Ilusi Rasa Aman Era Kapitalisme


Oleh : Hervilorra Eldira DMG, S.ST
(Aktivis MHTI Madiun)

Masih lekat dalam ingatan beberapa waktu lalu ibukota kembali dikejutkan dengan tragedi pembunuhan sadis yang terjadi pada keluarga Dodi Triono di rumahnya Jalan Pulomas Utara, Nomor 7A, Jakarta Timur. Perampokan sadis yang berujung pada kematian 6 orang korban yang disekap di kamar mandi kecil bersama 5 orang lainnya memang menarik perhatian publik. Kepolisian pun bergerak cepat mengungkap kasus ini dengan berhasil diringkusnya 3 pelaku dan 1 masih buron.

Terjadi di ibukota yang sebentar lagi melakukan pemilu, setiap calon gubernur berlomba memberikan solusi untuk setiap permasalahan yang ada. Melansir IDN Times, berikut adalah beberapa solusi antisipatif agar tindak kriminal tak lagi terulang. 

“Kejadian serupa tidak akan terulang jika pemberdayaan RT/RW dilakukan dengan maksimal, termasuk komunitas lain di tengah masyarakat. Potensi tindak kejahatan bisa diantisipasi dengan saling berbagi informasi antar penghuni. Kewaspadaan warga juga dihimbau untuk ditingkatkan.” Ungkap Calon gubernur nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono.

Berbeda dengan calon gubernur nomor urut 1, "Kita sudah pasang 112. Makanya kita mau, orang kalau ada apa-apa ingatnya 112," kata Ahok. "Handphone kamu enggak ada pulsa pun bisa pakai, beda provider bisa pakai, pokoknya 112. Kucing kamu nyangkut kalau kamu ingat 112 itu petugas dating” tegasnya.

Senada dengan Agus, Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno ini berjanji akan meningkatkan interaksi hingga level RT di seluruh wilayah. Menurutnya, peningkatan interaksi antar warga akan membuat lingkungan semakin aman.

Berbagai solusi untuk menciptakan rasa aman di negeri ini telah dirintis dengan berbagai program. Namun, pada kenyataannya rasa aman itu semakin jauh di angan-angan. Apalagi sumber kriminalitas justru sebagian besar terjadi di ibukota. Jika permasalahan adalah terletak pada kurangnya teknologi sebagai alat pendukung bagi terciptanya keamanan, maka tentu Negara maju layaknya Amerika harusnya menjadi Negara dengan tingkat keamanan tertinggi didunia. Namun, pada kenyataannya tidak demikian. Negeri paman syam tersebut meskipun adalah negara adidaya, tetapi angka kejahatan seperti  pembunuhan di negara ini sangat tinggi. Setiap saat, setiap hari dan setiap bulan masyarakat Amerika mengalami ancaman kejahatan termasuk perampokan yang serius. Dilansir dari Situs database Numbeo mengeluarkan indeks kejahatan dunia 2016 (Crime Index 2016), yang memasukkan kota-kota di Amerika sebagai kota dengan indeks kejahatan yang tinggi dan indeks keamanan yang rendah.

Negara dengan mayoritas muslim ini, tentu seharusnya kita menengok solusi yang telah diberikan oleh Islam bagi permasalahan ini. Sebagai agama yang memberikan pedoman hidup yang rinci dan sempurna tentu Islam pasti memiliki solusi dalam menciptakan rasa aman bagi warga negaranya. Di dalam Islam, konsep keamanan telah dijelaskan secara rinci beserta dengan metode penerapannya di dalam kitabullah dan Sirah Nabawiyah. Di dalam firman Allah SWT:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (TQS. Al-An’ām [6] : 82).

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa iman kepada Allah, serta semua yang datang dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah yang mutawatir jika tidak dicampuri dengan kezaliman (berhukum kepada selain syariah Islam), maka di antara buahnya itu adalah terwujudnya semua jenis dan bentuk keamanan, seperti keamanan kejiwaan, keamanan pangan, keamanan politik dan lainnya. Kezaliman adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan tidak ada kezaliman yang lebih jelek dan mengerikan daripada menempatkan undang-undang buatan manusia untuk menggantikan undang-undang dari pencipta manusia dalam pemerintahan dan pemeliharaan semua urusan masyarakat. Sebab Allah-lah satu-satunya Dzat yang mengetahui segala hal yang baik dan buruk bagi manusia, kapanpun dan dimanapun.   

Keimanan dan keterikatan dengan syariah Islam, serta penerapannya dalam semua urusan kehidupan melalui negara Khilafah Rasyidah, itulah yang akan mewujudkan keamanan yang diimpikan, sebab semua itu adalah buah dari keimanan, bukan sesuatu yang ada sebelum keimanan. Keimanan yang hakiki tidak dapat dicapai kecuali dengan adanya keimanan yang menumbuhkan ketakutan kepada Allah dalam hati masyarakat yang membuahkan keterikatan mereka terhadap syariahnya. Dengan demikian, keamanan merupakan buah dari diterapkannya syariah kepada mereka. Sehingga tidak mungkin menemukan keamanan dalam naungan sistem buatan manusia, seperti kapitalisme atau yang lainnya, karena konsep keamanan dalam sistem buatan manusia adalah konsep yang salah, konsep ini hanya memberikan kenyamanan, ketentraman dan ketenangan pada kelas penguasa dan para pengikutnya saja, tidak dengan selain mereka, sebab dalam pandangan sistem buatan manusia, mereka tidak termasuk yang mendapatkan keamanan, dan jika mereka tidak tunduk, maka pembunuhan, pembunuhan massal, penangkapan, penghinaan dan perlakuan kejam yang akan mereka terima. Konsep keamanan yang tergambarkan di mata Fir’aun adalah kepuasan atas singgasananya, hartanya, keluarganya dan ketuhanan yang diklaimnya, sehingga untuk mempertahankan semua itu ia melakukan pembantaian bahkan terhadap anak-anak, dan ia benar-benar orang yang sangat melampaui batas.

Jadi konsep “keamanan sebelum keimanan” adalah konsep yang salah, bertentangan dengan akidah Islam, bahkan akan mengeluarkan penyerunya dari Islam menuju kekufuran jika ia bukan orang yang bodoh terhadap syariah Islam. Dengan demikian, keamanan adalah buah dari keimanan, dimana ada tidaknya keamanan di tentukan oleh ada tidaknya keimanan, sehingga adanya keamanan terikat selalu dengan keimanan. Maka Khilafah sebagai institusi yang menerapkan Syariah Islam inilah yang akan membawa keamanan hakiki yang diimpikan oleh seluruh makhluk di bumi setelah beberapa abad keamanan hilang. Ketika Islam diterapkan dalam semua urusan kehidupan ini, maka keamanan, keadilan dan kebaikan akan mewarnai seluruh penjuru dunia. 

Namun, apabila setelah diterapkan Syariah Islam masih terjadi kriminalitas maka Islam memiliki cara untuk penanganan dengan memberikan hukuman dan pencegahan agar tidak terulang kembali.

Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizhâm al-‘Uqûbât menyatakan bahwa sanksi yang harus diterima pembegal jalanan (quthâ’ ath-tharîq) berbeda-beda sesuai dengan tindakan yang mereka lakukan. Jika hanya merampas harta benda saja, mereka akan dikenai hukuman dengan dipotong tangan kanan dan kaki kirinya (secara silang). Tangan dipotong dipergelangannya seperti pemotongan pada kasus pencurian. Adapun kaki dipotong pada persendian mata kakinya (dengan benda yang sangat tajam dan tanpa dilakukan penyiksaan).

Jika mereka hanya melakukan teror dijalan, mereka dikenai sanksi pengusiran, yakni diusir dari negerinya ke negeri-negeri yang jauh. Jika mereka hanya membunuh, mereka dikenai hukum bunuh saja. Namun, jika mereka membunuh disertai merampas harta benda maka mereka akan dibunuh dan disalib. Penyaliban dilakukan setelah dilakukan pembunuhan, bukan sebelumnya.

Tujuan dari hukuman ini juga agar memberikan efek jera bagi pelakunya dan efek takut bagi yang ingin melakukan kejahatan yang sama. Kemaslahatan ini akan terwujud dan bisa dirasakan manusia dengan penerapan syariah Islam secara kâffah. Dengan begitu, keamanan individu, masyarakat dan negara pun terjaga.

Dari penjelasan diatas, maka menciptakan keamanan dalam sistem kapitalisme hanya akan menjadi ilusi semata. Karena sistem ini meniscayakan ketiadaan peran agama dalam kehidupan. Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) menjadi akidah yang mendasari sistem ini. Sehingga akan menciptakan manusia-manusia yang individualistik yang berkelakuan sekehendak hatinya sesuai hawa nafsu mereka tanpa berpikir tentang kemaslahatan masyarakat banyak. [VM]

Posting Komentar untuk "Ilusi Rasa Aman Era Kapitalisme"