Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

[Jawab Soal] Apa di Balik Krisis Antara Saudi dan Qatar?


Soal:

Trump di dalam konferensi pers dengan sejawatnya, presiden Rumania Klaus Iohannis, di Gedung Putih pada 9/6/2017 mengatakan, “Semua sepakat atas penghentian dukungan terhadap teroris baik finansial, militer atau moral, dan bahwa Qatar sayangnya memiliki sejarah panjang dalam hal pendanaan teroris pada tingkat tinggi sekali. Dalam KTT yang menyatukan negara-negara, kami membahas tentang menghadapi Qatar dan kita harus menghentikan pendanaan terhadap teroris. Saya memutuskan bersama Menteri Luar Negeri dan juga jenderal militer Amerika untuk menyeru Qatar agar menghentikan pendanaannya terhadap teroris…” (al-Yawm as-Sabi’, 9/6/2017). Apakah ini berarti bahwa krisis antara Saudi dan Qatar ini yang menggerakkan adalah Trump? Jika ini benar, kenapa Trump melakukan hal itu, perlu diketahui bahwa Amerika memiliki pangkalan terbesar di kawasan yang adanya di Qatar? Kemudian media massa menghubungkan sebab perselisihan politik antara Saudi dan Qatar dari sisi sikap Qatar terhadap Iran, atau al-Ikhwan al-Muslimin atau Hamas…, lalu bagaimana kita memahami pernyataan Trump dengan apa yang dibesarkan oleh media massa? Sampai ke mana krisis ini akan berjalan? Apakah akan menyebabkan penarikan atau “pengusiran” Qatar dari kelompok Teluk? Terima kasih banyak untuk Anda.

Jawab:

Pertama, benar, pendorong krisis yang terjadi adalah Amerika. Dengan kata lain adalah Presiden Amerika Trump. Akan tetapi sebelum merinci hal itu, saya mulai dengan apa yang ada di pertanyaan terakhir. Sebagian orang beranggapan bahwa krisis Teluk, Qatar, seperti yang diulang-ulang oleh media massa atau seperti yang dipasarkan adalah dukungan Qatar kepada al-Ikhwan al-Muslimin atau koalisi strategisnya dengan Iran… Pada saat yang sama, sebagian yang lain berpendapat bahwa sebab hakiki krisis tersebut kembali kepada perselisihan lama antara keluarga Hamed dan keluarga Zayed yang telah bermula pada dekade 70-an, selepas pendirian negara Emirat, masalah yang membuat Saudi berjalan di sisi sekutu Emiratnya untuk menghadapi Qatar… Sebagaimana juga ada para penulis yang mengatakan bahwa krisis pemboikotan Qatar terkait dengan “Israel”. Misalnya Jake Novak di CNBC mengatakan, “Secara lahiriah, tampak sangat jelas ucapan bahwa keretakan antara Saudi dan Qatar disebabkan Iran, di mana orang-orang Saudi sangat terobsesi untuk membatasi pengaruh Iran di Timur Tengah. Seandainya kita memandang lebih dalam sedikit, maka tampak bahwa penargetan Qatar dalam detik-detik tertentu memiliki hubungan dengan negara lain, yaitu Israel” (Arabic 21, 7/6/2017).

Akan tetapi penggunaan pikiran dan penelaahan dalam semua apa yang terjadi justru menyingkirkan semua perkara itu. Semua itu bukan hal baru. Bahkan semua itu telah dilakukan oleh Qatar sejak lama, bukan muncul hari-hari ini. Kedekatan Qatar dengan Iran sudah diketahui. Hubungan Qatar dengan Hamas juga terkenal. Pengaruh hubungan-hubungan antara Qatar dan negara Yahudi pencaplok Palestina kemudian antara Qatar dengan Saudi dan Emirat juga bukan perkara yang menakutkan. Hingga hubungan keluarga, hal itu tidak sampai ke semisal apa yang terjadi… Semua perkara ini sudah berlangsung sebelum krisis dan juga tetap berlangsung pasca krisis. Jadi semua itu bukan sebab yang hakiki.

Kedua, adapun sebab hakiki seperti yang saya sebutkan di awal adalah Amerika atau Trump. Untuk memahami hal itu kami paparkan perkara-perkara berikut:

  1. Sejak awal abad ini, negara kecil Qatar menjadi dapur utama bagi politik Inggris di kawasan. Dengan itu chanel al-Jazeera menjadi mimbar media yang besar untuk mengacaukan politik Amerika dan mencemarkan agen-agen Amerika di kawasan… Hal itu ditambah lagi dengan faktor lain yaitu dana politis. Dana itu menjadi magnet politik yang besar untuk menarik kekuatan politik… Qatar dengan menggunakan dua alat tersebut merealisasi keberhasilan besar khususnya pada tingkat gerakan-gerakan islami yang disifati sebagai gerakan “moderat” di Palestina, Mesir, Libya, Tunisia dan lainnya. Doha di Qatar menjadi tempat berlindung para pemimpin gerakan-gerakan itu dan menjadi pusat untuk menyusun strategi dan mengacau politik Amerika dan agen-agen Amerika… Berdasarkan kebiasaan Inggris dengan berpenampilan seolah-olah bersama Amerika sementara dia merecokinya, Qatar melakukan permainan Inggris ini dengan baik. Maka Qatar menjadi tuan rumah sejak awal-awal, sejak 1991, pangkalan al-Udeid Amerika yang dianggap sebagai pusat komando sentral Amerika, disamping keberadaannya sebagai pangkalan udara strategis. Dari pangkalan itu pesawat-pesawat Amerika lepas landas untuk menebar pembunuhan dan penghancuran di tengah kaum Muslim di Irak, Afghanistan, Suriah dan Yaman. Demikian juga pada waktu yang sama, Inggris membangun dapur politiknya di Qatar sampai sempurna dan muncul pada awal abad ini. Kemudian peran Qatar yang melayani Inggris berkembang secara halus sesuai strategi yang telah disusun… Amerika merasa terganggu karena peran Qatar ini hingga sampai pada tingkat, George Bush Jr membahas untuk membom chanel al-Jazeera, sesuai berita yang dilansir DW pada 22/11/2005: “Surat kabar Daily Miror Inggris pada Selasa mengutip dari memo “sangat rahasia” untuk pemimpin pemerintahan Inggris bahwa presiden Amerika George Bush pada 2004 berpikir membom pusat channel al-Jazeera di Qatar … “ (DW, 22/11/2005)…. Konstelasi itu tetap bertahan di Teluk sampai Salman memegang tampuk pemerintahan di Saudi. Akhirnya Saudi jadi bersama Amerika. Ketika itulah, pemerintahan Obama berpandangan mewakilkan kepada agennya, Salman, peran penting di kawasan yang dari satu sisi menjadi oposan terhadap peran Qatar dan menonjol; dan dari sisi lain selaras dengan strategi-strategi Amerika yang baru… Berikutnya, peran agen-agen Amerika menguat dan mulai terjadi perselisihan antara Saudi dan Qatar dan mengancam peran Qatar secara keseluruhan… Dan setelah presiden Amerika yang baru Donald Trump memegang tampuk pemerintahan awal tahun ini, maka politik Amerika menjadi lebih tajam dan vulgar dalam menangani banyak isu internasional, termasuk di dalamnya Qatar.
  2. Selama kunjungan Trump ke Riyadh pada 20-21 Mei 2017 dan pertemuannya dengan 50 penguasa di sekitarnya dan di sampingnya adalah Salman, ada pesan tak langsung ke arah dukungan Qatar terhadap terorisme, maka dengan penutrisian dari Inggris Qatar paham bahwa Amerika memulai langkah-langkah tajam untuk meninggikan peran Saudi dan meredupkan peran Qatar dan berikutnya peran Inggris di kawasan Teluk. Sebagai respon hal itu, muncullah pernyataan-pernyataan Qatar hanya dua hari sejak kembalinya Amir Qatar dari Riyadh. Kantor berita Qatar mengutip pernyataan-pernyataan Amir Qatar, Tamim Ali Tsani, pada 23/5/2017: “Kampanye zalim yang dialami Qatar bersamaan waktunya dengan kunjungan presiden Amerika ke kawasan dan bertujuan mengaitkan Qatar dengan teroris… Kami mengecam tuduhan-tuduhan bahwa kami mendukung teroris… Tidak seorang pun berhak menuduh kami dengan teroris karena dia mengklasifikasikan al-Ikhwan al-Muslimin sebagai kelompok teroris… Ia menuntut Mesir, Emirat dan Bahrain menarik kembali sikap-sikap mereka yang menentang Qatar… Hubungan erat dan kuat dengan Amerika tetap berlangsung meski ada orientasi-orientasi negatif pemerintahan Amerika saat ini, dengan kepercayaan kami bahwa situasi yang ada tidak akan berlanjut disebabkan penyelidikan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran presiden Amerika. Pangkalan al-Udeid yang mencerminkan benteng Qatar dari ambisi-ambisi negara-negara sekitar namun juga merupakan kesempatan satu-satunya bagi Amerika untuk memiliki pengaruh militer di kawasan. Qatar tidak mengenal teroris dan ekstremis. Qatar ingin berkontribusi merealisasi perdamaian yang adil antara Hamas yang menjadi representasi legal bangsa Palestina dengan Israel dengan menjalin kontak terus menerus dengan kedua pihak… Qatar berhasil membangun hubungan kuat dengan Amerika dan Iran pada waktu yang sama, mengingat Iran mencerminkan bobot regional dan islami yang tidak mungkin diabaikan dan tidak bijaksana meningkatkan eskalasi dengan Iran…” Pernyataan-pernyataan ini mengisyaratkan bahwa Qatar menuduh Trump berada di belakang kampanye melawan Qatar dan tuduhan terhadap Qatar bahwa Qatar memelihara teroris atau mendukung teroris. Pernyataan-pernyataan itu datang langsung setelah KTT Trump dengan perwakilan-perwakilan rezim eksisting di dunia islami yang Trump konsern untuk menampakkan keberhasilannya dalam memimpin rezim-rezim ini ke arah tujuan-tujuan Amerika dan menjadikannya berada di rumah ketaatan kepada Amerika. Trump menyebutkan bahwa sebagian negara di KTT ini, dan dia mengisyaratkan kepada Qatar, memelihara teroris. Begitulah, pernyataan-pernyataan Qatar ini menjadi respon terhadap Trump sebagaimana Qatar mengisyaratkan dan berharap kejatuhan Trump disebabkan investigasi hukum terhadapnya.
  3. Mobilisasi 55 raja, kepada negara dan pemimpin dari para ruwaibidhah Teluk, dunia Arab dan Dunia Islam oleh Saudi mencerminkan kesiapan Saudi untuk berjalan sesuai garis Amerika untuk menampakkan kepemimpinan Saudi di kawasan. Hal itu dengan isyarat-isyarat yang tidak mungkin diluputkan mata dari Washington yang dari satu sisi ingin menempatkan kantong-kantong negara minyak di bawah pengelolaan Washington dengan dalih bahaya Iran. Di sisi lain ingin memadamkan nyala pengaruh Inggris di antara negara-negara Teluk dengan menonjolkan kepemimpinan Saudi dan membawa negara-negara Teluk lainnya berjalan di belakang Saudi, yakni di belakang politik Amerika. Dengan ini, Saudi tidak berdiam diri terhadap pihak yang menyalahi kepemimpinannya di kawasan. Matanya tertuju ke arah Qatar dan menunggu peristiwa untuk menempatkan Qatar di bawah sanksi. Karena itu, respon Saudi keras terhadap pernyataan Qatar yang oposan terhadap Saudi dan Amerika, yang dilansir oleh kantor berita Qatar pada 23/5/2017, meski Qatar meminta maaf dan mengeluarkan keterangan bahwa website kantor berita Qatar telah dibajak. Namun Saudi tidak menerima alasan Qatar terkait pembajakan website. Saudi memandang bahwa di situ ada penegasan atas penolakan Qatar terhadap politik Saudi dan peran yang digariskan Amerika untuk Salman, dan berikutnya terjadilah krisis tersebut. Saudi pun menghimpun tipu dayanya dan mengumumkan pemutusan hubungan dengan Qatar. Yakni Saudi memperlihatkan tekad menentang Qatar yang dianggap keluar menentang kepemimpinan Saudi untuk negara-negara Teluk. Sikap Saudi itu juga menjadi cerminan keseriusan sikap pemerintahan Trump. Langkah-langkah Saudi menentang Qatar sangat tajam melebihi tingkat sikap Saudi pada 5/3/2014, dengan menarik duta besarnya dari Qatar sehingga tampak menyerupai penjatuhan boikot terhadap Qatar. Dari sisi tambahan pengaruh, dan menurut jalan Amerika, langkah-langkah Saudi itu disifati sebagai benturan. Saudi memberi para diplomat Qatar tenggat 48 jam untuk meninggalkan wilayah Saudi. Selaras dengan metode Amerika dalam benturan dan setara dengan langkah-langkah Saudi dan bersamaan waktunya dengannya, Mesir mengembalikan pesawat-pesawat sipil Qatar dan tidak mengizinkannya masuk ke wilayah Mesir, dan tanpa peringatan sebelumnya. Begitulah, negara-negara lain bertindak bergabung dengan Saudi melawan Qatar. Tampak bahwa Qatar terkejut dengan keputusan-keputusan ini berkaitan dengan boikot terhadapnya. Qatar terguncang dengannya dan tidak memprediksinya. Menteri luar negeri Qatar, Muhammad bin Abdurrahman Ali Tsani, mengatakan dalam wawancara dengan BBC pada 6/6/2017, “Langkah-langkah yang diambil terhadap negaranya mengguncang. Apa yang terjadi adalah sanksi kolektif dari tiga negara di kawasan ini. Ketiganya berusaha menjatuhkan boikot terhadap Qatar dan rakyatnya…” Qatar tidak mungkin menampakkan keberanian menantang Amerika atau agen-agen Amerika seperti Saudi kecuali ada negara besar yang mendukungnya dan berdiri di belakangnya serta mendorongnya melakukan hal itu. Dan negara besar itu tentu saja Inggris yang mengendalikan Qatar dan politiknya dari tempat tersembunyi, bahkan tanpa sembunyi! Tujuan Inggris adalah merecoki Amerika dan menggagalkan rencana-rencana Amerika dalam mengencangkan kontrol terhadap kawasan khususnya kawasan Teluk. Maka Inggris menginstruksikan kepada agen-agennya di Qatar untuk melakukan hal itu. Inggris tidak memprediksi reaksinya akan mengguncang. Akan tetapi, Inggris memprediksi reaksinya akan seperti kasus penarikan duta besar pada 2014 dan berakhir tanpa pengaruh besar, khususnya bahwa Qatar memelihara eksistensi pangkalan Amerika yang besar di Qatar. Karena itu dinyatakan di dalam pernyataan Amir Qatar yang dilansir kantor berita Qatar pada 23/5/2017 yang dihilangkan kemudian dan diklaim bahwa websitenya telah dibajak, di dalamnya dia mengatakan: “Pangkalan al-Udeid meskipun mencerminkan benteng Qatar dari ambisi negara-negara sekitar, namun juga merupakan satu-satunya kesempatan untuk Amerika guna memiliki pengaruh militer di kawasan”. Yakni bahwa Qatar bersandar pada hal itu sementara Qatar mencari-cari alasan dan mengacau Amerika dan agen-agennya di kawasan dan melalui chanel medianya chanel al-Jazeera. Qatar berharap bahwa Qatar telah memberi Amerika pangkalan terbesarnya di kawasan, dan dengan itu Amerika akan diam terhadapnya! Karena itu Qatar dikejutkan dengan langkah-langkah keras tersebut.
  4. Begitulah, sebab hakiki krisis tersebut adalah peran yang telah digariskan Trump untuk Salman agar menjadi penguasa kawasan Teluk, sehingga dia menjalankan politik Amerika dan tidak mentolerir agen-agen Inggris merecoki atau mengacau. Sebab Qatar telah digariskan oleh Inggris untuk berperan merecoki dan mengacau rencana-rencana Amerika di kawasan dan menjalankan rencana-rencana Inggris… Karena itulah terjadi eskalasi yang belum pernah terjadi terhadap Qatar itu. Amerikalah yang mendorong di belakang Salman dalam krisis ini. Mereka tidak menyembunyikan hal itu, bahkan bertahap mengekspos diri mereka di belakang apa yang telah dan sedang terjadi:

– Al-arabiyah.net pada 6/6/2017 mengutip dari pejabat senior pemerintahan Amerika yang mengatakan kepada kantor berita Reuters, “Banyak tindakan Qatar memicu kegelisahan tetangganya di Teluk dan Amerika Serikat.” Reuters mengutip dari pejabat Amerika pada Senin yang mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak ingin melihat “keretakan kontinu” antara negara-negara Teluk. Hal itu setelah beberapa negara Teluk dan Arab memutuskan hubungan dengan Qatar disebabkan tuduhan bahwa Qatar mendukung kaum Islamis dan Iran. Meski demikian, pejabat itu mengatakan bahwa “ada pengakuan bahwa banyak tindakan Qatar sangat menggelisahkan bukan untuk tetangganya di Teluk saja melainkan juga untuk Amerika Serikat”. Ia menambahkan “kami ingin mengembalikan mereka ke orientasi yang benar”.

– BBC mengutip pada 6/6/2017, “Presiden Amerika Donald Trump mengisyaratkan pengaruh kunjungan paling akhirnya ke Teluk atas keputusan pemutusan hubungan dengan Qatar. Trump mengatakan bahwa dia mendapatkan informasi dalam kunjungan ini bahwa Doha mendanai gerakan-gerakan yang memiliki “ideologi yang kaku”. Trump menyebutkan di dalam kultwitnya di akun resminya di Twitter, “Selama kunjungan terakhir saya ke Timur Tengah, saya katakan bahwa tidak mungkin melanjutkan pendanaan ideologi yang kaku. Para pemimpin mengisyaratkan kepada Qatar – “lihatlah”, kemudian dia menulis, “Baik bahwa saya melihat kunjungan terakhir saya ke Saudi dan pertemuan saya dengan raja dan 50 pejabat memberikan hasilnya. Mereka mengatakan bahwa mereka akan mengambil sikap tegas terhadap orang yang mendanai radikal. Semua isyarat mengarah ke Qatar. Mungkin ini awal dari akhir untuk kengerian yang disebarkan oleh teroris”.

- Kemudian ada pernyataan Trump pada 9/6/2017 mengekspos dan menegaskan bahwa Amerika di balik eskalasi Saudi itu:

“Presiden Amerika Donald Trump pada hari Jumat mengatakan bahwa Qatar wajib menghentikan segera mendanai teroris. Ia mengungkapkan harapannya agar KTT yang diselenggarakannya di ibukota Saudi, Riyadh, awal dari akhir teroris. Trump menambahkan di dalam konferensi pers dengan sejawatnya presiden Rumania di Gedung Putih bahwa Qatar secara historis merupakan negara yang mendanai teroris” (Sky News arabic, 9/6/2017).

“Donald Trump, Presiden Amerika, mengatakan bahwa semua sepakat atas penghentian dukungan terhadap teroris, baik finansial, militer maupun moral. Dan bahwa Qatar, sayangnya, memiliki sejarah panjang dalam hal pendanaan teroris pada tingkat yang sangat tinggi. Dalam KTT yang menyatukan negara-negara, kami membahas tentang menghadapi Qatar. Dan kita harus menghentikan pendanaan teroris. Saya putuskan bersama menteri luar negeri dan jenderal militer Amerika untuk menyeru Qatar agar menghentikan pendanaan teroris…” (al-Yawm as-Sabi’, 9/6/2017).

5. Adapun sampai di mana mengarahnya eskalasi dalam “krisis Qatar”, maka Qatar jatuh di bawah guncangan sikap-sikap kuat dari agen-agen Amerika, Saudi dan Mesir, yang diikuti oleh sebagian agen Inggris seperti Emirat, Bahrain dan lainnya dari sisi pendistribusian peran berdasarkan pendekatan Inggris, seperti yang ada di dalam Jawab Soal yang kami keluarkan pada 9/4/2017 di mana kami katakan: “… dengan ini jelaslah bahwa Inggris membagi peran agen-agennya dalam bentuk yang kadang tampak kontradiksi, akan tetapi pada akhirnya merealisasi tujuan-tujuan Inggris. Inggris tidak meletakkan semua agennya di satu sisi, khususnya di negeri yang lembaran-lembarannya beragam…”. Qatar seperti yang kami katakan, tidak memprediksi eskalasi akan dengan kuat dan keras seperti ini… Langkah-langkah Saudi disifati dengan benturan. Saudi hanya memberi tenggat waktu 48 jam bagi para diplomat Qatar untuk meninggalkan wilayah Saudi. Selaras dengan metode Amerika dalam hal benturan dan paralel dengan langkah-langkah Saudi. Bersamaan waktu dengan itu, Mesir mengembalikan pesawat-pesawat sipil Qatar dan tidak mengizinkannya memasuki wilayah Mesir, dan hal itu tanpa peringatan sebelumnya. Begitulah, negara-negara lain bergabung dengan Saudi melawan Qatar.

6. Adapun apakah hal ini akan menuntun kepada penarikan diri Qatar dari kelompok Teluk, maka itu terjadi jika dari bab “obat terakhir adalah al-kay” (maksudnya sebagai langkah terakhir ketika tidak ada pilihan lagi), akan tetapi yang lebih rajih bahwa kemungkinan obatnya masih tetap ada… Kekuatan internasional yang berhubungan yakni Amerika dan Inggris, keduanya menilai penting Qatar tetap ada di dalam kelompok Teluk meski ada perbedaan tujuan yang diinginkan keduanya. Adapun Amerika ingin Qatar seperti yang kami sebutkan di atas, berada di bawah mantel Saudi, yakni menjalankan kepentingan Amerika tanpa merecoki atau mengganggu dengan anggapan-anggapan yang beragam. Amerika ingin pangkalannya tetap stabil bisa menunaikan operasinya tanpa hambatan. Amerika paham bahwa Inggris berada di belakang Qatar, dan dengan uslub-uslub busuknya yang beragam Inggris bisa menyebabkan masalah-masalah bagi pangkalan tersebut jika Qatar keluar dari kelompok Teluk. Begitulah, Amerika ingin agar Qatar menjalankan rencana-rencana Amerika dan berada di dalam jalan Saudi, dan pada waktu yang sama tetap berada di dalam kelompok Teluk… Adapun Inggris, demikian juga ingin Qatar tetap berada di dalam kelompok Teluk, sebab dengan tetap berada di dalam kelompok Teluk Qatar bisa bekerja di balik tirai untuk menjalankan rencana-rencana Inggris sesuai jalan Inggris yang memiliki dua wajah, menampakkan cinta dari depan sementara dari belakang menikam di punggung… Atas dasar itu maka yang lebih rajih seperti yang kami sebutkan adalah perputaran solusi tapa pemutusan hubungan final antara Qatar dan kelompok Teluk, kecuali hal itu dari sisi “obat terakhir adalah al-kay”. (maksudnya sebagai langkah terakhir ketika tidak ada pilihan lagi). Dan jauh kemungkinannya, setidaknya dalam jangka waktu yang bisa diprediksi, krisis akan melampaui obat terakhir itu, karena sebab-sebab berikut:

  1. Pidato Trump pada 9/6/2017 yang disebutkan di atas tidak membuka ruang bagi Qatar untuk jalan tengah sebab Trump berpidato, “… dan bahwa Qatar, sayangnya, punya sejarah panjang dalam hal pendanaan teroris pada tingkat yang tinggi sekali dan dalam KTT yang menyatukan negara-negara, kami membahas tentang menghadapi Qatar. Kita harus menghentikan pendanaan kepada teroris. Saya memutuskan bersama menteri luar negeri dan jenderal militer Amerika untuk menyeru Qatar agar menghentikan pendanaannya kepada teroris…” (al-Yawm as-Sabi’, 9/6/2017). Sudah diketahui bahwa Qatar tidak menggariskan politiknya sendiri, tetapi Inggris lah yang menggariskan politik untuk Qatar. Dan Inggris seperti biasanya, politiknya saat ini tidak menghadapi Amerika secara terbuka, khususnya dalam tahapan ini yaitu tahapan keluar dari Uni Eropa di mana Inggris berusaha mendekat ke Amerika meski hanya secara zhahir
  2. Pola pikir Trump adalah pola pikir pedagang, jadi aspek finansial punya pengaruh di dalamnya. Maka jika Qatar membayar apa yang bisa memikatnya, maka Trump memerintahkan Salman untuk menerima jalan tengah! Peneliti Amerika Jonathan Cristol yang bekerja di World Policy Institute mengatakan, “Uang bersama adanya Donald Trump di Gedung Putih adalah poros mendasar dan berpengaruh di dalam krisis pemutusan hubungan Saudi, Emirat dan Bahrain terhadap Qatar. Cristol menjelaskan bahwa jalan satu-satunya agar Qatar bisa mengalahkan tekanan diplomasi dan ekonomi Saudi adalah melalui intervensi Amerika terhadap sekutu-sekutu Saudinya melalui uang, menurut CNN”… (Arabic 21, 6/6/2017).


Artinya yang rajih adalah terdapat solusi dengan uang atau dengan tunduknya Qatar!. Dan kami katakan yang lebih rajih, sebab Qatar tidak mengendalikan politiknya sendiri, akan tetapi Inggris lah yang mengendalikannya. Jika Inggris memandang bahwa kepentingannya pada suatu saat mengharuskan keluarnya Qatar dari kelompok Teluk maka Qatar keluar, dan jika mengharuskan tetap maka Qatar tetap berada di dalam kelompok Teluk!!

7. Dalam penutup, tidak bisa ditunggu adanya kebaikan dari agen-agen Amerika di Saudi dan Mesir dan siapa yang berjalan bersama keduanya dalam isu pemutusan hubungan itu. Mereka menyerahkan negeri dan penduduknya kepada musuh-musuh Islam dan kaum Muslim agar tetap terjaga kursi kekuasaan mereka yang doyong kaki-kakinya, yang akan hancur hari ini atau besok… Demikian juga, tidak bisa ditunggu adanya kebaikan dari Qatar yang menjilat di belakang Inggris untuk mempertahankannya “menceritakan gelembung sergapan Singa”, maka Inggris membebaninya dengan proyek-proyek berbahaya dan membahayakan bagi kaum Muslim: maka Qatar memberi Amerika pangkalan untuk lepas landas pesawat tempurnya membunuh anak-anak kaum Muslim di Suria dan Irak dan menghancurkan rumah-rumah mereka… Kemudian Qatar memasarkan perdamaian dengan entitas Yahudi, dimana Qatar menundukkan Hamas agar mendekati Fatah (PLO) dalam hal memberi konsesi… Sebagaimana Qatar menggunakan dana beracunnya mempengaruhi organisasi-organisasi di Suriah agar masuk ke perundingan dengan rejim jahat di sana… Qatar lah yang memperdaya orang yang punya orientasi islami dan memikat mereka dengan harta dan tempat tinggal sehingga Qatar menjinakkan mereka dan membuat mereka menyerah dan mengubah orientasi dan ide-ide mereka… Semua itu dalam peran busuk yang digariskan oleh Inggris untuk Qatar… Karena itu merupakan kepolosan mendekati pengkhianatan, seseorang bersimpati dengan rezim ini atau itu dengan dalih buruk dan yang lebih sedikit buruknya. Masalah-masalah umat tidak boleh ditempatkan dalam timbangan “buruk dan yang lebih sedikit buruknya” akan tetapi harus ditempatkan di timbangan kebenaran dan kebatilan… Maka anak-anak umat harus menolak rezim-rezim yang berkhianat kepada Allah SWT, Rasul-Nya saw dan kaum Mukmin. Anak-anak umat harus berjuang bersama para pejuang mukhlish untuk melakukan perubahan dan menegakkan daulah mereka yang telah disampaikan kabar gembiranya oleh Rasul mereka yang mulia saw, daulah al-khilafah ar-Rasyidah yang memelihara urusan-urusan mereka dengan aman dan rasa aman sehingga Islam dan kaum Muslim menjadi mulia dan kaum kafir imperialis menjadi hina, dan berikutnya menjebloskan Trump dan kaki tangan serta antek-anteknya dalam bencana yang menghancurkan mereka.

﴿وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ﴾
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya” (TQS Yusuf [12]: 21).


Ahad, 16 Ramadhan 1438 H
11 Juni 2017 M

Amir Hizbut Tahrir

Posting Komentar untuk "[Jawab Soal] Apa di Balik Krisis Antara Saudi dan Qatar?"

close