Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Elektabilitas Khilafah


Oleh: Yan S. Prasetiadi
(Mudir Ma’had Darul Ulum Purwakarta)

Elektabilitas atau tingkat keterpilihan biasanya berkaitan dengan figur, lembaga atau partai. Namun di tahun 2019 ini, sebuah gagasan atau ide justru bisa masuk mempengaruhi jagat perpolitikan. Ide atau gagasan yang dimaksud adalah Khilafah, sebuah kata yang menjadi polemik dikala ketua dewan pertimbangan MUI Prof. Din Syamsuddin melayangkan nasehat kepada calon kontestan pilpres agar berhati-hati dalam isu agama terutama Khilafah, karena Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam.

Elektabilitas sendiri bisa kita lihat dari berbagai survei yang ada, salah satunya semisal laporan IDN Research Institute yang bertajuk Indonesia Millenial Report, menyebut 1 dari 5 millenial setuju sistem pemerintahan khilafah. Dari hasil survei tersebut sebanyak 19,5% kaum millenial menyatakan Indonesia lebih ideal menjadi negara khilafah (databoks.katadata. co.id, 21/1/2019). Jadi, hampir 20 % generasi Millenial ternyata memiliki kesadasaran yang bagus terhadap ajaran Islam.

Penulis sendiri tidak terlalu dipusingkan dengan survei, sebab penerimaan sebuah ide atau gagasan sejatinya kembali pada tiga faktor utama, pertama: siapa yang membawa ide atau gagasan ini; kedua: substansi ide atau gagasan itu sendiri seperti apa; ketiga: track record atau sejarah penerapan ide atau gagasan itu sendiri.

Pembawa Gagasan

Pembawa gagasan Khilafah sejatinya adalah ahlussunnah wal jamaah, sebab ide Khilafah ini disebutkan dalam kitab-kitab mereka. Namun terkadang ahlussunnah menggunakan kata Imamah dalam konteks membantah penyimpangan Syiah dan Khawarij. Jadi, Khilafah atau Imamah ini merupakan salah satu prinsip ahlussunnah yang penting. (Lihat, Sulaiman ad-Dumaiji, al-Imȃmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wal Jamȃ’ah, h. 32; Abdul Qahir al-Baghdadi, Al-Farqu Baina al-Firaq, h. 300).

Sedangkan sudah jadi rahasia umum, kalangan aswaja di Indonesia adalah mayoritas umat Islam. Sehingga dari aspek pembawa gagasan, Khilafah diprediksi memiliki tingkat penerimaan yang baik di tengah masyarakat Indonesia. Terlebih menjelang pilpres ini, ratusan alim ulama Aswaja nasional berkumpul di Madura dalam rangka Multaqo Ulama Aswaja, alim ulama tersebut mengeluarkan pernyataan sikap yang intinya Khilafah adalah ajaran Islam dan wajib ditegakkan. (shautululama.co, 31/3/2019)

Subtansi Konsep

Khilafah sebagai sebuah gagasan, bisa disederhanakan dalam tiga kata substantif, yakni: ukhuwah, syariah, dan dakwah. Hal ini sesuai definisi yang ditawarkan Taqiyyuddin an-Nabhani (w. 1977) bahwa Khiafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru dunia (ri’ȃsah ‘ȃmmah lil muslimȋn jamȋ’an fi ad-dunyȃ li iqȃmah ahkȃm asy-syar’i al-Islȃmȋ wa haml ad-da’wah al-Islȃmiyyah ila al-‘ȃlam).

Memang berdasarkan pengamatan lapangan, ukhuwah dikalangan umat Islam semakin hari semakin kuat. Meskipun ukhuwah ini masih bersifat nasional, setidaknya berbagai aksi damai jutaan umat Islam dalam tajuk 212 termasuk reuninya, merupakan bukti nyata ukhuwah umat semakin kuat. Kekuatan ini merupakan potensi besar tersebarnya gagasan khilafah.

Gagasan penerapan syariah Islam juga termasuk yang sangat populer di masa kini, hampir disegala bidang penyematan kata-kata syariah lazim ditemui, misal: ekonomi syariah, perda syariah dll, hal ini pun sangat potensial gagasan negara bersyariah bisa diterima, dalam konteks ide disinilah Khilafah bisa masuk ke tengah umat.

Sedangkan berkaitan dengan dakwah, justru uniknya kegiatan-kegiatan dakwah masa kini, memunculkan dai-dai yang semakin banyak menyuarakan penerapan Islam disegala aspek kehidupan, belum lagi bermunculan lembaga-lembaga pembinaan terhadap mu’allaf. Melihat potensi gagasan Khilafah sebagai sebuah negara yang akan menyebarkan dakwah, maka tentu bagi para da’i gagasan Khilafah cukup prestisius.

Catatan Sejarah

Catatan sejarah yang sangat otentik dan meyakinkan, ternyata Khilafah Islam sudah diimplementasikan oleh para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimulai dari masa Khilafah Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra, hingga Ali ra. Sudah menjadi tradisi di kalangan Aswaja, pemuliaan terhadap empat orang Khalifah tersebut merupakan harga mati. Bahkan Imam as-Suyuthi asy-Syafi’i (w. 1505) menyebutkan mereka sebagai afdhal al-Basyar ba’da al-Anbiyȃ’ yakni manusia utama setelah para nabi (lihat, Itmâm ad-Dirâyah li-Qurrâ’ an-Niqâyah, h. 18). Pemuliaan terhadap Khilafah Rasyidah ini jelas merupakan potensi besar penerimaan gagasan atau ide Khilafah untuk masa kini.

Berdasarkan tiga aspek tersebut, yakni pembawa gagasan, substansi, dan catatan sejarah. Khilafah sebagai sebuah ajaran Islam, memiliki elektabilitas yang tinggi. Terlebih menjelang pilpres yang notabene adalah hajatan demokrasi, isu-isu mengenai Khilafah selalu trending topik. Pengamat yang jujur pasti sudah paham, bahwa Khilafah sangat potensial diterima di negeri ini. Wallahu a’lam. [vm]

Posting Komentar untuk "Elektabilitas Khilafah "

close