Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wacana Hegemonik ‘Mendadak Khilafah’ di Kompas TV (Contoh Penyakit Media Ketika Membicarakan HTI)


Program tersebut telah ditayangkan, penulis menyorot dengan keywords : Kompas TV, fakta media massa, HTI, Khilafah, ISIS. Tampak program tersebut membangun narasi sepihak degan framing negatif yang terlalu kasar,  seolah HTI yang mengipasi api ekstremisme, sehubungan dengan Hizbut Tahrir, seolah digambarkan ISIS sebagai sayap militer Hizbut Tahrir menginginkan kekhalifahan, ISIS seakan digambarkan sebagai kaderisasi akhir HT secara hiperbolis. Ini bentuk propaganda negatif yang beserta pembangunan stigma cukup tendensius terhadap HTI yang bergerak lurus-lurus saja. Tidak menutup-utipi dan tidak berbohong. Blow-up isu ‘rencana pembubaran HTI’ yang diklaim sebagai ‘ormas radikal’ terus menggema, Entah disengaja atau tidak, isu ini mampu menutupi isu buruknya kinerja pemerintah. 

Kita harus mengakui bahwa media lebih sering daripada tidak, membentuk dan secara aktif mengukir opini publik daripada mengungkap fakta apa adanya. Karena kita masih hidup di saat mayoritas orang beranggapan bahwa mereka diberi asupan fakta-fakta yang bertentangan dengan pendapat atau fakta yang disunting, mereka mengambil media, terutama berita, lalu kebanyakan publik menerima narasi itu tanpa keraguan. 

Jadi jika program Aiman di Kompas TV menncoba mengaitkan bahwa HTI memiliki masalah dengan ekstremisme Islam, itu berarti publik bisa tergiring pada opini bahwa HTI memang memiliki masalah dengan ekstremisme Islam. Termasuk penggiringan media bahwa radikalisme (ala media massa) tanpa kekerasan sama dengan radikal kekerasan. Jadi, public perlu meninggalkan istilah "radikal" yang diklaim media, karena mengalami subjektivitas dan stigma negatif yag hanya ditujukan pada umat Islam. 

Isu ISIS digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memberikan stigma negatif pada HTI dan Khilafah. Anehnya, sistem Khilafah yang begitu mulia di mata ulama itu digambarkan oleh mereka sebagai sebuah sistem yang kejam, menakutkan, diskriminatif, sumber konflik, yang tergambar pada bentuk ISIS.

Telah diketahui dengan baik bahwa Hizbut Tahrir adalah salah satu organisasi pertama yang menolak pernyataan khilafah yang disebut oleh ISIS dan bahwa Hizbut Tahrir telah menentang dan mengkritik ISIS sejak saat itu. ISIS menganiaya anggota Hizbut Tahrir di Suriah, dan membunuh salah satu dari mereka, Abu Bakr Mustafa Khayal. Jadi klaim bahwa Hizbut Tahrir terkait dengan ISIS jauh dari kebenaran. 

Seperti kita ketahui ISIS melakukan banyak pembunuhan, dan mereka masih membunuh warga yang tidak bersalah selayaknya yang dilakukan para penguasa tiran. Bedanya, ISIS lebih jahat lagi, kalau penguasa diktator biasa membunuh atas nama Sekularisme, kalau ISIS membunuh atas nama Khilafah untuk mendistorsi citranya ajaran Islam ini. Jadi, Barat diuntungkan, dengan Amerika sebagai pemimpin dsibalik skenario ini.

ISIS mendapatkan tempat di media-media sekuler pragmatis sebagai dalil untuk usaha monsterizing (monsterisasi), labelling, stigmatisasi untuk kemudian mendiskreditkan Khilafah dann HT. ISIS memaksakan pandangannya dengan kekejaman yang ekstrem, sehingga berani melawan dan melanggar ajara-ajaran Islam, adalah bukti terbaik dari kebenaran pemikiran kita bahwa deklarasi Khilafah mereka tidak lebih dari Sebuah gerakan proaktif untuk meremehkan Khilafah besar di hati umat Islam biasa. 

Fakta ISIS untuk melayani proyek Amerika dan Eropa kini telah menghantarkan ‘kewajiban umat untuk mendirikan Khilafah’ sebagai bahan lelucon. Rezim barat, dengan keberhasilan dakwah secara konsistenn ‘tanpa kekerasan’ yang dilakukan HTI, tidurnya telah terganggu oleh ketulusan para kader-kader dakwah HT seluruh dunia yang bergerak pada metode kenabian; Mereka yang mengikuti jalan Rasulullah. Akhirnya, penerapan Islam dalam konsep Hizbut Tahrir bukanlah pedang yang siap menggores pada leher manusia, dan bukan cara untuk memeras uang mereka dengan cara jahat. Melainkan merupakan rahmat bagi dunia yang diwahyukan oleh Allah, bagi orang-orang untuk menyelamatkan hidup, kehormatan dan harta benda mereka, baik muslim maupun non-muslim.

Pembentukan Khilafah adalah kewajiban atas semua umat Islam dan bukan hanya kewajiba atas Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir saya pahami tetap konsisten pada dakwah dengann hikmah yang tidak berdusta, tidak akan menyembunyikan kebenaran dan tidak akan menahan diri untuk selalu berdiri di samping kebenaran. 

Trump, seperti pemimpi Barat lainnya, menyerang Islam karena dia menyadari bahwa di dunia sekarang ini, di mana kapitalisme sekuler gagal, masyarakat mencari alternatif. Muslim, melihat Islam untuk sebuah alternatif. Jadi, mereka memberi hard pressure pada umat Islam untuk melakukan sekulerisasi diri, meninggalkan nilai-nilai Islam dan meninggalkan seruan untuk menerapkan Islam di dunia Muslim. Mereka melarang jilbab dan niqab di Eropa, sementara mengatakan bahwa pemerintah Islam bukanlah pilihan untuk menggantikan diktator sekuler dalam perlawanan atas penindasan rakyat.
Sebagai politisi dan sekutu, media-media liberal, termasuk di Indonesia, mendistorsi Islam, ini telah menciptakan iklim di mana orang-orang awam takut dan membenci ajaran Islam yag di fitnah secara ekstrim, contohnya ajaran jihad, khilafah, hudud, dsb. Termasuk membuat citra buruk pada aktivis Muslim dengan stigma radikalis. Dalam iklim seperti itu, kaum Muslim harus menyadari tantangannya - untuk berpegang pada nilai-nilai Islam- dan teguh pada upaya hidup dengan cara hidup Islam yang komprehensif.

Pada masa ini, aura rasa takut yang diabadikan oleh politisi dan media mengaburkan realitas ‘syariah dan khilafah Islam’ dan menghasilkan representasi tidak logis. Dalam lingkungan opini media masa pragmatis yang bermuatan politik yang dirusak oleh "ancaman" yang tampak yang ditimbulkan oleh "radikalis Muslim", pemberitaan yang objektif hampir tidak mungkin dilakukan. Media tidak lagi berfungsi untuk menantang narasi dan wacana hegemonik yang disebarluaskan oleh pemerintah; Sebenarnya, mereka sekarang bertindak sebagai cabang rezim dan sebuah lidah yang melaluinya narasi-narasi ini dinormalisasi dan dibawa ke rumah kita. 

Ketidakmampuan media mainstream untuk memenuhi kewajibannya memiliki implikasi besar pada komunitas Muslim. Sebuah 'perang melawan teror' yang mendominasi wacana ingin melucuti ‘semangat Islam kaum muslim’. Sehingga kita harus menyaring berita-berita dengan cermat dan tidak hanya menerima semua yang dibaca tanpa filter. Menyaring fakta, memisahkannya dari editorialisasi, dan meneliti ‘para ahli’ andalan media tersebut. Dengan begiti publik akan sering menemukan bahwa berita rata-rata mewujudkan pertemuan agenda dan motif politik. Walhasil, umat Islam khususnya aktivis dakwah perlu memiliki agenda kontra-naratif dengan menggunakan semua sarana yang tersedia bagi mereka. Ini termasuk khutbah, media sosial, blog, dan mungkin media cetak komunitas-dikelola. Agar mampu menjadi  media penyadaran yang ampuh untuk menjaga agar perspektif tetap berada di garis dinul Islam. [VM]

Penulis : Umar Syarifudin (Pengamat Politik Internasional)

Posting Komentar untuk "Wacana Hegemonik ‘Mendadak Khilafah’ di Kompas TV (Contoh Penyakit Media Ketika Membicarakan HTI)"

close