Bangkitlah Wahai Muslimah…
Kita melihat sistem kapitalisme yang diterapkan di dunia maupun di negeri kita melihat perempuan dengan sudut pandang uang dan sudah terbukti wanita adalah konsumen utama dari makanan, pakaian jadi sampai kosmetik. Kita juga terbiasa melihat fakta serangan opini yang massif kepada Islam dan kaum muslimin, yang hal ini diterima oleh elite liberal sekuler yang radikal, yang sekarang takut akan kebangkitan Islam sehingga mereka tidak malu melakukan kebohongan dan memuntahkan propaganda keji.
Adalah program kaum feminis telah menggambarkan nilai-nilai Islam sebagai patriarki, untuk membuat muslimah putus asa yang mendorong wanita Muslim untuk menemukan pandangan dunia anti-religius dan anti-keluarga. Harapan radikal feminis adalah bahwa begitu muslimah mulai menyusuri jalan itu, mereka akan menolak ajaran Islam. Karena feminisme adalah jurang berbahaya dan licin, dibangun di atas perspektif yang sama sekali salah bahwa perempuan dan laki-laki sama, dan menyerang Islam dengan tuduhan Islam lebih menyukai pria daripada wanita, karena Islam didirikan oleh laki-laki.
Kita juga miris, melihat generasi muslim kita hidup di dunia saat dimana mereka dikelilingi oleh klaim dan janji-janji pemerintahan liberal sekuler dan media. Mereka terus-menerus menjual kebohongan bahwa sistem sekuler dan cara hidup liberal adalah jalan menuju kebahagiaan, pemberdayaan dan kesuksesan dan sarana untuk membangun masyarakat yang toleran, adil, dan adil serta menjamin stabilitas dan kemakmuran bagi semua orang. Ilusi gemerlap tentang cara hidup dan sistem liberal sekuler ini perlu dikampanyekan kepada anak-anak kita, untuk mencegah agar mereka tidak mampu melihat ide-ide palsu dari nilai-nilai liberal yang korup, akhirnya mereka jatuh dan tertarik pada gaya hidup liberal, dan menjadi pendukung kelompok sekuler.
Masyarakat diliputi kesusahan, di bidang ekonomi, sistem ekonomi liberal akan tetap diterapkan di negeri ini. Meski ada konsep Trisakti yang diusung Jokowi, hal itu tidak akan mengubah watak sistem ekonomi liberal yang diterapkan. Pasalnya, institusi-institusi ekonomi liberal sudah dipatenkan. Kekuasaan moneter ada di tangan BI. Kekuasaan keuangan ada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas jaminan sosial ada di tangan BPJS. Otoritas fiskal dalam bentuk pajak akan dipegang oleh Badan Penerimaan Negara. Itu artinya, kebijakan makro-ekonomi—yaitu moneter, sektor finansial dan jaminan sosial—tidak bisa dikendalikan oleh Presiden.
Sistem ekonomi liberal itu sudah dipatenkan melalui perundang-undangan neo-liberal. Semua UU itu akan membatasi dan mengatur Presiden. Di antara UU itu adalah UU BUMN No. 19 th. 2003, UU Penanaman Modal No. 25 th. 2007, UU Migas No. 22 th. 2001, UU Sumber Daya Air No. 7 th. 2004, UU Perikanan No. 31 th. 2003, UU Pelayaran No. 17 th. 2008, UU Tenaga Kerja No. 13 th. 2003, UU Sisdiknas No. 20 th. 2003, UU Sistem Budidaya Tanaman No. 12 th. 1992, UU Perlindungan Varietas Tanaman No. 29 th. 2000, UU Hutan Lindung Menjadi Pertambangan No. 19 th. 2004, UU Kelistrikan No. 20 th. 2002, UU Perkebunan No. 18 th. 2003, UU Otonomi Daerah No. 32 th. 2004, UU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang No. 17 th. 2007, UU Minerba No. 4 th. 2009, UU Pangan No. 18 th. 2012, UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan No. 2 th. 2012, UU Kesehatan No. 36 th. 2009, UU Pendidikan Tinggi No. 12 th. 2012 dan UU bercorak liberal lainnya.
Berbagai UU itu lahir sebagai hasil pendektean oleh pihak asing melalui LoI IMF, Adjusment Structural Program dan arahan-arahan dari Bank Dunia. Penyiapan dan penyusunannya di antaranya didanai dan disetir oleh asing melalui Bank Dunia, Asia Development Bank, USAID dan lembaga lainnya. Contohnya program FGSSR (Financial Governance and Social Security Reform), program Capital Market Development Programe, Strengthening Indonesia’s Capital Market dan program lainnya. Hasilnya adalah berbagai UU sektor ekonomi, keuangan, jaminan sosial dan tata kelola pemerintahan yang bercorak liberal. Semua UU bercorak liberal itu akan “memaksa” Presiden memerintah dan mengelola negeri ini dengan corak liberal. Lalu bagaimana jika penguasa sendiri secara personal memang penganut sistem liberal?
Tidak ada keraguan bahwa saat ini kita menderita 'Krisis multidimensi' dengan proporsi yang signifikan. Keadaan multidimensional yang suram saat ini sangat berbeda dengan keunggulan sistem yang pernah dinikmati umat Muslim di bawah pemerintahan Islam Khilafah yang sangat memprioritaskan kemakmuran rakyatnya, yang menyebabkan Negara ini menjadi Negara nomor wahid dalam perlindungan rakyatnya, peradaban megah yang memimpin dunia dengan ideologi dan keadilan Islam.
Ini mengharuskan kita untuk melawan kebohongan bahwa cara hidup liberal sekuler mewakili sistem terbaik untuk mereka atau umat manusia, dengan menyoroti kepalsuan dan kekurangan doktrin dan gagasannya, serta banyak masalah yang disebabkan oleh hukum dan nilai bagi individu, masyarakat, dan dunia. Kita memang memimpikan kehidupan yang baik—yang diliputi kemakmuran, ketenteraman, kebahagiaan dan keberkahan, namun tanpa sistem Islam apakah itu bisa terwujud? [vm]
Penulis : Ainun Dawaun Nufus (pengamat sospol)
Posting Komentar untuk "Bangkitlah Wahai Muslimah…"