Umat Islam Bersatu Menolak Politik “Devide Et Impera” Rezim Anti Islam

Tito Karnavian
(Tanggapan atas Pernyataan Kapolri Yang Mengandung Ujaran Adu Domba Terhadap Umat Islam)

Kapolri Jenderal Tito Karnavian kembali mengeluarkan sebuah retorika tak pantas sebagai seorang petinggi Negara di hadapan masyarakat Indonesia. Pernyataan bernada instruksi itu terekam dalam sebuah video sebuah portal berita media nasional berdurasi 2 menit 9 detik. Video ini viral dan menyebar di segala lini media sosial. Dengan nada tegas dan herois Jenderal Pol Tito menginstruksikan kepada jajarannya di seluruh daerah untuk memperkuat hubungan kerjasama dengan NU dan Muhammadiyah. “… Semua Kapolda saya wajibkan untuk membangun hubungan dengan NU dan Muhammadiyah tingkat provinsi. Semua Polres wajib membuat kegiatan-kegiatan untuk memperkuat para pengurus cabang di tingkat kabupaten dan kota. Para Kapolsek wajib untuk di tingkat kecamatan bersinergi dengan NU dan Muhammadiyah, jangan dengan yang lain. Dengan yang lain itu nomor sekian, mereka bukan pendiri negara, mau merontokkan negara malah iya…” (http://nusantaranews.co/kapolri-ucapkan-retorika-pecah-belah-dan-pilih-kasih/).

Memang dalam bagian pernyataan tersebut adalah frasa yang sangat insinuatif dan tendensius terhadap kelompok dan elemen umat Islam yang ada di negeri ini, yang patut untuk dikritisi oleh publik yaitu “…jangan dengan yang lain. Dengan kelompok yang lain itu nomor sekian, mereka bukan pendiri negara, mau merontokkan negara malah iya…”. Frasa tersebut bisa dipahami bahwa organisasi di luar NU dan Muhammadiyah bukan pendiri bangsa, malah hanya ingin merontokkan NKRI saja. Tentu saja pernyataan tersebut sangat tidak layak keluar dari lisan petinggi negara ini, yang mempunyai populasi Muslim terbesar di dunia ini. Pasalnya, pernyataan tersebut sangat menyudutkan elemen umat Islam yang jumlahnya sangat banyak di negeri ini. Apalagi pernyataan tersebut, sangat menyakitkan hati umat Islam bahwa elemen umat Islam di luar NU dan Muhammadiyah dianggap akan merontokkan NKRI.

Hal itu sangat bertolak belakang saat menyikapi kelompok separatis, yang dilakukan oleh kelompok di luar Islam, misalnya OPM (Organisasi Papua Merdeka). Meski OPM telah melakukan tindakan makar dan telak membunuh aparat, baik Polri maupun TNI, sejak organisasi separatis itu berdiri tahun 1965. Bahkan yang baru saja terjadi OPM telah menyandera ribuan warga Papua, namun sikap Polri sangat jauh berbeda, bak panggang jauh dari api, serta bertolak belakang. Bahkan tidak ada satu patah kata pun pernyataan yang dikeluarkan oleh Kapolri atau pihak yang berwenang negeri ini, yang mengutuk dan akan menindak tegas kelompok separatis OPM tersebut. Padahal, jika Kapolri mau bersikap objektif, justru kelompok OPM-lah yang telah melakukan tindakan merongrong negara dan akan merontokkan negara. Jika Polri dan rezim saat ini ada itikat baik untuk berlaku adil, harusnya kelompok itulah yang harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Tapi fakta menunjukkan kebalikan, justru rezim membiarkan dan cenderung melindungi kelompok separatis tersebut. Jika sikap rezim saat ini, terus menerus “memusuhi” elemen Islam dan umat Islam, maka ini jelas menjadi bukti yang menunjukkan bahwa Kapolri dan rezim saat ini memang benar-benar rezim yang anti Islam.

Padahal dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah dan dalam proses kemerdekaan negeri ini, tidak bisa dibantah  bahwa seluruh elemen umat Islam-lah yang mempunyai kontribusi terbesar di dalamnya. Tentunya publik, juga sangat memahami bahwa banyak elemen umat Islam, selain NU dan Muhammadiyah, yang ikut berjuang melawan penjajah di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh sampai Papua. Di Jawa saja, jauh sebelum Muhammadiyah dan NU lahir, telah berdiri organisasi Islam yaitu Syarikat Dagang Islam, yang kemudian menjadi Sarikat Islam (SI), dengan tokoh pendirinya Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto, yang merupakan guru besar bagi Bung Karno dan banyak tokoh pejuang lainnya. Pada tahun 1901 di Jakarta telah berdiri Jam’iyatul Khairat, yang didirikan umat Islam keturunan Arab, yang punya andil besar dalam perjuangan melawan penjajah.

Selain itu ada pula organisasi Islam lain, pada tahun 1916 di Banten telah berdiri Mathla’ul Anwar, yang juga punya andil besar berjuang melawan penjajah dan membuat usaha agar Indonesia bisa merdeka dari cengkeraman penjajah. Juga pada tahun 1926 di Medan berdiri organisasi Islam yang bernama Al-Washiliyah. Yang sangat berjasa dalam membangun sekolah, bahkan para ulama’-nya berjuang pula angkat senjata melawan penjajah Belanda. Pada tahun 1936  di Medan, berdiri pula organisasi Islam yang bernama Al-Ittihadiyah, oleh Syekh Muhammad Dahlan, Syekh Zainal Arifin Abbas, Syekh Sayuti Nur. Di Aceh juga berdiri Persatuan Ulama’ Aceh, yang mengeluarkan fatwa jihad melawan Penjajah Belanda dan menuliskan “Hikayat Peran Sabil” yang sangat terkenal itu. Di Sumatera Barat berdiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang dipelopori oleh para ulama’ di sana dalam rangka memobilisasi kaum muslim berjuang melawan penjajah di daerah sumatera Barat. Di Bandung Jawa Barat ada Persis (Persatuan Islam) yang dipelopori oleh Syekh A. Hasan.

Tidak hanya itu, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), berdiri organisasi Islam yang bernama Nahdhatul Wathan, yang didirikan oleh Tuan Guru Zainuddin. Di Sulawesi berdiri juga organisasi Islam yaitu Al-Khairat, dan masih banyak yang lainnya. Tentu semua elemen bangsa ini sangat memahami peran dan kiprah semua elemen umat Islam di negeri ini dalam memerdekakan negeri ini dan juga telah berjuang dengan sepenuh hati tanpa pamrih dalam mengisi kemerdekaan dalam menyiapkan generasi yang amanah, cerdas, dengan keimanan yang kokoh dalam melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di negeri ini.

Semua realitas sejarah tersebut, telah dinegasikan dan tidak diperhatikan oleh Kapolri. Justru pernyataan Kapolri tersebut bisa dimaknai sebagai upaya memecah belah umat Islam. Merujuk sikap Kapolri tersebut, maka publik tidak bisa disalahkan, jika menyimpulkan bahwa rezim saat ini telah menerapkan politik belah bambu yang sangat keji terhadap elemen Islam, ulama’, dan umat Islam. Di satu pihak rezim mensupport dan mendukung ormas Islam tertentu, dan di pihak lain rezim melakukan propaganda negatif dan melakukan kriminalisasi terhadap ormas Islam lain. Oleh karena itu, publik terutama seluruh umat Islam, wajib menolak keras dan lantang atas pernyataan Kapolri yang menyudutkan dan memecah belah umat Islam. Serta semua elemen umat Islam harus terus merapatkan barisan dan menjaga ukhuwah Islamiyah, sehingga upaya rezim yang anti Islam tersebut bisa jadi GATOT KACA (Gagal Total dan Kacau Balau). Semoga demikian adanya. Amin…Wallahu a’lam. [vm]

Penulis : Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)

Posting Komentar untuk "Umat Islam Bersatu Menolak Politik “Devide Et Impera” Rezim Anti Islam"