Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) Adalah “Masa Lalu”


Oleh : Emma Lucya F, S.Si
Aktivis Muslimah HTI
(Alumni Statistika Universitas Brawijaya)

Konferensi PBB IV di Beijing pada tahun 1995 yang dihadiri 189 negara-negara anggota PBB menghasilkan Beijing Platform for Action (BPFA). Kemudian pada tahun 2010 diperkenalkan wawasan Gender And Development (GAD) dengan penekanan pada kesadaran tentang kesetaraan gender dalam menilai kesuksesan pembangunan. Indikator dari kesadaran tersebut menggunakan perhitungan Gender Development Index  (GDI), yaitu kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, serta Gender Empowerment Measure (GEM) yang mengukur kesetaraan dalam partisipasi politik dengan indikator kesetaraan sempurna 50/50. 

Ada 12 (duabelas) bidang kritis BPFA yaitu perempuan dan kemiskinan; pendidikan dan pelatihan bagi perempuan; perempuan dan kesehatan; kekerasan terhadap perempuan; perempuan dan konflik bersenjata; perempuan dan ekonomi; perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan; mekanisme institusional untuk kemajuan perempuan; hak asasi perempuan; perempuan dan media; perempuan dan lingkungan; serta anak perempuan.

Menurut mereka, pemberdayaan perempuan lebih ditekankan pada kemandirian dan kebebasan kaum perempuan dalam berbagai bidang. Dalam bidang ekonomi, perempuan didorong untuk mandiri secara finansial. Dalam bidang pendidikan, khususnya tentang kemandirian perempuan dalam pengambilan kebijakan publik, disusunlah kurikulum yang bebas dari bias gender. Dalam bidang kesehatan perempuan diarahkan pada kebebasan dalam menentukan hak reproduksinya sendiri. Dalam hal ini perempuan tidak lagi menjadikan kehamilan sebagai faktor penghambat aktivitas publik. 

Agenda Terselubung KKG 

Dalam program KKG secara lebih jauh kita bisa melihat dampaknya dalam penerapan syariah dalam konteks hubungan manusia dengan manusia lainnya. Syariah Islam dalam bidang pemerintahan, sosial budaya, pidana, ekonomi dan pendidikan berusaha dihilangkan fungsinya. Dengan kata lain, fungsi tersebut dimandulkan. Yang tersisa, syariah Islam hanya dipakai dalam ranah keluarga dan itu pun hanya sebagian kecil. Keluarga pun diliberalisasi. Keluarga sebagai basis terakhir pertahanan kaum muslimin, tempat lahirnya generasi muslim dan sebagai bagian terakhir sisa pelaksanaan syariah Islam berusaha dihancurkan. Pintu masuknya adalah program KKG yang diarus-utamakan kepada para perempuan dan ibu. 

Kaum moderat senantiasa berusaha mengusung ide-ide liberalisasi terkait keluarga. Bisa dikatakan, upaya all-out mereka itu hampir berhasil. Dampak buruk dari semua itu bisa kita lihat secara kasat mata saat ini dengan semakin maraknya kebebasan perilaku seks, kewajiban suami istri diabaikan, peran ibu pun dilalaikan dengan sengaja. Selain itu, dalam kehidupan berkeluarga kepemimpinan pria menjadi hilang dan ‘digantikan’ perannya oleh perempuan baik secara materi karena banyaknya perempuan/ibu bekerja maupun secara nonmateri. Muncullah istilah perempuan kepala keluarga. Ketaatan istri kepada suami menurun karena perempuan merasa bisa mandiri tanpa laki-laki. Semakin meningkat tajamlah angka nusyuz, angka perceraian atau single parent. Tak luput dari serangan KKG adalah masalah poligami. Poligami dibenci, sedangkan zina dianggap bisa. Luar biasa bukan?

Isu KKG memang ingin meraih banyak hal. Diantaranya, kepemimpinan rumah tangga tidak lagi menjadi milik laki-laki, hapuskan sistem kewajiban mencari nafkah dari pundak suami, hapuskan konsep ketaatan pada suami, perkawinan bukan ibadah, hapuskan konsep maskawin (mahar), serta tak perlu akad nikah, cukup dengan kesepakatan antara ‘suami’ dengan ‘istri’ agar kedudukan laki-laki dan perempuan setara. Menurut para pengusung ide KKG, harus ada perubahan terhadap hukum-hukum Islam. Mutlak! Dan bagi kita, jelas ini adalah propaganda negatif untuk memojokkan Islam.

Strategi Mendasar Menangkal KKG

Ada tiga hal yang bisa kita lakukan untuk menangkal ide KKG. Pertama, cermati fakta persoalan tersebut dengan benar. Ide-ide berbau KKG memang terasa manis di permukaan, namun jika ditilik lebih dalam, dampak buruk yang diakibatkannya bagi kelanggengan dan keharmonisan keluarga terasa lebih besar dan panjang. Hancurnya bangunan keluarga sudah di depan mata. Maka kita pun perlu cermat melihat berbagai program yang dikemas cantik dengan balutan nama ‘pemberdayaan perempuan’. 

Kedua, pahami hukum Islam yang terkait dengan persoalan tersebut. Ketiga, hukumi fakta dengan hukum Islam yang terkait dengan persoalan tersebut serta bagaimana Islam mengatasi persoalan-persoalannya.

KKG Adalah Masa Lalu, Islam Sebuah Solusi

Rentetan panjang permasalahan di keluarga akibat penerapan berbagai program pro KKG harusnya membuat kita sadar bahwa program-program tersebut justru menjadi sumber masalah baru bagi kehidupan keluarga, terutama keluarga muslim. Maka kita pun perlu melakukan upaya sistemik agar keluarga-keluarga muslim menemukan jati dirinya kembali dan bahkan mampu membentuk ketahanannya ditengah arus zaman liberal yang kian menggilas nilai-nilai keimanan. Pemberdayaan perempuan perspektif Islam sebenarnya justru menjadi solusi dari permasalahan generasi ini. 

Pemberdayaan perempuan perspektif Islam memiliki visi yang jelas dan luar biasa yaitu “menjadi perempuan unggul sebagai ummun wa robbatul bait, sebagai mitra laki – laki demi melahirkan generasi cerdas taqwa pejuang syari’ah dan khilafah dan kesakinahan keluarga.” Sedangkan misinya antara lain mengokohkan ketahanan keluarga muslim, melahirkan generasi berkualitas pejuang, membangun muslimah berkarakter kuat dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar, serta melahirkan perempuan sebagai mitra laki – laki dalam rumah tangga dan perjuangan di masyarakat. 

Bagaimana kita sebagai muslimah berperan dalam hal ini? Bentuk utama dari peran muslimah adalah dengan pemberdayaan peran ibu sebagai pendidik dan pencetak generasi pemimpin. Optimalisasi peran ibu ini tidak bisa instan. Harus ada keinginan kuat dari sang ibu untuk mau belajar dan senantiasa berproses memperbaiki diri dan ini tidaklah mudah. Ibu harus kuat menghadapi dan melawan arus sekularisme yang kian hari berusaha merajai gaya hidup keluarga dan generasi abad 21. 

Selain itu, bentuk dari peran muslimah adalah pemberdayaan politik muslimah di lingkungan keluarga dan masyarakat. Di keluarga, muslimah menjadi ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) dalam kesakinahan. Adapun di masyarakat, muslimah harus cerdas politik dan menjadi panutan umat. Pemberdayaan politik muslimah ini mutlak membutuhkan dukungan lingkungan masyarakat yang kondusif, selain tentunya dukungan negara yang menerapkan aturan kehidupan yang menjaga nilai-nilai keimanan dan memosisikan perempuan secara proporsional, bukan membiarkan perempuan mengejar kebebasan tanpa batas. Jadi memang tidak berlebihan jika dikatakan bahwa KKG adalah ‘masa lalu’ dan memang sudah selayaknya kita campakkan. Bukan karena dampak buruk yang dihasilkan, namun terlebih utama karena KKG bukan ajaran Islam. [VM] 

Posting Komentar untuk "Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) Adalah “Masa Lalu”"