Ulama, Agama, dan Politik


Oleh : Dwi Utami Ningsih

Baru-baru ini telah viral di jagad maya video seorang ulama, yakni Kiai Maimoen Zubair yang salah sebut nama Prabowo jadi pemimpin. Dalam video tersebut, pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang, Jawa Tengah itu tengah membacakan do'a penutup pada akhir acara Sarang Berdzikir Untuk Indonesia Maju yang dihadiri presiden Jokowi, pada Jum'at 1 Februari 2019 kemarin. Ulama yang akrab disapa Mbah Moen itu membacakan do'a yang di dalamnya menyebut nama calon presiden nomor urut 02, yakni Prabowo Subianto. Petikan do'a yang terselip nama Prabowo itu terekam di menit ke 3 lewat 40 detik dari video berdurasi 6 menit 37 detik. Kemudian beliau dihampiri oleh Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan(PPP), Muhammad Romahurmuzy alias Romi usai membacakan do'a. Setelah itu, beliau kembali berdo'a seperti meralat do'a sebelumnya. 

Sementara di kubu lawan, juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Miftah Nur Sabri menilai kubu Jokowi panik. Hal ini karena Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuzy membuat video klarifikasi Ketua Majelis PPP, yang juga pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang, yakni Kiai Maimoen Zubair soal dukungannya dalam pilpres. Dalam video yang diunggah di Instagram tersebut, Romi menegaskan dukungan Mbah Moen kepada pasangan calon presiden no urut 01, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Politisi Gerindra itu menduga Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf mengkondisikan dukungan Mbah Moen demi elektoral Jokowi. Sebab, kata dia, elektabilitas Jokowi sebagai petahana belum aman.

Entitas ulama dalam pilpres kali ini memang menjadi komoditas politik yang sangat berharga. Isu agama terbukti memberi peran penting dalam kontestasi politik. Hal ini karena Indonesia adalah negera dengan mayoritas berpenduduk muslim, dimana sebagian besar penduduknya masih religius, yang sami'na wa atho'na kepada pemimpin agamanya(ulama). Akan tetapi meski mayoritas berpenduduk muslim, tetapi sistem yang berlaku saat ini adalah sistem demokrasi-sekuler (yang memisahkan agama dari kehidupan), maka demi mencapai kuantitas suara kerap menghalalkan segala cara. Ketika masa-masa kampanye seperti sekarang ini, ulama menjadi sosok yang diperhitungkan dalam mendulang suara, karena beliau punya posisi dan banyak pengikut(jama'ah). Akhirnya digandenglah ulama hanya untuk membantu mendongkrak suara. Dan setelah terpilih nanti, ulama-ulama yang demikian kerap menjadi alat legitimasi kekuasaan dalam mengeluarkan kebijakan.

Islam, bukan hanya agama ritual belaka. Tetapi ia adalah sebuah sistem, tatanan kehidupan yang mulia, yang berasal dari Yang Maha Mulia. Didalam islam, seorang ulama sangat dihargai, dihormati dan dimuliakan. Karena beliau adalah penerus para nabi dan rasul, yang mengajarkan kepada umat ajaran nabi dan rasul. Dalam hal politik, seorang ulama berperan sebagai pihak digarda terdepan dalam melakukan muhasabah(mengoreksi) penguasa. Apakah sesuai dengan yang diajarkan oleh nabi ataukah bertentangan dengan ajaran nabi. Karena sesungguhnya ditangan beliaulah ajaran-ajaran kenabian diwariskan. Sikap ulama yang demikian, yang berpegang teguh kepada ajaran-ajaran kenabian hanya ada ketika sistem yang berlaku juga menggunakan sistem yang diajarkan nabi, yakni al khilafah islamiyah. [vm]

Posting Komentar untuk "Ulama, Agama, dan Politik"