Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Benar, Perpecahan NKRI Bisa Terjadi, Kalau…


Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan potensi pecahnya suatu negara karena faktor internal dan eksternal. Hal itu juga bisa terjadi di Indonesia."Saya berpendapat saat ini potensi perpecahan NKRI bisa terjadi. Dari mana sumbernya, bisa dari internal dan eksternal," kata Tito saat memberi kuliah umum PMII di aula Asrama Haji, Jl WR Supratman, Kota Palu, Senin (15/5/2017). (https://news.detik.com/berita/d-3501807/kapolri-negara-pecah-karena-dua-faktor-internal-dan-eksternal)

Faktor Internal tapi dipengaruhi Ekspansi Eksternal

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyampaikan "Dari internal, justru permasalahan pemerataan pembangunan ekonomi…”, ini adalah salah satu masalah. Sumber masalahnya adalah diterapkannya kapitalisme, ditinggalkannya penerapan hokum Islam. Kapitalisme berarti kemunduran peradaban. Ekonomi dunia selama 60 tahun terakhir berada di bawah kendali Amerika, ikon negara kapitalis. Kebangkrutan yang terjadi di Indonesia adalah karena sistem Kapitalisme. 

Faktor ekspansi Barat, Barat memiliki dua andalan produk untuk diekspor ke penjuru dunia: sistem demokrasi dan sistem ekonominya yang dianggap sebagai cara terbaik untuk menghasilkan dan mendistribusikan kekayaan. Sejak dilancarkan apa yang dinamanakan ‘perang melawan teror’, negara-negara Barat, yang merupakan benteng ‘kebebasan dan demokrasi’ melakukan penyiksaan dan pembantaian. Dalam beberapa hal, demokrasi liberal dapat menjadi sebuah kekuatan penekan sebagaimana kediktatoran.

Ironis, selama bertahun-tahun, sebagian elemen politisi mengklaim bahwa sistem kapitalisme dan demokrasi liberal adalah cara terbaik yang bisa memberikan kesejahteraan, pemerintahan yang stabil dan ekonomi yang memakmurkan; serta mampu menyelesaikan permasalahan sosial, ekonomi, politik dan masalah-masalah lain yang dihadapi masyarakat.

Para ekonom dunia saat ini menyalahkan krisis ini pada ketidakbecusan untuk mengatur dan tidak adanya rasa tanggung jawab rezim lokal maupun Wall Street, tetapi mereka tidak menyelesaikan masalah fundamental bahwa sistem Kapitalisme, walaupun pulih sejenak, selalu menimbulkan ledakan-ledakan yang tidak dapat dipertahankan dan akhirnya menimbulkan dentuman yang hebat.

Soal ekonomi, Islam telah menjawab apapun yang diperlukan, tetapi hanya kurang mekanisme untuk mengimplementasikan semua solusi itu, yakni sebuah negara. Jadi, solusinya adalah menegakkan kembali negara kita (Khilafah) dan menerapkan Islam. Semua konsep itu semua harus diterapkan dan tidak berlaku sebagai teori-teori. Islam tidak pernah datang sebagai argumen-argumen teoretis atau filosofis, melainkan sebagai sebuah agama yang bisa dipraktikkan bagi seluruh manusia. Firman Allah (yang artinya), “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,” adalah sama pentingnya untuk diterapkan sebagai mana ayat-Nya (yang artinya), “Dirikanlah shalat”.

Kesedihan terbesar kita adalah bahwa kehidupan seperti ini tidak kita praktikkan pada saat ini sehingga kepemimpinan intelektual dan ekonomi Islam tidak ada pada masyarakat. Semua ini menambah alasan bagi kaum Muslim untuk bekerja lebih giat guna mengembalikan kehidupan Islam ini sesegera mungkin.

Faktor Eksternal tapi Kembali karena Sebab faktor Internal

Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menyampaikan faktor kedua yaitu politik internasional, “…Politik internasional dalam teori politik internasional dunia adalah anarki. Anarki bukan kekerasan. Artinya adalah terjadi ketidakteraturan karena tidak ada otoritas yang mengatur. Dalam hal ini tidak seimbang. Kenapa anarki? Karena tidak ada negara dunia yang menjadi pemimpin”. 

Sebenarnya dunia ini benar-benar menangis untuk mencari jalan keluar alternatif atas sistem yang tidak adil dan tidak stabil ini. Karena itu, kaum Muslim harus menunjukkan munculnya kepemimpinan yang diperlukan itu. Perubahan tidak akan terjadi dengan sendirinya. Untuk itulah, umat Islam harus mendirikan kembali Khilafah Islam dan kemudian di situlah akan ada daya tarik luar biasa pada Islam yang membawa solusi untuk masalah-masalah seperti ini. Negara-negara miskin perlu melihat Islam diterapkan bukannya hanya mendengarkan diskusi atas suatu teori belaka.
Pak Tito, dunia sedang menunggu solusi alternatif bagi permasalahan yang dihadapinya, setelah Kapitalisme yang mengangkangi perekonomian dunia mengalami kerusakan, kelaparan dan pemiskinan sistematis. Belum lagi fakta di lapangan menunjukkan Kapitalisme tidak mampu mensejahterakan rakyat. Ini semua seharusnya menggugah kaum Muslim untuk menyodorkan Islam sebagai alternatif bagi dunia, bahkan solusi satu-satunya yang sahih, yang akan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamien. Caranya adalah dengan merekonstruksi Daulah Khilafah sebagai metode implementasi Islam yang dapat mempersatukan potensi seluruh bumi Islam dan kaum Muslim.

Kepemimpinan yang diberikan oleh Khilafah (menurut sejarah dan pada saat kembalinya nanti) adalah untuk keuntungan masyarakat secara umum, dan bukan hanya untuk segelintir orang. Ketika Islam tersebar dengan cepat pada masa lalu, para sejarahwan kagum pada bagaimana Islam bisa menaklukkan orang untuk memeluk cara hidupnya, dan menjadi pemimpin di wilayahnya (dengan menerapkan syariah) dan mendukung terus tersebarnya Islam. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat ini, ketika banyak orang kehilangan pekerjaan, rumah dan kekayaan mereka (melalui resesi, pajak yang memberatkan dan pemerintahan yang melakukan inflasi), mereka mulai mencari alternatif-alternatif dan amat penting bagi Muslim untuk menunjukkan kepada mereka alternatif itu.

Islam di dalam Khilafah memberikan sistem ekonomi yang stabil dengan sedikit bahkan tidak ada inflasi, tidak ada pemberian dana talangan bagi bank-bank, pelarangan pajak dan future trading (perjudian), pungutan atas kekayaan bukan pada pendapatan, dan mengakhiri siklus naik-turunnya ekonomi secara tajam. [VM]

Penulis : Umar Syarifudin (Pengamat politik Internasional)

Posting Komentar untuk "Benar, Perpecahan NKRI Bisa Terjadi, Kalau…"

close