berharap raperda tersebut jika masuk pada prolegda, agar anggota legislatif perwakilan perempuan dimasukan menjadi tim panitia khusus (pansus).

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kebolehan poligami dalam aturan Islam, tampaknya tidak mudah untuk diformalkan melalui tangan anggota dewan. Hal yang disayangkan jika raperda ini berujung pada kompromistis dan tidak lagi mampu mengatasi persoalan utama, yakni KEMAKSIATAN YANG MERAJALELA.

Jika ditelisik terkait pengaturan poligami. Berdasarkan penuturan Prof. Yusril Ihza Mehendra. Sesungguhnya poligami bukan materi pengaturan Perda. Melainkan materi pengaturan Undang-Undang. UU no 1/1974 telah mengatur dengan jelas hal tersebut. Jika diperlukan pengaturan lanjutan, maka pengaturannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Jika ada perda semisal itu dengan mudah dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam pengujian formil maupun meteriil.

UU Perkawinan dengan tegas menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut agamanya masing-masing dan kepercayaanya itu. Pengaturan terkait dengan hukum agama bukan materi yang diotonomikan, tetapi materi yang menjadi kewenangan pusat. Jadi dalam hal  poligami, maka akan berlaku satu hukum yang berlaku secara nasional. Walaupun ada keragaman hukum di dalamnya. Dalam hal hukum Islam bidang munakahat juga berkalu satu hukum Islam secara nasional. Tidak bisa ada hukum munakahat Islam yang secara spesifik mengatur poligami hanya berlaku di Pamekasan dan diatur dengan perda.  

Poligami Jadi Solusi

Kemaksiatan di Gerbang Salam, Pamekasan Madura yang merajalela memang perlu mendapat perhatian khusus. Kesadaran ulama’ perlu ditingkatkan dengan tsaqofah dan kepekaan politik. Harus diakui sistem hidup saat ini memang jauh dari aturan Islam yang berujung pada kebebasan. Hampir dipastikan dengan alasan kebebasan, segala kemaksiatan dibolehkan bahkan dijadikan ladang memperoleh peruntungan. Standar halal dan haram tidak lagi menjadi pegangan manusia dalam kehidupan.

Perlu kiranya mendudukan poligami secara benar agar mampu memberikan solusi. Jika persoalannya berupa menutup pintu kemaksiatan maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

Pertama, suasana dan perasaan islami masyarakat Madura memang belum pudar. Ulama dan santri pun masih betebaran demi menjaga aqidah umat agar selamat dunia akhirat. Rasa hormat dan ta’dzim masyarakat kepada ulama’ juga tinggi. Karena itu amar ma’ruf nahi munkar berupa amalan dakwah politik ideologis dan juga ruhiyyah perlu digencarkan.

Kedua, pemerintah menutup segala pintu kemaksiatan berupa prostitusi, hiburan malam, karaoke, tempat-tempat maksiat lainnya. Jangan menggadaikan keimanan masyarakat Madura hanya demi pendapatan untuk pemasukan APBD. Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam Madura yang sejatinya melimpah, namun dikelola oleh korporasi nakal. Akibatnya kehidupan ekonomi rakyat Madura belum sejahterah.

Ketiga, timbulnya persoalan umat ini ditimbulkan karena satu sebab, yakni Syariah Islam ditinggalkan umatnya. Islam sekadar diambil dalam persoalan ritual. Sebaliknya diabaikan untuk mengurusi politik dan kehidupan. Karenanya upaya seruan untuk menyelamatkan Madura dengan Syariah Islam harus terus digelorakan agar Gerbang Salam tak sekadar jargon!

Keempat, pembahasan poligami jangan sampai menyalahi aturan Islam. Mengingat Allah SWT telah membolehkan seorang lelaki untuk beristri sampai empat orang (QS An Nisa’ [4]:3). Atas dasar itu jelas sekali bahwa, Allah SWT telah memperbolehkan poligami tanpa ada pembatas (qayad), syarat atau ‘illat apapun. Bahkan setiap Muslim boleh mengawini dua, tiga, atau empat orang wanita yang ia senangi. Karena itu, kita mendapati Allah SWT berfirman: “mâ thâba lakum (yang kamu senangi)”. Yaitu wanita-wanita yang kamu dapati dan kamu senangi. Jelas pula bahwa Allah SWT telah  memerintahkan kita untuk berbuat adil di antara isteri-isteri. Sekaligus Allah SWT menganjurkan kepada kita dalam kondisi takut terjatuh ke dalam kezaliman di antara isteri-isteri agar kita membatasi dengan satu orang isteri saja. Karena membatasi dengan satu orang isteri saja adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. 

Kelima, umat di Pamekasan khususnya dan di tempat lainnnya harus dididik dengan pergaulan Islami. Tujuannya umat memahami pergaulan anatara laki-laki dan perempuan. Tahu mana mahram dan yang bukan. Serta meneguhkan kembali peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan. Penguasa pun memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pergaulan.

Adapun keadilan yang dituntut kepada seorang suami terhadap para isterinya, itu bukanlah keadilan secara mutlak (dalam segala hal). Melainkan adalah keadilan suami isteri di antara isteri-isteri yang masih berada dalam batas kemampuan seorang manusia untuk merealisasikannya. Sebab, Allah SWT sendiri tidak membebani manusia kecuali dalam batas-batas kesanggupannya (QS al-Baqarah [2]: 286).

Karenanya perlu memahami syariah Islam secara menyeluruh agar tidak sepotong-potong. Ketika suatu pemerintahan mau menerapkan ekonomi Syariah Islam ada jaminan pemerataan kesejahteraan. Begitu pula ketika diterapkannya Syariah Islam secara sempurna akan mampu menjaga harta, jiwa, keturunan, akal, agama, serta negara. Kondisi inilah yang akan dirasakan oleh semua, sehingga Islam Rahmatan Lil Alamin bukan sekadar slogan “tong kosong nyaring bunyinya”. Ayong Cong reng Madure, Terapkan Syariah Khilafah agar hidup berkah. Gerbang Salam akan membuka kemenangan Islam dari Pulau Madura. [VM]

Posting Komentar untuk "Hiruk Pikuk RAPERDA Poligami di Pamekasan"

close