Pilkada dan Harapan Perubahan
Tahun 2018 adalah tahun Politik. Pilkada serentak dilaksanakan di beberapa daerah tahun ini. Sejumlah pasangan calon kepala daerah pun mulai mendekati calon pemilihnya. Janji-janji manis terus dikampanyekan demi meraih suara terbanyak.
Negeri ini telah melakukan pilkada berkali-kali. Ritual demokrasi yang digelar lima tahunan ini seolah menjadi harapan dan jalan satu-satunya bagi perubahan. Pemimpin daerah dipandang berperan penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat. Setiap terpilih kepala daerah baru, masyarakat menaruh harapan kebaikan padanya. Ketika ternyata janji-janji manisnya tak terpenuhi, mereka terpaksa menyabarkan diri dengan kondisi yang ada sambil menunggu pemilukada selanjutnya dan bertekad bahwa dia tidak akan memilih pemimpin yang sama untuk kepemimpinan periode selanjutnya. Harapan baru kemudian dipatri untuk paslon lain yang dinilai bisa membawa perubahan ke arah lebih baik.
Itulah yang terjadi pada masyarakat negeri ini. Berkali-kali mereka diberi janji. Berkali-kali juga mereka harus menelan kenyataan pahit dibohongi. Tapi masih saja masyarakat berharap pada sistem demokrasi yang telah terbukti gagal berkali-kali ini.
Sosok seorang pemimpin memang menjadi salah satu faktor perubahan kehidupan di masyarakat, tapi bukan satu-satunya. Seorang pemimpin tidak berarti memiliki kekuasaan mutlak untuk mengatur segala sesuatunya sesuai keinginannya atau keinginan rakyatnya. Seorang pemimpin dibatasi oleh tugas dan tanggungjawab serta berbagai aturan-aturan yang mengikatnya. Dengan kata lain, seorang pemimpin terikat dengan sistem aturan yang berlaku sehingga tidak semua hal bisa dilakukan sesuai keinginannya.
Berbicara tentang sistem yang berlaku saat ini, disadari atau tidak sesungguhnya kehidupan kita dipengaruhi oleh sistem hidup yang berkiblat pada barat yang mengemban ideologi sekuler kapitalis. Hal ini terlihat dari bagaimana negara mengurusi rakyatnya dengan seperangkat aturan yang mengabaikan peran agama dan lebih menguntungkan para pemilik modal. Lahirnya berbagai undang-undang seperti UU Penanaman Modal, UU Migas, dan sejumlah undang-undang lain menjadi salah satu bukti bahwa pengaturan kehidupan di negeri ini sarat dengan kepentingan para pemilik modal khususnya asing. Penerapan sistem hidup yang sekuler kapitalis ini lah yang kemudian melahirkan berbagai persoalan hidup yang kita rasakan saat ini.
Oleh karena itu, pergantian pemimpin saja tidaklah cukup untuk mengubah negeri ini. Bahkan sebaik apa pun seorang pemimpin yang terpilih, dia tetap harus terikat dengan sistem aturan di negeri ini. Karenanya, tidak cukup hanya dengan melakukan pergantian person pemimpin tetapi juga perlu ada perubahan sistem, tata kelola kehidupan di negeri ini sehingga perbaikan kehidupan itu benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat. [vm]
Penulis : Siti Jubaidah (Lingkar Studi Perempuan Peradaban-LSPP)
Posting Komentar untuk "Pilkada dan Harapan Perubahan"