Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Feminis Penebas Bukan Pembebas


Tahun ini di Indonesia, terutama Jakarta dan beberapa kota di Indonesia melaksanakan ajang womensmarch. Aksi ini viral dimedia sosial karna quote-quote yang anti-mainstream, vokal dan lebih berani. Bahkan, beberapa kontennya seolah-olah menyinggung suatu pemikiran yang selalu membatasi mereka dalam bergerak bebas untuk menyampaikan apresiasi dan mengambil kedudukan dimata publik.

Seperti yang kita tahu, women international day yang jatuh pada bulan maret ini, benar-benar dijadikan ajang kampanye akbar para feminist untuk memaksakan pemikiran-pemikiran mereka kepada perempuan-perempuan dengan gaungan bebas dan setara. Dengan jargon-jargon yang seolah-olah terdiskriminasi dan tertindas. Ide ini pun ampuh menghipnotis dan merasuki pemikiran para wanita-wanita Indonesia yang lemah akan pemikiran-pemikran yang haqiqi. Sehingga mudah bagi mereka menerima pemikiran ini.

Padahal effect kampanye ini sangatlah besar, terkhusus untuk muslimah-muslimah yang masih minim akan tsaqofah Islam. Kenapa??? karna tuntutan yang mereka gaungan seolah mendorong paksa muslimah untuk keluar dari fitrahnya sebagai perempuan yang diatur oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan memaksa muslimah, untuk bertransformasi sesuai dengan keinginan mereka, yakni sudut pandang gender. Tak jarang ini membuat muslimah mudah meninggalkan kewajibannya sebagai hamba dari Sang Kholiq yang dimana sudah diberikan tugas yang mulia untuk melaksanakan perannya. 

Muslimah yang terhipnotis pemikiran ini, begitu pede melanggengkan auratnya didepan umum, bangga dengan karirnya yang setara dengan pria atau bahkan mengerjakan pekerjaan pria, bangga meninggalkan rumah dan madrasah pertamanya hanya untuk mengejar-ngejar kehormatan agar terlihat bermutu dimata manusia, bahkan begitu bangganya menentang hukum-hukum Allah dengan dalih kebebasan dan kesetaraan.

Disisi lain, diskriminasi terhadap muslimah diberbagai kampus terjadi. Pelarangan cadar dari pihak rektorat diberbagai kampus, baik swasta maupun negeri seolah mendorong opini bahwa, itu (memakai cadar) adalah sebuah hal yang ekstrimis, radikal dan tidak bersosialisasi. Sehingga harus ada pelarangan untuk tidak melahirkan bibit radikal. Bahkan di salah satu universitas negri berbasis Islam di Yogyakarta, mengancam akan mengeluarkan mahasiswinya yang masih bersikeras untuk bercadar. Selain itu, Disalah satu universitas swasta di tangerang selatan, ada dosen yang melarang mahasiswinya masuk jam mata kuliahnya hanya karna menggunakan cadar. Padahal kita sangat paham bahwa, cadar merupakan bagian dari Islam untuk muslimah. Terlepas dari beberapa perbedaan pendapat ulama terkait pemakaian cadar ini sendiri. Namun, itu tidak menurunkan eksistensi cadar yang merupakan bagian dari Islam itu sendiri. 

Apakah para feminis diwomensmarch menganggap ini salah satu diskriminasi dan pengekangan negara terhadap HAM wanita? Disini terlihat jelas, system ini begitu menampakan keberpihakan kepada pemikiran-pemikiran yang sepihak. Dan para feminis pun terlihat sangat nyata dengan gaungan ide mereka yang sangat buruk. Jika system ini benar-benar demokratis, seharusnya, cadar tidaklah dilarang. Karna, itu adalah bentuk apresiasi dan kebebasan perempuan dalam hal berpakaian dan bertuhan. Dan kalau para penggaung womensmarch meneriakan HAM perempuan di aksi mereka kemarin, kenapa hanya tentang orang yang bertelanjang saja yang digaungkan? Sedangkan orang yang membungkus tubuhnya dengan pakaian menjadi sasaran framing ekstrimis dan radikal. 

Seharusnya, netizen mulai menyimak sisi ini. sisi yang sebenarnya penuh Tanya pada system ini. system yang begitu menekan  HAM dengan menggaungkan HAM, system yang mengapresiasi suara rakyat tapi mempersempit ruang syara. Padahal begitu melekat teori gaungan mereka tentang kebebasan: bebas beraspirasi, bebas memiliki, bebas beraqidah dan bebas berpendapat. Tapi itu seolah hanya teoris belaka jika disajikan pada fakta-fakta yang terjadi pada praktek nyata. Seolah label dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, menjadikan muhasabah besar kita bahwa rakyat yang mana yang dimaksudkan dalam jargon tersebut. [vm]

Penulis : Nur Rahmawati Lie

Posting Komentar untuk "Feminis Penebas Bukan Pembebas "

close