Membedah Program Aiman “MENDADAK KHILAFAH”
Aiman Witjaksono ; Jurnalis Kompas TV
|
Menyoal topik Mendadak Khilafah pada Program Aiman, yang disiarkan Kompas TV, Senin 12 Juni 2017 pukul 20.00 WIB selama satu jam, sukses menyisakan berbagai rasa di hati pemirsa, rasa kesal, senang, atau oplosan antara senang dan kesal.
Olehnya itu saya pun ingin menungkan rasa dan pikiran sebagai penonton Aiman “Mendadak Khilafah”. Program Aiman tentu bukan representasi Aiman sebagai pribadi sebab program televisi terdiri dari tim kerja mulai dari Pimred, wapimred, eksekutif prodcer, producer, script writer, kameraman, editor dsb, dengan level pengaruh yang berbeda-beda sesuai posisi masing-masing.
Menurut pengamatan saya program Aiman terdiri dari lima atau empat segment. Dua segment pertama mengulas tentang Hizbut Tahrir sementara segment tiga/ empat mengulas Khilafah ala ISIS, lalu pada segmen terakhir seolah Aiman ingin mengajak pemirsa membenarkan narasinya lewat perbincangan bersama Tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Baik mari kita coba bedah satu persatu setiap segment yang disajikan kepada pemirsa televisi di Indonesia termasuk saya dan keluarga yang malam itu menyiapkan waktu khusus menonton Aiman.
Segment pertama Aiman menggunakan intonasi dan bahasa tubuh yang tegas saat mebuka acara dengan opening narasi : “ISIS dan Hizbut Tahrir dua kelompok yang memperjuangkan Khilafah namun kedua kelompok ini sama sekali tidak berhubungan”
“Hizbut Tahrir memperjuangkan Khilafah tanpa kekerasan, sebaliknya ISIS memperjuangkan Khilafah dengan kekerasan”
Hal ini patut diapresiasi sebab Aiman telah jujur dan berani menyampaikan bahwa Hizbut Tahrir (HT) bukan ISIS dan perjuangan HT tanpa kekerasan, ditengah beberapa pihak termasuk media seolah memaksakan HT memiliki hubungan dengan ISIS.
Masih di segment satu, Aiman kemudian berkesempatan berkunjung ke Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indoneia (HTI). Disini saya menilai Aiman lebih “gantleman” dibandingkan Mata Najwa di Metro TV yang tak sanggup menghadirkan HTI pada episode berjudul: Menangkal Yang Radikal, padahal acara tersebut tengah membahas HTI, jadilah acara yang dipandu oleh Najwa Sihab ini seperti gosip ibu-ibu, objek gosip tak diajak bergabung.
Lanjut ke segment dua, berisi perbincangan Aiman dengan Juru Bicara HTI Ustadz Ismail Yusanto. Pada sesi inilah saya merasa Aiman bertindak agak memaksakan kehendak. Aiman mengajukan pertanyaan “ Apakah betul HTI memperjuangkan khilafah yang akan menyatukan negara-negara dunia yang dipimpin oleh seorang pemimpin?”, saat ustadz Ismail mencoba menjawab dengan pola induktif Aiman bertegas hanya menuntut jawaban ya atau tidak. Tidakah Aiman memaklumi sikap hati-hati narasumbernya dalam menjawab, mengingat saat ini HTI dalam posisi “incaran”? Sedikit saja terjadi kesalah pahaman terhadap fikroh atau konsep HTI maka kemungkinan akan menjadi amunisi bagi rezim untuk “menembak mati” HTI.
Selain itu memberikan waktu yang sedikit pada sesi diskusi tentu berbanding lurus dengan sedikitnya kesempatan bagi Ustadz Ismail memberi penjelasan dengan sejelas-jelasnya. Hal ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman, utamanya bagi pihak yang memang kontra terhadap HTI. Jika Aiman serius ingin memperoleh jawaban maka selayaknya memberikan porsi lebih banyak pada HTI yakni minimal empat segment.
Selanjutnya segment ketiga/keempat, pemirsa televisi dibuat berdebar dengan ulasan tentang Khilafah ala ISIS , juga penggalan video berbagai serangan yang diklaim dilakukan oleh ISIS seperti Bom Thamrin, Bom Kampung Melayu, dan Bom di konser Ariana Grande. Segment ini seolah ingin mengabarkan bahwa khilafah identik dengan violance dan felony. Parahnya sengaja atau tidak, terencana atau kebetulan, gambaran pada segment ini mau tak mau bersanding dalam satu pelaminan dengan segmen sebelumnya yakni segmen 1-2 dengan ulasan terkait HTI. Akibatnya jika penonton Aiman tak jeli maka interpretasi yang lahir adalah “perjuang Khilafah oleh HTI sama dengan ISIS”, interpretasi ini serta merta menghilangkan ingatan pemirsa pada narasi Aiman dipembukaan acara yang berbunyi “HTI dan ISIS tidak berkaitan”. Sehingga tak heran jika diantara pemirsa ada yang berkesimpulan Aiman membuat jebakan Batman.
Segmen terakhir Aiman berbincang bersama tokoh Muhammadiyah sekaligus Guru Besar Politik Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Pak Din Syamsuddin, informasi terkait latar belakang profesi bidang pendidikan pak Din, diulang oleh Aiman sebanyak dua kali, yakni saat memulai perbincangan dan saat menutup perbincangan. Nampaknya Aiman hendak menutup ulasan Mendadak Khilafah dengan mendokrak kredibilitas Aiman lewat simbol kepakaran Politik Islam.
Diakhir acara Aiman sukses mengecewakan penontonnya yang pro terhadap perjuangan Khilafah dan sekaligus menyenangkan pemirsanya yang anti Khilafah melalui pernyataan “Khilafah Utopi”.
Pernyataan tersebut terkesan spontan, sebab tak diikuti dengan argumentasi ilmiah dan rasional. “Khilafah Utopi” bagaikan doktrin untuk berlindung dibalik ketakutan subjek status quo sang anti perubahan sekaligus penikmat materi di alam keterbelakangan.
Padahal diluar sana bersileweran pertaayaan apologis “Jika Utopi mengapa pejuangan khilafah digubris bahkan berusaha dihentikan?”
“Jika utopi lalu bagaimana menjelaskan bahwa prediksi Dewan Intelijen Amerika Serikat, National Intellegence Council (NIC), Prediksi Rusia serta Ilmuan Sosial Politik lainnya seperti Michael Loreyev atau Noah Feldman terkait kemungkinan kembalinya Khilafah Islamiyah sebagai pemimpin dunia hanya mengada-ada?”
“Jika utopi bukankah sama saja menganggap sabda Rasulullah tentang kembalinya Khilafah adalah dusta?” nauzdubillah.
Rasulullah SAW bersabda: “Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Kemudian Ia akan mengangkatnya jika Ia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang zalim, ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan, ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian”,kemudian beliau diam. (HR. Ahmad dan al-Bazar).
Terkait pribadi Aiman sebagai muslim yang sedang berprofesi dibidang broadcasting saya tak ingin bersumbu pendek dengan tergopoh-gopoh menuding Aiman membenci Islam dsb, sebelum dilengkapi data akurat.
Saya hanya bedoa dan berharap Aiman dan Kompas TV berlaku adil pada ummat Islam dan perjuangan Khilafah Ismlamiyah. Wallahu alam [VM]
Olehnya itu saya pun ingin menungkan rasa dan pikiran sebagai penonton Aiman “Mendadak Khilafah”. Program Aiman tentu bukan representasi Aiman sebagai pribadi sebab program televisi terdiri dari tim kerja mulai dari Pimred, wapimred, eksekutif prodcer, producer, script writer, kameraman, editor dsb, dengan level pengaruh yang berbeda-beda sesuai posisi masing-masing.
Menurut pengamatan saya program Aiman terdiri dari lima atau empat segment. Dua segment pertama mengulas tentang Hizbut Tahrir sementara segment tiga/ empat mengulas Khilafah ala ISIS, lalu pada segmen terakhir seolah Aiman ingin mengajak pemirsa membenarkan narasinya lewat perbincangan bersama Tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Baik mari kita coba bedah satu persatu setiap segment yang disajikan kepada pemirsa televisi di Indonesia termasuk saya dan keluarga yang malam itu menyiapkan waktu khusus menonton Aiman.
Segment pertama Aiman menggunakan intonasi dan bahasa tubuh yang tegas saat mebuka acara dengan opening narasi : “ISIS dan Hizbut Tahrir dua kelompok yang memperjuangkan Khilafah namun kedua kelompok ini sama sekali tidak berhubungan”
“Hizbut Tahrir memperjuangkan Khilafah tanpa kekerasan, sebaliknya ISIS memperjuangkan Khilafah dengan kekerasan”
Hal ini patut diapresiasi sebab Aiman telah jujur dan berani menyampaikan bahwa Hizbut Tahrir (HT) bukan ISIS dan perjuangan HT tanpa kekerasan, ditengah beberapa pihak termasuk media seolah memaksakan HT memiliki hubungan dengan ISIS.
Masih di segment satu, Aiman kemudian berkesempatan berkunjung ke Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indoneia (HTI). Disini saya menilai Aiman lebih “gantleman” dibandingkan Mata Najwa di Metro TV yang tak sanggup menghadirkan HTI pada episode berjudul: Menangkal Yang Radikal, padahal acara tersebut tengah membahas HTI, jadilah acara yang dipandu oleh Najwa Sihab ini seperti gosip ibu-ibu, objek gosip tak diajak bergabung.
Lanjut ke segment dua, berisi perbincangan Aiman dengan Juru Bicara HTI Ustadz Ismail Yusanto. Pada sesi inilah saya merasa Aiman bertindak agak memaksakan kehendak. Aiman mengajukan pertanyaan “ Apakah betul HTI memperjuangkan khilafah yang akan menyatukan negara-negara dunia yang dipimpin oleh seorang pemimpin?”, saat ustadz Ismail mencoba menjawab dengan pola induktif Aiman bertegas hanya menuntut jawaban ya atau tidak. Tidakah Aiman memaklumi sikap hati-hati narasumbernya dalam menjawab, mengingat saat ini HTI dalam posisi “incaran”? Sedikit saja terjadi kesalah pahaman terhadap fikroh atau konsep HTI maka kemungkinan akan menjadi amunisi bagi rezim untuk “menembak mati” HTI.
Selain itu memberikan waktu yang sedikit pada sesi diskusi tentu berbanding lurus dengan sedikitnya kesempatan bagi Ustadz Ismail memberi penjelasan dengan sejelas-jelasnya. Hal ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman, utamanya bagi pihak yang memang kontra terhadap HTI. Jika Aiman serius ingin memperoleh jawaban maka selayaknya memberikan porsi lebih banyak pada HTI yakni minimal empat segment.
Selanjutnya segment ketiga/keempat, pemirsa televisi dibuat berdebar dengan ulasan tentang Khilafah ala ISIS , juga penggalan video berbagai serangan yang diklaim dilakukan oleh ISIS seperti Bom Thamrin, Bom Kampung Melayu, dan Bom di konser Ariana Grande. Segment ini seolah ingin mengabarkan bahwa khilafah identik dengan violance dan felony. Parahnya sengaja atau tidak, terencana atau kebetulan, gambaran pada segment ini mau tak mau bersanding dalam satu pelaminan dengan segmen sebelumnya yakni segmen 1-2 dengan ulasan terkait HTI. Akibatnya jika penonton Aiman tak jeli maka interpretasi yang lahir adalah “perjuang Khilafah oleh HTI sama dengan ISIS”, interpretasi ini serta merta menghilangkan ingatan pemirsa pada narasi Aiman dipembukaan acara yang berbunyi “HTI dan ISIS tidak berkaitan”. Sehingga tak heran jika diantara pemirsa ada yang berkesimpulan Aiman membuat jebakan Batman.
Segmen terakhir Aiman berbincang bersama tokoh Muhammadiyah sekaligus Guru Besar Politik Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Pak Din Syamsuddin, informasi terkait latar belakang profesi bidang pendidikan pak Din, diulang oleh Aiman sebanyak dua kali, yakni saat memulai perbincangan dan saat menutup perbincangan. Nampaknya Aiman hendak menutup ulasan Mendadak Khilafah dengan mendokrak kredibilitas Aiman lewat simbol kepakaran Politik Islam.
Diakhir acara Aiman sukses mengecewakan penontonnya yang pro terhadap perjuangan Khilafah dan sekaligus menyenangkan pemirsanya yang anti Khilafah melalui pernyataan “Khilafah Utopi”.
Pernyataan tersebut terkesan spontan, sebab tak diikuti dengan argumentasi ilmiah dan rasional. “Khilafah Utopi” bagaikan doktrin untuk berlindung dibalik ketakutan subjek status quo sang anti perubahan sekaligus penikmat materi di alam keterbelakangan.
Padahal diluar sana bersileweran pertaayaan apologis “Jika Utopi mengapa pejuangan khilafah digubris bahkan berusaha dihentikan?”
“Jika utopi lalu bagaimana menjelaskan bahwa prediksi Dewan Intelijen Amerika Serikat, National Intellegence Council (NIC), Prediksi Rusia serta Ilmuan Sosial Politik lainnya seperti Michael Loreyev atau Noah Feldman terkait kemungkinan kembalinya Khilafah Islamiyah sebagai pemimpin dunia hanya mengada-ada?”
“Jika utopi bukankah sama saja menganggap sabda Rasulullah tentang kembalinya Khilafah adalah dusta?” nauzdubillah.
Rasulullah SAW bersabda: “Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Kemudian Ia akan mengangkatnya jika Ia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang zalim, ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan, ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian”,kemudian beliau diam. (HR. Ahmad dan al-Bazar).
***
Saya hanya bedoa dan berharap Aiman dan Kompas TV berlaku adil pada ummat Islam dan perjuangan Khilafah Ismlamiyah. Wallahu alam [VM]
Penulis : Sukmawati Sukardi
Posting Komentar untuk "Membedah Program Aiman “MENDADAK KHILAFAH”"