Umat Butuh Khilafah
Oleh: Fath Astri Damayanti, S.Si
(Pemerhati Lingkungan dan Politik)
Kaum muslim lagi-lagi menjadi korban untuk yang kesekian kalinya. Belum lama kasus penembakan di di New Zealand pada Jumat (15/3) saat umat Muslim sedang melaksanakan ibadah shalat Jumat. Dua serangan terjadi di dua masjid berbeda di kota Christchurch, New Zealand. Serangan pertama terjadi di Masjid Al Noor yang menewaskan 41 orang. Dan serangan kedua terjadi hampir bersamaan dengan serangan pertama dan berlokasi di Masjid Linwood, di daerah yang tak jauh lokasinya dari Masjid Al Noor Christchurch (kanalsatu, 15/3/2019). Kini kembali kaum muslim harus menahan sakit ketika saudara sesama muslim di Mali dibantai. Dalam laman sindonews (25/3/2019) disampaikan, aksi sejumlah pria menyamar sebagai pemburu dan membantai setidaknya 134 petani dan penggembala Muslim di Ogossogou, Mali tengah, pada hari Sabtu menyisakan cerita mengerikan. Menurut PBB, wanita yang sedang hamil ikut dibunuh dan beberapa korban dibakar hidup-hidup.
Tak cukup sampai disitu, seperti dilansir Reuters, Senin (25/3/2019), polisi dan petugas pemadam kebakaran dipanggil ke Masjid Dar-ul-Arqam, Islamic Center of Escondido, San Diego bagian utara, pada Minggu (24/3) dini hari, sekitar pukul 03.15 waktu setempat. Dilaporkan bahwa ada kebakaran yang menghanguskan tembok bagian luar masjid. Laporan media lokal San Diego Tribune menyebut para jemaah mencium bau asap dan mendapati keberadaan api di bagian luar masjid. Api itu dengan cepat dipadamkan dan tidak memicu kerusakan serius pada masjid. Saat petugas pemadam tiba di lokasi, api telah padam (detiknews, 25,3/2019). Bahkan yang masih terus berlangsung sampai detik ini adalah serangan di Gaza. Israel telah meluncurkan serangan ke jalur Gaza sebagai balasan atas serangan roket pada hari Senin (25/3/2019) dini hari. Serangan tersebut dilakukan beberapa jam setelah roket dari Gaza menghatam sebuah rumah di utara Tel Aviv yang melukai 7 anggota keluarga. Roket udara dari Palestina ini tercatat yang paling jauh masuk ke wilayah Israel (tirto, 26/3/2019). Pun sama halnya dengan muslim Uighur, yang belum mendapatkan kebebasannya untuk menganut agama yang diyakininya, muslim Rohingya, muslim Pattani, muslim Moro dan masih banyak muslim-muslim di beberapa negara yang sampai saat ini masih berjuang untuk memegang teguh agamanya. Tingkat kebencian terhadap islam pun semakin meningkat, dengan banyaknya teror dan intimidasi terhadap kaum muslim di berbagai negara.
Lantas, siapa yang akan melindungi kaum muslim dari segala bentuk ketidak adilan, intimidasi dan ujaran kebencian? Kepada siapa kaum muslim akan meminta pertolongan sedangkan para pemimpin di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim pun hanya sampai batas mengecam dan mengutuk tanpa ada aksi yang nyata untuk membantu mereka yang tertindas. Padahal kaum muslim yang satu dengan kaum muslim yang lain ibarat satu tubuh, ketika satu bagian tubuh sakit yang lain akan merasakan sakitnya. Namun yang terjadi saat ini, tak ada lagi persatuan kaum muslim, semua sibuk dengan urusannya masing-masing seolah-olah dengan mendoakan saja sudah cukup untuk membantu kaum muslim yang terdzhalimi. Organisasi islam bahkan PBB pun tak memberikan solusi yang nyata terhadap permasalahan yang didera kaum muslim.
Disinilah perlunya pemimpin yang akan melindungi dan memenuhi hak-hak nya. Islam dengan jelas menegaskan bahwa Islam mampu diterapkan dalam sebuah negara yaitu Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah, tugas seorang Khalifah sebagai perisai (junnah) dan pelindung (raa’in). Rasulullah Saw. bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari) dan hadis Rasulullah SAW: ”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).
Khalifah tidak menjalankan hukum yang dibuat oleh umat, karena pemilik kedaulatan dalam sistem Islam adalah Allah. Khalifah menjalankan hukum Allah atas rakyat, dan ia bertanggungjawab langsung kepada Allah atas kepemimpinannya. Dengan demikian bila Khalifah terbukti tidak menjalankan hukum Allah, ia layak diberhentikan kapan pun, tanpa menunggu periode tertentu. Dan sebaliknya, selama ia menjalankan perintah Allah maka tak ada alasan untuk memberhentikannya. Umar bin Abdul Aziz, saat dibaiat sebagai Khalifah kaum Muslimin, justru menangis merasakan beratnya beban yang harus ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Hal ini tercermin dari surat yang ditulisnya kepada para pejabat di bawahnya :…dengan segala yang diujikan ini aku sangat takut akan datangnya penghisaban yang sulit dan pertanyaan yang susah, kecuali apa yang dimaafkan Allah SWT… (Syeikh Muhammad Khudhari Bek, Negara Khilafah, PTI 2013 hlm.290) (muslimahnews.com, 3/1/2019).
Dengan adanya Khilafah, maka ketika ada penyerangan terhadap kaum muslim maka dengan segera akan meberikan bantuannya dimanapun penyerangan itu dilakukan, tidak akan tersekat dengan kabijakan nasionalisme. Semua kaum muslim akan berada dalam persatuan tanpa memandang perbedaan, segala bentuk yang megarah kepada perpecahan akan ditanggulangi oleh Khalifah berdasarkan hukum Islam. Kesejahteraan umat akan menjadi prioritas, sehingga segala fasilitas, infrastruktur, pekerjaan, kebutuhan-kebutuhan pokok dan hak-hak umat akan dipenuhi. Perlindungan akan diberikan kepada siapapun yang membutuhkan selama taat terhadap hukum Allah SWT. Maka kaum muslim harus menyadari pentingnya keberadaan Khilafah sebagai pemersatu umat, dan Khalifah sebagai raa’in dan junnah dan bersama-sama berjuang untuk menegakkan Khilafah ala minhajin nubuwwah. Wallahua’lam bishawwab. [vm]
Posting Komentar untuk "Umat Butuh Khilafah"