…Dari Tanah Penindasan Mencari Keadilan

Anak-anak rohingya 
Penempatan pasukan tambahan tersebut dirancang untuk membangun kehadiran militer permanen di Rakhine dan juga melanjutkan rencana genosida Rohingya. "Kemajuan genosida Rohingya adalah tujuan utama tentara. Ketidakstabilan di negara bagian Rakhine digunakan sebagai alasan untuk kehadiran tentara yang berat dan permanen di negara bagian Rakhine," ujar Hla Kyaw seperti dilansir Anadolu (15/8).

Catatan : 

Ketika ribuan Muslim Rohingya dibunuh, tubuh mereka dibakar, penguasa Muslim tidak memobilisasi tentara. Ketika Suriah dan orang-orang Aleppo dibantai tepat di depan mata kita, penguasa di negeri-negeri muslim tidak bergerak sedikit pun kecuali berjabat tangan dan membela kekuatan kolonial. 

Bahkan situasi Bangladesh saat itu, yang merupakan tempat perlindungan terdekat kaum Muslim Arakan dan harapan mendapatkan dukungan dari saudara Muslim mereka. Ironisnya, pemerintahan Hasina di Bangladesh menggelari pengungsi Muslim sebagai 'penyusup', dan mendorong mereka pulang kembali ke tanah penindasan. Dia menolak untuk memberi perlindungan kepada umat Islam di sebuah negeri, yang dia klaim akan diatur di bawah Piagam Madinah. Mereka yang berhasil memasuki Bangladesh mempertahankan penderitaan yang luar biasa tanpa makanan dan tempat berlindung.

Semua ini adalah sebuah pelajaran, bahwa dengan demokrasi, oportunisme dan ambisi politik mengalahkan moralitas untuk menolong jiwa. Pertanyaannya pasti harus ditanyakan – dimana letak kredibilitas sistem demokrasi dan kebaikan prinsip-prinsipnya ketika genosida terang-terangan terhadap orang-orang ditolak tidak mendapatkan perlindungan dan pembelaan secara nyata?

Dunia Islam mempertanyakan peran pemerintah dan kesadaran mereka, penguasa di dunia muslim karena mereka cukup mengekspresikan keprihatinan mereka atas ketidakmampuan untuk melindungi secara nyata dan menyediakan tempat berlindung bagi orang-orang tak berdaya ini sambil membual tentang keberhasilan pembangunannya. Sementara tanggung jawab mereka terhadap Muslim Arakan tidak hanya untuk memberi perlindungan, tapi untuk melindungi mereka dari rezim yang menindas. Penguasa di dunia muslim ini, menentang emosi umat. 

Lebih jauh lagi, jelas bahwa garis antara kediktatoran dan demokrasi di Myanmar garisnya bias, keinginan mayoritas menindas minoritas, yang difasilitasi oleh mereka yang berkuasa. Sudah cukup bukti bahwa sistem demokrasi ini tidak akan pernah bisa dipercaya untuk menegakkan keadilan atau melindungi hak-hak minoritas, atau bahkan warganya. [VM]

Penulis : Umar Syarifudin

Posting Komentar untuk "…Dari Tanah Penindasan Mencari Keadilan"