Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HTI Dipenuhi dengan Kebaikan, Layak Menang

HTI Harus Menang

Gerakan dakwah HTI menunggu Putusan Sidang. Usai menyerahkan berkas kesimpulan gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyampaikan rasa optimisnya.  “Kita optimis akan bisa memenangkan gugatan ini agar HTI bisa berdakwah kembali sebagaimana sebelumnya,” ujarnya kepada mediaumat.news, Kamis (19/4) di Ruang Pengadilan PTUN,  Jakarta Timur. Pada sidang-sidang sebelumnya selalu dihadiri ratusan kiai, ustadz, santri dan aktivis Islam dari berbagai daerah membacakan shalawat asyghil di sepanjang jalan areal Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN). Mereka hadir untuk memberi dukungan kepada HTI.

HTI sekarang telah dipenuhi dengan kebaikan dengan datangnya berbagai ujian. Ini tidak menyurutkan langkah para aktivisnya. Kami memohon kepada Allah Swt. agar semakin memperluas dan menambah kebaikan itu, sebagaimana berita gembira pertolongan dan kemenangan telah mulai bergema atas seizin Allah Swt. kepada kutlah dakwah ini bersama umat saat ini. Hal itu semakin membentangkan harapan akan terealisasinya masa ini sebagai masa terealisasinya pertolongan dan kemenangan atas izin Allah Swt.

Tanpa basa-basi HTI selalu mengingatkan pemerintah agar menyelaraskan tindakannya dengan Syariah Islam. HTI selalu mencermati berbagai persoalan aktual yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dewasa ini, baik di lapangan ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum maupun ideologi dan agama. Dan pada saat yang sama tampak sekali bahwa pemerintah dan negara ini telah gagal: menyejahterakan rakyat, melindungi moralitas rakyat, melindungi kekayaan rakyat,  memberantas korupsi dan mafia hukum, melindungi aqidah umat, membawa rakyat kepada jalan yang diridhai Allah.

HTI pun sebelumnya telah melihat kegagalan ini dan gerakan ini menyimpulkan kegagalan disebabkan oleh dua faktor utama, yakni pemimpinnya yang tidak amanah serta buruknya sistem yang dipakai untuk mengatur negeri ini yakni sistem sekuler – kapitalisme. Oleh karena itu, bila benar-benar diinginkan perbaikan, maka tidak bisa tidak sistem yang telah gagal itu harus dibuang. Sebagai gantinya adalah sistem yang bersumber dari Dzat Yang Maha Benar, yang Maha Tahu sehingga tidak mungkin gagal, yakni syariah Islam. Juga harus dihadirkan pemimpin yang baik, yang mau tunduk pada syariah dan memimpin dengan penuh amanah.

HTI selalu mengingatkan kepada seluruh elemen bangsa untuk selamatkan negara dengan penerapan syariah. Menurut HTI hanya dengan penerapan syariah secara kaffah di bawah naungan Khilafah sajalah, seluruh aspek kehidupan rakyat dan negara ini dapat diatur dengan sebaik-baiknya sedemikian sehingga seluruh kebaikan yang dicita-citakan dapat terujud. Oleh karena HTI selalu menyeru seluruh komponen umat, untuk bersungguh-sungguh dengan penuh keikhlasan dan kesabaran memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah di negeri ini.

HTI sebelumnya rajin mengkritik DPR yang dinilai telah mengeluarkan UU seperti UU Migas, UU SDA, UU Listrik, UU Penanaman Modal, UU BHP, UU Minerba, dll, yang justru berpotensi menyengsarakan rakyat. Pasalnya, UU tersebut sarat dengan nuansa liberalisasi ekonomi. Muara dari liberalisasi ekonomi tidak lain adalah penyerahan kedaulatan atas sumberdaya alam milik rakyat kepada pihak asing. Karena itu, jangan aneh jika saat ini lebih dari 90 persen energi, misalnya, telah dikuasai pihak asing. Sumberdaya minyak dan gas (migas) juga telah banyak dikuasai pihak asing. Tentu saja semua itu legal berdasarkan UU yang diproduksi DPR. Akibatnya, di dalam negeri sendiri sering terjadi kelangkaan energi dan migas. BBM menjadi langka dan mahal. Akibatnya, kebijakan untuk menaikkan harga BBM atau pembatasan subsidi BBM selalu menjadi pilihan Pemerintah. Celakanya, kebijakan yang menyengsarakan rakyat itu sering disetujui DPR.

Ada banyak kekeliruan pemerintah yang terbentang di depan rakyatnya. Lalu HTI datang mengingatkan para penguasa agar mampu menunaikan amanah menjadi pelayan rakyat. amanah wajib dijaga dan sebaliknya haram untuk dikhianati. Amanah menjadi wakil rakyat tidak saja harus dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat di dunia, tetapi juga di hadapan Allah di akhirat kelak. Sayangnya, jangankan di hadapan Allah di akhirat kelak, di hadapan rakyat pun para wakil rakyat tidak bisa mempertanggungjawabkan amanah rakyat yang mereka wakili. 

Pertanyaannya: layakkah masyarakat terus-menerus berharap kepada wakil rakyat yang justru sering mengkhianati amanah rakyat yang mereka wakili? Sudah terlalu banyak bukti bahwa DPR-juga Pemerintah-yang notabene produk dari sistem demokrasi sekular, mengkhianati amanah rakyatnya sendiri. Hal ini wajar belaka. Sebab, dalam demokrasi menurut pemaparan para intelektual terkemuka, yang berdaulat memang bukan rakyat, tetapi elit wakil rakyat yang berkolabirasi dengan penguasa dan para pemilik modal. Kepada merekalah demokrasi berkhidmat, bukan kepada rakyat. Karena itu, tak selayaknya umat ini berharap kepada mereka yang tidak amanah.

Pada titik inilah, HTI melawan kesewenang-wenangan pengambil kebijakan yaitu Pemerintah. 

Jika pemerintah tidak anti kritik, harusnya HTI diberi ruang terbuka untuk terlibat dalam wacana politik secara aktif. Biarkan ormas HTI mendapatkan hak-hak warga Negara yang setara, biarkan HTI konsisten pada keyakinan terhadap ide (pemikiran) yang diyakininya, maka aktivitas produktif yang positif menurut syariah Islam dan berjalan konsisten dan tetap pada pakem ideologis, bahkan jauh dari ciri opurtunistik. Ingat, dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama. Selanjutnya Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. [vm]

Penulis : Muhammad Amin, dr, M. Ked. Klin, SpMK (Dir. ForPURE)

Posting Komentar untuk "HTI Dipenuhi dengan Kebaikan, Layak Menang"

close