Negara, Pilar Utama Ketahanan Keluarga (Sebuah Monolog)


Keluarga muslim, tempat pembinaan calon pemimpin umat.
Keluarga muslim, pembentuk peradaban dunia.
Dalam keluargalah sang calon pembangun peradaban, anak, mendapatkan pendidikan pertamanya.

Idealnya,
Keluarga muslim: tentram, penuh cinta dan kasih sayang.
Kasih sayang ibu dan ayah dirasakan oleh anak-anaknya.

Lazimnya,
Ibu merawat, mengasuh, mendidik.
Ayah memberi nafkah, mengarahkan dan membimbing.
Maka lahirlah generasi sehat, 
generasi ceria, 
generasi senang mengaji,
generasi peduli terhadap sesama,
generasi kreatif dan inovatif,
generasi cerdas berkualitas,
dan generasi rajin menuntut ilmu.

Mereka tumbuh menjadi generasi salih dan salihah,
generasi yang taat kepada Allah dan rasul-Nya,
generasi yang percaya diri dengan syariah yang diyakininya,
generasi pemberi solusi atas semua masalah, bukan generasi alay dan mellow.

Generasi harapan umat.
Generasi penegak peradaban Islam gemilang.

Namun faktanya kini...
Kapitalisme telah menghancurkan segalanya!
Keluarga muslim dikoyak!
Bangunan keluarga muslim dirobohkan dengan ide gender dan hak asasi manusia.
Keluarga muslim diliberalisasi.
Perempuan berlomba meminta cerai dengan mudahnya.
Keluarga berkecukupan pun dihancurkan.

Sementara itu...
Keluarga miskin ditelantarkan oleh negara.
Bebab berat yang semakin menghimpit tak kuasa mereka jalani.
Harga kebutuhan pokok melambung.
Undang-undang privatisasi membuat segalanya semakin mahal.
Sembako semakin sulit dijangkau.
Hak rakyat kecil "dikebiri"!

Penggusuran dilakukan tanpa belas kasih dan kompensasi sepadan.
Rakyat kecil menjadi bulan-bulanan di depan hukum.
Keadilan masih tebang pilih.
Yang nyata-nyata menistakan Alquran masih melenggang bebas dengan seenaknya.
Inikah yang disebut keadilan?

Sedangkan para ibu?
Ibu terpaksa menjadi TKW
Meskipun dengan risiko dianiaya, diperkosa, bahkan dibunuh dengan keji.
Anak-anak pun menjadi korban.
Mereka dipaksa mencari uang!

Ancaman kekerasan di kalangan remaja.
Keroyokan. Tawuran. Ancaman free sex. Hingga stress karena tak lulus ujian. Generasi instan. Yang bunuh diri hanya karena putus cinta.

Sedangkan yang cantik dan pintar?
Banyak yang menggadaikan agamanya demi barang murah berjudul "kontes kecantikan".
Mereka membanggakan negerinya hanya dengan "dua carik kain".

Sedangkan di sisi lain,
muslimah yang menutup auratnya direnggut kehormatannya. Dilecehkan. Bahkan dibunuh!

Keluarga muslim telah lama dikoyak dengan isu kesetaraan gender atau  musawah.
Ironisnya, mereka justru bangga dengan isu racun berbalut madu bernama emansipasi.
Pernikahan yang sah ditentang.
Poligami pun diserang habis-habisan.
Parahnya, justru zina ditumbuhsuburkan dengan kondomisasi.
Pernikahan sejenis dilegalkan. 
LGBTIQ menjadi barang lumrah.

Lalu,
Apakah kita akan diam?
Apakah kita akan diam, saudaraku?
Maka akan semakin liberal lah semuanya jika demikian.
Akan hancurlah kita semua jika hanya berpangku tangan.
Maka bangkitlah! Bergeraklah dengan syariah. 
Dan hanya negara Khilafah yang powerful, yang memiliki daya dan kekuatan untuk menjaga umatnya.
Menjadi pilar utama ketahanan keluarga kita semua.
Mari, satukan langkah!


Emma Lucya F
Penulis buku-buku Islami

Posting Komentar untuk "Negara, Pilar Utama Ketahanan Keluarga (Sebuah Monolog)"