PERANG SIMBOL, DAKWAH SMIOTIK: Sebuah Apresiasi untuk Komunitas Royatul Islam
Komunitas Royatul Islam |
"Apalah arti sebuah nama, jika dibandingkan dengan amal. Lupakanlah nama, kenang-lah amalnya, niscaya engkau mendapati hikmah" (anonim).
Seseorang akan di asosiasi dan diinsentifikasi dengan tanda pengenal yang menjadi pembeda dirinya dengan orang lain. Dari sanalah, penyematan nama menjadi penting, urgent, sangat substantif, untuk membedakan diri dan mengasosiasi diri, bukan sebab untuk menunjukan ke-aku-an. Seseorang yang bernama Udin, tidak akan menoleh jika dipanggil dengan sebutan Dadang. Begitu juga sebaliknya.
Dakwah ini juga membutuhkan satu simbol yang membedakan ciri, tanda, kualifikasi, yang membedakan seruannya dengan seruan selainnya. Fenomena ini muncul dari fitrah manusia, yang memiliki naluri mempertahankan diri (Gharizatul Baqo/Survival Insting).
Fenomena ini tidak saja menjadi prerogratif karakter dakwah. Seruan selain dakwah juga melakukan hal yang sama. Kenapa PKI menggunakan simbol Palu Arit? Kenapa bendera Amerika menggunakan simbol bintang ? Kenapa zaman perang dahulu dikenal bendera dan panji perang ? Bahkan, pada tataran identifikasi Oral, sejak zaman Jahiliah dan zaman sebelumnya, semua kerjaan kuno juga mengenal simbol oral dalam bentuk yel-yel penyemangat untuk menggelorakan peperangan.
Pasca aksi 212, dakwah Umat mulai dipersatukan dengan simbol Al Liwa dan Ar Roya. Bendera dan panji Rasulullah ini, mulai dikenal luas oleh umat. Umat telah mengasosiasi dan mengidentifikasi Liwa Roya ini menjarah simbol dakwah, simbol bendera umat, bendera pemersatu kaum muslimin.
Adalah Komunitas Royarul Islam, kemudian membangun sebuah gerakan dakwah smiotik, selalu membawa simbol Islam Al Liwa dan Ar Roya ini pada setiap momentum pergerakan Umat. Konsistensi dakwah Islam, serta munculnya komunitas Royatul Islam yang mengusung uslub dakwah smiotik ini, mampu memposisikan Liwa Roya pada Marwah dan Makanahnya.
Liwa Roya adalah bendera tauhid, bendera Rasulullah, bendera kaum muslimin. Dakwah smiotik ini, mampu mengeliminasi upaya jahat penguasa yang menstigmatisasi bendera Rasulullah ini sebagai bendera Teroris.
Pasca menggeliatnya dakwah smiotik, seiring dengan meningkatnya pemahaman Umat terhadap syariat Islam dan simbolnya, penguasa menjadi kesulitan untuk mengkriminalisasi simbol Islam. Lancangnya penguasa -jika sampai melanggar garis batas merah- dan mencederai kesucian simbol umat Islam, maka resikonya penguasa akan mendapat perlawanan sengit dari umat.
Para penguasa dan anteknya terus saja mencoba melekatkan simbol dakwah ini dengan simbol terorisme, memisahkan simbol ini dari umat, berusah mengasosiasi dan melekatkan nya sebagai simbol ormas tertentu, tetapi semua upaya itu gagal total.
Sekali lagi, selamat kepada Komunitas Royatul Islam. Terus tingkatkan dakwah smiotik sampai pada batas dimana umat tidak saja memuliakan simbol Islam, tetapi ingin dan rindu untuk segera diterapkan sistem Islam. Maafkanlah, jika saudaramu ini belum bisa berbuat banyak, masih banyak terperangkap pada serat diskusi klasik, terlena bersama bongkahan kerupuk Selondok dan kopi kapal api nikmat. [vm]
Penulis : Nasruddin Joha
Posting Komentar untuk "PERANG SIMBOL, DAKWAH SMIOTIK: Sebuah Apresiasi untuk Komunitas Royatul Islam"