Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Totalitas Dalam Kemanusiaan


Oleh:  Dewi Sintha (Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)

Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir menjadi Kontroversi terbaru hal itu menanggapi langkah Presiden Joko Widodo membebaskan Ba'asyir yang dipenjara dalam kasus terorisme. Semestinya Ustadz Ba'asyir tidak dapat menjalani masa hukuman karena sudah tua dan sakit-sakitan, dan menurut hukum semestinya beliau sudah keluar pada tanggal 23 Desember 2018 setelah 15 tahun menjalani masa tahanan.

Keputusan pembebasan Abu Bakar Baasyir diambil setelah debat capres-cawapres yang telah menurunkan elektabilitas capres nomor urut 1. Untuk menghilangkan label anti Islam yang terlanjur menempel pada Jokowi, sebuah keputusan pembebasan Abu Bakar Baasyir diambil untuk sebuah pencitraan bukan murni alasan kemanusiaan.

Presiden mengatakan rencana pembebasan atau pemulangan adalah faktor kemanusiaan, mengingat usia ustaz ABB sudah sepuh, 81 tahun dan sakit-sakitan. Di masa senjanya biarkan keluarga yang merawat. Namun sayang, akhirnya dinamika kecondongan untuk pemulangan ustaz ABB terganjal oleh satu dan lain hal yang tidak terhendus publik dan akhirnya dibatalkan, sebab perlu pengkajian untuk Ustadz ABB.

Sebelumnya, Jokowi melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra segera membebaskan Ba'asyir. Hal ini disampaikan Yusril seusai mengunjungi Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur, Yusril mengatakan Ba'asyir bebas murni dengan alasan kemanusiaan mengingat usianya sudah cukup tua dan sering sakit, dengan pembebasan ustadz ABB dinyatakan ini adalah salah satu bentuk bukti presiden Jokowi peduli akan ulama.

Sudah diduga banyak kalangan bahwa keputusan pembebasan Abu Bakar Baasyir adalah pencitraan untuk meningkatkan elektabilitas Jokowi yang mulai turun. Dugaan itu semakin kuat setelah ada pernyataan wiranto yang akan meninjau keputusan itu.

Tak berselang setelah keputusan pembebasan, Wiranto memberikan syarat atas pembebasan itu. Namun sepertinya Abu Bakar Baasyir bukan ulama' yang mudah didekte dan dijadikan alat oleh pemerintah sehingga wacana pembebasan beliau bisa batal. Dikarenakan sikap Ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang menolak menandatangani pernyataan, dan janji setia terhadap NKRI dan Pancasila, dan itu merupakan ketegasan beliau dalam memegang prinsip agama.


Bahwa dalam Islam tidak ada ketundukan dan ketaatan selain pada Allah, Rasul, dan ajaran yang dibawanya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wataala : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.." (QS. Al Bayyinah :5)

Beliau juga menolak menandatangani pernyataan, bahwa beliau menyesali dan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, serta bersedia bekerjasama dengan negara dalam membongkar gerakan terorisme. Karena beliau memang tidak pernah melakukan tindakan terorisme. Adapaun Pancasila, jika benar bersumber dari Alquran dan tidak bertentangan dengan Islam, kenapa seseorang yang sudah berkata, "Aku hanya setia dan tunduk kepada Islam", masih diragukan kepancasilaannya? Apakah mereka menempatkan Pancasila itu lebih tinggi diatas agama? Sebagai sumber, tentunya Alquran lebih sempurna untuk dijadikan rujukan dan sumber hukum dalam bernegara. 

Atas semua polemik yang terjadi maka sebenarnya yang terjadi atas kasus pembebasan Ustadz ABB jika berlandaskan atas kemanusiaan dan peduli akan ulama ini sebenarnya tidak lain sebenarnya ini adalah bentuk dari strategi WoT (war or teror) yang dipelopori oleh Amerika Serikat yang ingin membasmi Teroris dan semuanya disudutkan kepada kaum muslimin dan label anti Islam Yang sungguh telah melekat pada penguasa di Indonesia, dan sungguh Abu Bakar Baasyir telah teruji keberanian dan ketulusannya dalam memperjuangkan keyakinannya sehingga dia tidak mudah disetir menuruti keinginan penguasa. [vm]

Posting Komentar untuk "Totalitas Dalam Kemanusiaan"

close