Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Khilafah Islamiyah Versus Khilafah PBB


Kalau saja tidak ada tekanan yang sangat kuat akibat dari kontrak politik yang telah dilakukan tentu semua rezim penguasa akan sangat bebas mentukan good will dan political will nya. Kontrak politik telah menjadi sebuah instrumen yang berlaku umum bagi sebuah implementasi kekuasaan. Sebuah konsekuensi dari perang pengaruh mempengaruhi dalam konteks politik dan kekuasaan. Spektrumnya bisa bersifat vertikal maupun horisontal. Bersifat vertikal dalam bentuk implementasi dari tekanan kekuatan kekuasaan yang ada di atasnya. Sebaliknya bersifat mengendalikan yang berada di bawahnya sesuai dengan keinginan kekuasaannya. Sedang horisontal bersifat negosiasi dan kompromi politik untuk melahirkan berbagai kesepakatan kontral politik dan kekuasaan.

Dalam konteks politik kekinian terdapat berbagai fenomena kekuasaan yang menyeruak ke permukaan. Baik bersifat vertikal maupun horisontal. Berikut berbagai isu dan peristiwa politik yang menggambarkannya antara lain :

1) Survei tingkat elektabilitas oleh Indo Barometer tentang kandidat pilpres 2019 yang menempatkan Jokowi dengan prosentase yang tinggi sejumlah 50,2 persen. Diikuti oleh Prabowo sejumlah 28,8 persen. Dan yang fantastis adalah menempatkan Ahok sebagai urutan ketiga dalam deretan tersebut. Fenomena survei tingkat elektabilitas ini akan diikuti oleh lembaga-lembaga survei yang lain secara masif menuju 2019. 

2) Survei pada point 1) tersebut di tengah upaya penegakkan hukum atas Habib Rizieq Syihab sebagai pimpinan FPI, ditangkap dan dipenjaranya Al Khathath sebagai pimpinan aksi 505, ditangkapnya tokoh aktivis KAMMI, rencana dibubarkannya HTI, diduganya aliran dana terhadap Amin Rais dalam kasus dugaan korupsi Alkes, dan berbagai potensi jerat hukum terhadap entitas maupun komunitas atas nama penegakkan hukum.

3) Diaktifkannya pembahasan segera mendesaknya revisi UU Anti Terorisme tidak lama berselang terjadinya bom kampung Melayu sebagaimana pola yang terjadi sebelumnya. Antara terjadinya peristiwa bom dengan desakan revisi legalisasi tentang terorisme yang bersifat permintaan tambahan kewenangan lebih yang berpotensi "abuse of power". Terutama jika pada akhirnya kewenangan lebih itu akan digunakan sebagai alat untuk menghabisi lawan politiknya. Permintaan waktu penangkapan yang sangat lama untuk kepentingan penyelidikan, delik hukum atas konten isi ceramah yang diduga menginspirasi, pembuatan narasi tunggal dan lain-lain hanya akan melahirkan potensi kebijakan yang represif.

Tiga point di atas sebenarnya cukup bisa menjelaskan keterkaitan berbagai fenomena politik kekinian. Yang berlangsung di bawah ekosistem politik berbagai kekuatan internasional negara-negara kapitalis global seperti Amerika dan China. Yang direpresentasikan oleh kekuatan pengaruh 9 Naga. Kekuatan pengaruhnya melebihi kekuatan pengaruh daripada entitas atau komunitas islam internasional yang hanya menggunakan resources sangat terbatas. Syiah, komunis, dan liberalis adalah kekuatan ideologi internasional yang dikendalikan oleh berbagai negara berpengaruh dunia untuk mengkooptasi berbagai negara. Sedang islam hanya digerakkan oleh kelompok-kelompok komunitas dakwah atau faksi-faksi militer yang mudah diombang-ambingkan oleh berbagai kepentingan politik global.

Dalam kerangka konstelasi politik internasional, Indonesia yang memiliki letak geoekonomipolitik sangat strategis sulit untuk tidak dikatakan sebagai terkooptasi. Termasuk terkooptasinya pilar-pilar negara dalam tataran implementasi. Suka atau tidak suka maka Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika telah menjadi obyek dari radikalisasi liberalisasi dan imperialisasi. Letak strategis Indonesia dalam lintasan persaingan politik, ekonomi dan ideologi negara-negara berpengaruh telah menjadikannya mengalami degradasi yang luar biasa sebagai konsekuensi dari hubungan politik vertikal dan horisontal. Merumuskan kembali ketahanan nasional dengan mengembalikan lagi keberdayaan semua bidang perlu kejujuran dan kemauan yang sangat kuat. Karena mempertahankan Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika yang tengah dikooptasi saat ini bisa jadi sama artinya dengan melanggengkan cengkeraman kekuatan politik yang sedang mengkooptasi. Dibutuhkan referensi ideologi negara yang bisa menjadi ekosistem internasional hingga bisa mengenyahkan segala kooptasi ideologi negara besar berpengaruh baik syiah, liberalis maupun komunis. Islam pernah menjadi sebuah ekosistem internasional dalam sejarah berbentuk khilafah islamiyah 'ala minhajin nubuwwah. Yang belum ditemukan prakteknya dimanapun negara saat ini. Mampu merealisasikan peradaban agung manusia baik muslim maupun non muslim. Dan akan mengenyahkan cengkeraman khilafah PBB ala Amerika. Serta menghargai dan menaungi segala potensi keumatan di Indonesia. Allahu a'lam bis showab. [VM]

Penulis : Landung Prakoso (Analis Pusat Kajian dan Analisis - PKDA)

Posting Komentar untuk "Khilafah Islamiyah Versus Khilafah PBB"

close