Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Media dan Sekulerisasi Politik Umat


Tak dipungkiri, Pilkada Gubernur DKI Jakarta menarik perhatian media-media internasional. Pemberitaan itu fokus pada kekalahan kandidat petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dari penantangnya, Anies Baswedan.

Mayoritas media-media asing menyebut Pilkada DKI sebagai pemilihan umum yang terpecah belah, dengan mengaitkannya pada kasus penistaan agama yang menjerat Ahok. Seperti dilansir CNN, Kamis (20/4/2017), media ternama Amerika Serikat (AS) itu memberi judul Jakarta governor concedes election after divisive campaign pada artikelnya soal Pilkada DKI yang digelar pada Rabu (19/4) kemarin. 

"Gubernur Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama mengakui kekalahannya dalam pertaruhan pilkada, Rabu (19/4), ini mengakhiri apa yang disebut oleh salah satu surat kabar sebagai kampanye 'paling kotor, paling terpolarisasi'," sebut CNN dalam kalimat pembuka artikelnya seraya menautkan link editorial surat kabar Jakarta Post bertanggal 18 April.

"Kekalahannya ini kemungkinan akan dipandang sebagai kemenangan bagi kalangan muslim konservatif negara itu, yang sungguh-sungguh berkampanye melawan Gubernur Kristen beretnis China yang dikenal sebagai Ahok itu," imbuh CNN dalam artikelnya.

Media AS lainnya, New York Times (NYT), memberi judul 'Jakarta Governor Concedes Defeat in Religiously Tinged Election' dalam artikelnya soal pilkada Gubernur DKI Jakarta. NYT menyebut kekalahan Ahok ini sangat 'menghancurkan'. 

Dengan mengutip pengamat politik, Bonar Tigor Naipospos, yang juga Wakil Badan Eksekutif Setara Institute for Democracy and Peace NYT menyebut Ahok terkena dampak penggunaan agama sebagai senjata politik.

"Pengamat mengatakan Basuki tidak bisa pulih dari dampak yang diberikan kelompok Islamis yang menggunakan agama sebagai senjata politik, meskipun aturan pemerintahan yang berusia satu dekade melarang taktik semacam itu," sebut NYT dalam artikelnya. 

Adapun artikel Wall Street Journal (WSJ) soal kekalahan Ahok diberi judul 'Islamist-Backed Candidate Ousts Jakarta's Christian Governor'. "Pemilih di Ibu Kota menggulingkan minoritas Kristen, orang kepercayaan presiden, dalam pemilihan gubernur, menggantikannya dengan kandidat yang menunggangi gelombang dukungan Islamis garis keras yang telah membalikkan politik di negara mayoritas muslim terbesar di dunia itu," tulis WSJ.

Tak jauh berbeda, USA Today merilis artikel berjudul 'Muslim voters oust Jakarta's Christian governor' yang isinya membahas soal Pilkada DKI. "Pemilu pada Rabu (19/4) merupakan ujian bagi reputasi toleransi beragama di Indonesia," kata USA Today. Serta masih banyak artikel serupa yang 'memojokkan' praktek demokrasi di Indonesia melalui Pilkada DKI ini.

Menanggapi hal tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, hal itu sama sekali tidak benar dan pemberitaan tidak adil kepada pasangan itu.

"Soal Pilkada, tadi saya ketemu Wakil Presiden Amerika. Saya bilang ndak (tidak) adil ini media luar, karena yang menang banyak didukung oleh teman-teman dari sisi Islam malah dianggap garis keras yang menang," kata JK di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis, 20 April lalu. "Kemenangan Anies-Sandi bukan kemenangan kelompok Islam garis keras," lanjutnya. (tribunjambi.com)

Tentang Islam garis keras yang dituding menjadi timses gubernur terpilih ini juga didengungkan oleh seeworld.com dengan bahasa yang tendensius, lancang dan tanpa dasar yang valid.

"Anies Baswedan dan Sandiaga Uno didukung oleh banyak kekuatan Islami. Selain Gerindra dan klan Cendana, Anies-Sandi juga didukung oleh kekuatan politik Islam PKS dan ormas-ormas Islam garis keras, yakni HTI, FPI, GNPF-MUI, FUI, FSI. Tujuan mereka mendukung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno karena selain beragama Islam, Anies-Sandi juga mudah disetir karena haus akan kekuasaan.

PKS yang mengusung Anies-Sandi adalah partai yang dirikan oleh gerakan Ikhwanul Muslimin. Bagi Anda yang belum tahu, gerakan Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Islam garis keras yang didirikan di Mesir oleh Hassan al-Banna dan dikeraskan lagi ideologinya oleh Sayyid Quthb.

Cita-cita mereka yaitu mendirikan negara Islam (daulah Islamiyyah) di negera-negera mayoritas Islam diseluruh dunia melalui sistem demokrasi. Di Indonesia, PKS yang bernafaskan Ikhwanul Muslimin, berhasil menduduki parlemen dan Jawa Barat adalah basis terbesar mereka."

Ditambah lagi dengan nada sinis penuh ancaman, Seeworld mengucapkan selamat kepada warga Jakarta bahwa sebentar lagi impian 'Jakarta Bersyariah', 'Penegakan Khilafah di NKRI' akan segera terwujud dengan diterapkannya sistem sanksi pidana dalam Islam yakni hukum potong tangan, cambuk, rajam dan yang lainnya.


Tulisan dan pemikiran di atasjelas terkesan amat dangkal dan sembrono. Dimana seseorang yang menuangkan karyanya di media massa seharusnya menjunjung tinggi etika jurnalistik yang jujur dan bertanggung jawab, bukannya justru menggiring opini masyarakat pada pemahaman yang salah kaprah tentang penerapan Islam, Syariah, Khilafah. Membuatnya seolah menjadi monster yang membahayakan kehidupan manusia dan harus diberangus atau paling tidak diisolasi dari kehidupan sosial politik.

Sebenarnya perang opini tentang Syariah dan persatuan umat sudah demikian menggelora saat kaum muslimin mengadakan Aksi Bela Islam beberapa kali dengan jumlah massa yang fantastis, menuntut dihukumnya Ahok karena telah menistakan Alquran. Namun perjuangan umat untuk memperoleh keadilan tersebut terus digempur oleh pemerintah secara terang-terangan melalui tindakan membabibuta untuk melindungi si penista. Masyarakat kecewa. Belakangan umat kembali dibuat terluka oleh opini jahat media asing maupun lokal, seolah aksi-aksi heroik jutaan kaum muslimin itu hanyalah berdasar motif kepentingan politik ingin memenangkan Anies-Sandi di Pilkada DKI, dan kasus penistaan Alquran hanyalah 'alasan yang dibuat-buat' semata. Sungguh fitnah yang keji!

Tentang penegakan Khilafah melalui kemenangan calon gubernur muslim benar-benar asumsi yang sangat bodoh. Bagaimana bisa sistem Khilafah yang agung disandingkan dengan sistem kapitalis-demokraksi yang rusak?  Lagipula walaupun suatu daerah dipimpin oleh gubernur muslim, tidak akan pernah bisa Syariah Islam diterapkan, selama masih menggunakan sistem demokrasi. Karena hakikatnya, Khilafah adalah kepemimpinan besar dunia yang akan mencampakkan demokrasi, bukan menjadi bagian dari demokrasi.

Melihat kondisi perpolitikan yang semakin panas dan dinamis menunjukkan kaum muslimin di Indonesia tengah bergerak bangkit. Hal ini diharapkan pelecut semangat para pengemban dakwah untuk tetap konsisten dan tak menyerah di jalan mulia ini. Wallahua'lam bi ash showwab. [VM]

Penulis : Desy Yuan - Aktivis Muslimah HTI DPD II Tulungagung

Posting Komentar untuk "Media dan Sekulerisasi Politik Umat"

close