Kursus Pranikah Solusi Komprehensif Darurat Perceraian?


Tingginya angka perceraian di berbagai daerah membuat semua pihak merinding. Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, dari dua juta pasangan menikah, sebanyak 15 hingga 20 persen bercerai. Sementara, jumlah kasus perceraian yang diputus Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia pada 2014 mencapai 382.231, naik sekitar 131.023 kasus dibanding tahun 2010 yang sebanyak 251.208 kasus. Sementara dalam persentase berdasarkan data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, dalam lima tahun terakhir terjadi kasus cerai gugat mencapai 59 persen hingga 80 persen (http://www.koran-jakarta.com/angka-perceraian-terus-meningkat/). Atas problem perceraian ini, Kemenag merencanakan kursus pranikah bagi calon pasangan suami istri. sebagai upaya preventif agar perceraian tak lagi terjadi. 

Masalah perceraian tak sesederhana bahwa calon pasangan kurang siap atau kurang matang mengarungi bahtera pernikahan. Sehingga ketika terjadi problem ekonomi, intervensi kondisi luar rumah atas keluarga, maupun problem anak maka pasangan yang kurang siap akan memilih cerai, sedangkan pasangan yang siap akan bertahan. Ini memang satu sisi masalah. Ada masalah yang lebih besar yang patut diurai terlebih dahulu,  yaitu rangsangan apa saja yang terjadi di sekitar keluarga kita hingga ikatan menjadi begitu rapuh? 

Keluarga saat ini tengah dibombardir dengan berbagai masalah yang lahir dari buruknya sistem kehidupan. Bagaimana tidak, sistem liberal yang ‘ketimuran’ ini tetaplah sistem liberal, yang mengabaikan solusi Tuhan dan menerapkan solusi manusia. Dikarenakan manusia tempatnya salah dan lupa, tentu sistem liberal nyata kecatatannya. Pergaulan misalnya, bebas melakukan hubungan suka sama suka dengan batasan ‘ketimuran’. Lahirlah perselingkuhan, LGBT, free seks, AIDS, penyakit kelamin, aborsi amupun KDRT. Andaikan pergaulan (perselingkuhan) tidak membudaya, maka keluarga jauh lebih tenteram daripada saat ini.

Ekonomi liberal misalnya, membuat pemilikan assets berdasarkan modal yang dipunya. Juga melahirkan komersialisasi fasilitas publik yang harga menjadi standarnya. Wajar jika problem kemiskinan, jurang perbedaan kaya-miskin makin besar. Tak heran jika ekonomi keluarga begitu rapuh dan mudah menyulut emosi pasangan. Bagaimana tidak, sudahlah suami bekerja, istri bekerja juga, tak cukup memenuhi kebutuhan keluarga yang semuanya serba mahal. Rapuhlah ekonomi keluarga demikian juga psikisnya. Andaikan liberalisasi ekonomi tak terjadi, negara benar-benar menjadi pelayan masyarakatnya dengan memastikan mekanisme pemenuhan hajat hidup masyarakat terus berjalan, maka kesejahteraan keluarga tentu akan terjadi.

Demikian juga pendidikan kita, yang berbau liberal ‘ketimuran’. Liberal yang malu-malu penampakannya namun hasilnya memalukan. Kurikulum didesain agar anak didik siap kerja namun tidak siap menghadapi hidup. Budaya Barat yang diajarkan dan lupa budaya ajaran Nabinya. Agama tersisih. Akibatnya remaja hedonis, labil dan siap kerja yang lahir dari sekolah-sekolah. Andaikan pendidikan kita berazaskan agama, maka pastilah kesiapan mengarungi hidup menjadi perhatian utama. Anak didik disiapkan sejak dini bagaimana menjadi khalifah di bumi. Sebagai laki-laki, sebagai perempuan, dengan amanah menjadi anak, ayah, ibu, suami, istri, bahkan  sebagai pemimpin bangsa. Ilmu pra nikah dan saat menikah sudah mendarah daging pada diri mereka. Ilmu negara saja mendarah daging, apalagi ilmu rumah tangga.

Apresiasi besar atas gebrakan kursus pra nikah patut dinyatakan. Apresiasi yang lebih besar lagi patut kita suarakan, kepada siapa saja yang sedang berusaha merubah berbagai situasi rusak yang melingkupi keluarga hingga pertahanan keluarga dipertaruhkan. Dengan usaha yang berdasar agama yang sempurna. Dengan metode perubahan yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam merubah situasi. Mereka sedang melakukan kerja nyata saat ini menuju perubahan komprehensif hakiki. (Menuju Kongres Ibu Nusantara Ke-4, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia) [VM]

Pengirim : Ratih Respatiyani (Aktivis MHTI Kab. Semarang)

Posting Komentar untuk "Kursus Pranikah Solusi Komprehensif Darurat Perceraian?"